*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Kuta di Bali, juga ada Kuta di Lombok. Kuta di Bali sudah lebih dulu dikenal dan terkenal. Kuta di Lombok baru belakangan dikenal dan baru mulai terkenal. Sebagai destinasi pariwisata, Kuta di Bali sudah mencapai kematangan, sementara Kuta di Lombok baru tahap perkembangan. Seperti kata orang Mataram, di Lombok ada Bali, tetapi tidak ada Lombok di Bali. Sekarang, orang di Denpasar mungkin bertanya: ‘mengapa ada Kuta di Lombok?
Kuta di Bali, juga ada Kuta di Lombok. Kuta di Bali sudah lebih dulu dikenal dan terkenal. Kuta di Lombok baru belakangan dikenal dan baru mulai terkenal. Sebagai destinasi pariwisata, Kuta di Bali sudah mencapai kematangan, sementara Kuta di Lombok baru tahap perkembangan. Seperti kata orang Mataram, di Lombok ada Bali, tetapi tidak ada Lombok di Bali. Sekarang, orang di Denpasar mungkin bertanya: ‘mengapa ada Kuta di Lombok?
Kampong Koeta di Lombok (Peta 1927) |
Lantas mana yang duluan eksis, Kuta di Bali atau
Kuta di Lombok? Yang jelas, kini
wilayah selatan pulau Lombok sedang berkembang sebagai destinasi pariwisata.
Satu tempat yang penting di selatan pulau Lombok ini adalah Kuta. Destinasi
pariwisata Kuta ini akan saling memperkuat dengan rencana pembangunan sirkuit MotoGP di
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Mandalika. Okelah, untuk menambah
pengetahuan tentang sejarah Kuta di
Lombok dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
Desa Kuta di Lombok (Now) |
Nama Kuta di Bali dan Lombok
Nama kampong Kuta di Bali sudah diidentifikasi
pada Peta 1906. Tentu saja kampong Kuta belum menjadi destinasi pariwisata.
Kampong Kuta hanyalah kampong kecil dimana para nelayan-nelayan Bugis dan
Mandar berlabuh untuk menjual ikan hasil tangkapan mereka di laut. Orang Bali
dan orang Lombok bukan pelaut.
Kampong Koeta di Bali (Peta 1906) |
Berdasarkan Peta 1908, di pantai selatan Lombok belum
teridentifikasi nama Koeta. Pada peta ini baru sekadar identifikasi teluk
Ajang. Berbeda dengan pantai selatan Bali, wilayah pantai selatan Lombok
bertopografi pegunungan. Populasi padat penduduk Sasak berada di bagian tengah
pulau dari barat hingga ke timur. Nama kampong Koeta di Lombok baru
diidentifikasi pada Peta 1927. Gambaran tentang pantai selatan Lombok
dideskripsikan oleh Heinrich Zollinger pada tahun 1847.
Pantai selatan Lombok (Peta 1908) |
Berdasarkan deskripsi Heinrich Zollinger dapat
dipahami mengapa pantai selatan Lombok kuran berkembang jika dibandingkan
pantai selatan Bali yang justru sebaliknya cenderung datar. Tentu saja di
pantai selatan Lombok jarang penduduk Sasak, Besar dugaan perkampongan yang
terbentuk di pantai selatan Lombok dihuni oleh para pendatang apakah untuk
tujuan menangkap ikan atau mengumpulkan hasil-hasil hutan untuk perdagangan seperti
kayu dan satwa liar. Berdasarkan epistemologi nama koeta, kampong Koeta baik di
Bali maupun Lombok diduga kuat terbentuk oleh para pendatang. Nama kota, kuta
atau huta bersifat generik yang mana bahasa Melajoe sebagai lingua franca
(bahasa yang juga digunakan dalam navigasi).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kuta Bali Menjadi Destinasi Pariwisata
Orang Eropa pertama tinggal di Koeta, Bali adalah
Hans Lange. Pedagang Denmark ini harus menyingkir ke Koeta, wilayah terpencil
di selatan Bali. Itu terjadi pada tahun 1838 ketika terjadi perang saudara sesama
Bali di Lombok antara kerajaan Mataram dan kerajaan Karangasem. Lange
bersaudara yang berkongsi dengan radja Karangasem membangun pos perdagangan di
pelabuhan Tandjoeng Karang, sementara GP King pedagang asal Inggris membuka pos
pedagangan di pelabuhan Ampenan.
Dalam
perang tersebut, Radja Mataram terbunuh, tetapi pasukan kerajaan Karangasem
kalah. Kraton kerajaan Karangase hancur, Radja Karangasem dan keluarga termasuk
istri-istri dan anak-anak mereka melakukan membakar diri. Sejak itulah pangeran
(radja) Mataram menjadi penguasa tunggal di Lombok. Saat GP King berada di atas
angin, Hans Lange dan keluarga menyingkir ke Koeta, Bali.
Tentu saja usaha Lange dan keluarga tidak
berkembang di Koeta. Hal ini karena tempatnya sangat terpencil. Lagi pula pusat perdagangan berada di Sanoer yang sudah
dihuni oleh orang-orang Cina (kongsi dengan Radja Badoeng). Tidak diketahui
kabar selanjutnya usaha Lange di Koeta.
Pada tahun 1840 Pemerintah Hindia Belanda
dikabarkan akan membuka pos perdagangan di Bali (lihat Algemeen Handelsblad, 20-03-1840).
Pos perdagangan ini kemudian diketahui berada di Koeta, Badoeng (lihat Nieuwe
Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 12-07-1844).
Namun tidak lama kemudian muncul persoalan tentang Tawan Karang di Bali. Pemerintah
Hindia Belanda menuntut pangeran Boeleleng namun tidak digubris. Lalu pada
tahun 1946 Pemerintah Hindia Belanda mengirim ekspedisi ke Boeleleng.
Perlawanan Boeleleng yang dibantu kerajaan Karangasem ini baru berakhir tahun
1849. Sejak itu pos perdagangan Pemerintah Hindia Belanda dipindahkan ke
Boeleleng sehubungan dengan pembentukan cabang pemerintahan Residentie Bali en
Lombok yang ber ibu kota di Boeleleng. Dalam penaklukkan Boeleleng dan
Karangasem ini turut dibantu radja Bali Selaparang di Lombok.
Kampong Koeta kembali sunyi sendiri. Kampong
Koeta, kampong nelayan tetap menjadi kampong nelayan. Situasi di Koeta berubah
setelah terjadinya ekspedisi militer Pemerintah Hindia Belanda di pantai
selatan Bali (kerajaan Badoeng) pada tahun 1906.
Pada
perang 1906 kota Denpasar hancur, rata dengan tanah termasuk puri dari Radja
Badoeng. Pasca perang, kota Denpasar kembali dibangun oleh Pemerintah Hindia
Belanda. Hal ini sehubungan dengan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1908 membentuk afdeeling Zuid Bali dengan menempatkan seorang
Asisten Residen yang berkedudukan di Denpasar. Ini dengan sendirinnya Denpasar
menjadi ibu kota dan pebangunan kota diulai.
Pada tahap pertumbuhan kota Denpasar dan
perkembangan pemerintahan di wilayah pantai selatan Bali, arus orang Eropa
secara perlahan meningkat. Para pejabat-pejabat Belanda terus bertambah yang
ditempatkan di Denpasar. Ketika mulai meningkatnya populasi orang Eropa di
Denpasar dan sekitarnya, seorang Meksiko yang lama tinggal di Amerika Serikat José
Miguel Covarrubias melakukan petualangan dan berakhir di Bali. José Miguel
Covarrubias kembali ke Bali bersama istrinya. Covarrubias adalah seorang
pelukis profesional dan istrinya seorang fotografer.
De Maasbode, 20-10-1937 |
Pada tahun 1937 buku José Miguel Covarrubias
terbit dengan judul Island of Bali. Buku ini ditulis dalam bahasa Inggris
setebal 417 halaman yang diterbitkan sebuah penerbit di New York (Alfred A.
Knopf). Buku ini dilengkapi oleh foto-foto hasil pemotretan yang dilakukan oleh
istrinya Rose Covarrubias. Buku ini tentu saja beredar luas karena ditulis
dalam bahasa Inggris. Pembaca orang-orang Belanda molohok.
Sebenarnya
tidak hanya José Miguel Covarrubias di Bali. Seorang pelukis Jerman Walter Spies
telah bekerja di Bali selama bertahun-tahun. Pekerjaan Walter Spies telah memberi
pengaruh besar pada seniman Bali seperti I Sobrat. Publikasi José Miguel
Covarrubias yang menbedakan diantara keduanya. Walter Spies adalah orang Eropa
pertama yang tiba di Bali 1920 yang secara sadar bekerja untuk seni Bali. José
Miguel Covarrubias melengakapinya.
Tulisan-tulisan berbahasa Belanda selama ini
kurang memperhatikan soal seni orang Bali dan lebih banyak berbicara tentang
kisah para pelancong, perkembangan pemerintahan dan hal-hal yang terkait
perdagangan. José Miguel Covarrubias berhasil memancing minat pembaca tentang
pantai di Koeta, pantai di Sanoer dan tentang orang Bali sendiri yang artistik.
Sejak
buku José Miguel Covarrubias ini beredar, pelancong-pelancong Belanda sendiri
mulai menambah daftar destinasi mereka. Tida hanya, Batavia, Buitenzorg,
Soerakarta, Djogjakarta tetapi juga pulau Bali. Saat itu berbagai kota di
Hindia Belanda sedang giat-giatnya mempromosikan kota dan wilayahnya untuk
dikunjungi para wisatawan. Buku José Miguel Covarrubias tampaknya promosi
gratis dari pemerintah daerah Hindia Belanda di Residentie Bali en Lombok (yang
ber ibu kota di Boeleleng) khususnya pemerintah daerah di Afdeeling Zuid Bali.
Uniknya ketertarikan para pembaca tersebut justru
lebih banyak dari orang-orang non Belanda terutama yang berbahasa Inggris
(Anglo-saxon). Orang-orang Belanda tampanya nyinyir terhadap kehadiran buku
ini. Mereka mengkritik buku ini ditulis dalam bahasa Inggris. Boleh jadi karena
hanya sebagian kecil orang Belanda yang berbicara bahasa Inggris. Tentu saja
orang Belanda tidak terlalu menginginkan Bali yang dipromosikan, karena orang
Bali sejatinya sangat tidak senang orang Belanda, lebih-lebih setelah
intervensi militer Belanda di Noor Bali (1846-1849), di Lombok (1894-96) dan di
Zuid Bali (1906-1908). Oleh karenanya bagi pelancong Belanda, buku José Miguel
Covarrubias seakan-akan ditujukan kepada orang-orang non Belanda.
José
Miguel Covarrubias dapat dikatakan sebagai orang pertama yang mempromosikan
Bali ke daftar destinasi para pelancong dunia. Di antara pers Belanda baik di
Hindia maupun Belanda mulai muncul pro kontra. José Miguel Covarrubias telah
mengabil peran yang seharusnya menjadi tugas dan tanggungjawab orang Belanda.
Tidak lama setelah buku José Miguel Covarrubias
beredar dan menjadi viral di surat-surat kabar yang terbit di Belanda dan di Hindia
Belanda, Pemerintah Hindia Belanda mendukung suatu konsorsium untuk
menyelenggarakan sutau pameran dan diskusi tentang Bali di Museum Simpang,
Soerabaja. Program ini dimulai tanggal 29 September yang mana pameran ini dapat
dikunjungi oleh semua orang di museum secara reguler yaitu, dari pukul setengah
delapan pagi sampai setengah satu siang dan 4-6 di sore hari (lihat De Indische
courant, 29-09-1938).
De Indische courant, 29-09-1938 |
Pegiat pariwisata dan pemerintah akan diuntungkan
dengan program baru ini karena akan menambah devisa karena kunjungan wisata
mancanegara. Program ini menjadi prakondisi untuk memarakkan tahun-tahun awal kunjungan
wisata ke Bali (domestik) sebelum wisatawan mancanegara berdatangan
(internasional).
Seperti
kota-kota besar lainnya, sebelumnya pegiat pariwista kota Soerabaja sudah menginisiasi
destinasi wisata seperti ke Dieng, Batoe dan sebagainya. Program Bali bagi
pegiat pariwisata di Soerabaja akan mendapat keuntungan dari destinasi baru ke
Bali. Kota Semarang sudah lama menginisasi destinasi wisata ke Soerakarta dan
Djogjakarta; Bahkan kota Batavia sudah lebih awal dengan destinasi wisata ke
Buitenzorg, Soekaboemi dan Bandoeng sehubungan dengan dibukanya jalur kereta
api dari Batavia ke Bandoeng pada tahu 1883. Di Sumatra, pegiatan pariwisata
yang intens mempromosikan destinasi wisata adalah kota Medan dengan
mengandalkan Brastagi dan Parapat (danau Toba).
Dalam hal ini, pengembangan destinasi pariwisata
ke (pulau) Bali diinisiasi oleh para pegiat pariwisata di Soerabaja. Sudah
barang tentu, José Miguel Covarrubias memiliki andil besar dalam upaya
memperkenalkan wisata Bali. Tentu saja yang tidak boleh juga dilupakan adalah
Walter Spies. Sebagaimana kita lihat nanti pegiat pariwisata di Bali (Denpasar,
Kuta dan Sanur) akan dengan sendirinya menginisasi destinasi pariwisata ke
Lombok, selain Senggigi dan tentu saja kemudian menyusul ke Kuta Lombok.
Inisiasi
pengembangan destinasi pariwisata di Hindia Belanda sudah pernah dilakukan
melalui media tulisan termasuk brosur yang diedarkan ke manca negara. Salah
satu bentuk inisiasi tersebut adalah penerbitan buku berbahasa Belanda yang
ditulis oleh EW Viruly yang diterbitkan penerbit De Bussy pada tahun 1923 dengan
judul ‘Met de camera door Nederlandsch-Indie’. Buku ini tebalnya 413 halaman yang
disertai dengan foto-foto (sesuai judulnya camera). Buku ini terdiri dari 20 bab termasuk Bali dan
Lombok sebagai berikut: 1. Bij de Bataks; 2. Naar het Laut-Tawar in de
Gajolanden; 3. Van Medan naar Padang; 4. In de Padangsche Bovenlanden; 5. Op de
Pagai en Mentawei eilanden; 6. Poeloe
Tello; 7. Van Benkoelen naar Palembang; 8. Van Moeara Enim naar Telok Betong;
9. Een paar tochten in West-Java; 10. Iets over de Preanger; 11. In Djocja; 12.
Over tempels en nog wat in Midden-Java; 13. In het gebied van Tengger en Smeroe;
14. In den Oosthoek; 15. Om en bij Soerabaja; 16. Een Molukkenreis; 17. Bali;
18. Op Lombok; 19. Naar de Kratermeren van den Keli Moetoe op Flores; 20. Op
Timor.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kuta Lombok Menjadi Destinasi Pariwista Baru
Kuta Lombok belum lama menjadi destinasi
pariwisata. Tujuan wisatawan ke (pulau) Lombok umumnya ke Senggigi plus gili
Trawangan, Para wisatawan asing umumnya datang ke Senggigi setelah dari Bali
(Kuta atau Sanur). Ada pelayaran reguler dari pelabuhan Padang Bai Bali ke pelabuhan
Lembar di Lombok (dan sebaliknya). Dengan kapal cepat tidak terlalu lama di
tengah laut,
Saya
masih ingat betul pada tahun 1991, saya pernah ke Sembalun Lawang untuk menemui
tim survei saya, menginap di pesanggrahan yang pada malam hari sangat dingin.
Ada juga satu dua wisatawan asing yang datang saya temui di punggung gunung
Randjani tersebut. Saya sedikit heran mengapa mereka datang ke tempat yang
terpencil itu. Saya coba menanyakan dan mereka menjawab ingin melihat danau. Setelah usai survei, anggota
tim saya mengajak wisata ke Senggigi dan juga ke gili Trawangan. Tentu saja
banyak wisatawan asing karena sudah ada hotel di Senggigi.
Menjelang kepulangan saya ke Jakarta, salah satu
anggota tim saya yang berasal dari Praya memancing minat saya. ‘Apa tidak ke
Kuta melihat keindahan alam dulu sebelum pulang?’. Saya tidak terlalu tertarik,
karena dalam pikiran ingin pulan karena sudah seratus hari di Lombok. Tapi
teman itu terus menggoda. ‘Nanti nyesal lho tidak kesana?’. Saya baru menyadari
jika teman itu mengajak serius. Lalu saya bertanya. ‘Memang, seperti apa di
sana?; ‘Pasirnya sangat alami’ jawab teman itu. Saya semakin tertarik. ‘Bagaaimana
kita ke sana?’. ‘Hanya bisa naik motor’ jawabnya. Keesokan harinya saya sewa
motor dan kemudian menjemputnya di tempat yang dijanjikan. Kami berangkat
dengan motor Honda Astrea.
Sesampai di Kuta, kami menyusuri pantai. Pasir pantainya
sangat khas, sudah barang tentu karena pengaruh laut selatan. Airnya sangat bersih dan sehat. Masih sepi
dan saya tidak menemukan wisatawan asing. View terbaik bukan di pantai tetapi
di atas dari arah kami datang. Di area pantai, di sana sini terdapat beberapa sampah,
tapi bukan limbah seperti plastik atau buangan rumahtangga tetapi
ranting-ranting pohon atau semak yang terbawa arus ombak ke pantai.
Itulah kunjungan saya
yang pertama ke Kuta dan juga yang terakhir, Meski masih ada beberapa kali
bertugas ke Lombok pada tahun-tahun berikutnya tetapi tidak ke Kuta lagi. Tentu
saja Kuta kini sudah sangat jauh berubah. Tidak lagi sepi seperti dulu, sudah
jauh berkembang. Melihat peta satelit, Kuta telah bertransforasi mengejar Kuta
Bali. Saat menulis artikel ini saya kembali melihat Kuta melalui peta satelit.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sejarah raja raja keseluruhan ada bos sampai kesumatra
BalasHapus