*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Satu hal yang penting dalam sejarah kota-kota atau tempat-tempat penting di Indonesia adalah soal moda transportasi. Pertumbuhan dan perkembangan transportasi mengiringi sejarah itu sendiri. Namun sangat jarang sejarawan memperhatikan dan menulis moda transpoertasi tersebut. Tentu saja sejarah moda transportasi di pulau Lombok luput dari perhatian. Padahal liputan sejarah akan membantu secara kontekstual bagi pengambil kebijakan sehubungan dengan usulan-usulan perencanaan pembangunan pada masa kini.
Satu hal yang penting dalam sejarah kota-kota atau tempat-tempat penting di Indonesia adalah soal moda transportasi. Pertumbuhan dan perkembangan transportasi mengiringi sejarah itu sendiri. Namun sangat jarang sejarawan memperhatikan dan menulis moda transpoertasi tersebut. Tentu saja sejarah moda transportasi di pulau Lombok luput dari perhatian. Padahal liputan sejarah akan membantu secara kontekstual bagi pengambil kebijakan sehubungan dengan usulan-usulan perencanaan pembangunan pada masa kini.
Moda transportasi kereta Api di Lombok (Peta 1940) |
Lantas mengapa rencana pembangunan kereta api di
pulau Lombok tidak terwujud?
Demikian juga mengapa tidak pernah muncul gagasan pembangunan lapangan terbang
di Lombok? Yang jelas, pada masa kini pembangunan bandara di Lombok sudah
terwujud, tetapi tidak dengan pembangunan jalur kereta api. Usulan yang
mengemuka belakangan ini adalah pengadaan moda transpoertasi kereta api di
pulau Sumbawa. Apakah usulan kereta api di pulau Lombok dan pulau Sumbawa akan
terwujud? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional,
mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Studi Kelayakan Pembangunan Kereta Api di Lombok
Pasca Perang Lombok (1895) dan sehubungan dengan
pembentukan cabang Pemerinta Hindia Belanda di pulau Lombok pembangunan
dimulai. Seperti halnya di Jawa dalam mendukung pengembangan ekonomi dan
perdagangan, dibangun jalan dan jembatan pada era Gubernur Jenderal Daendels
(1808-1811). Pola ini juga yang dilakukan oleh Asisten Residen Lombok yang
pertama adalah membangun jalan dan jembatan.
Pada
era Kerajaan Bali Selaparang sudah terbentuk jalan dari Ampenan ke Mataram dan
dari Mataram ke Tjkranegara. Jalan yang dapat dilalui kendaraan kereta kuda
juga sudah sampai ke Narmada. Jalan yang sudah bisa dilalui kendaraan kereta
kuda juga hanya sampai ke Pagasangan dan Pagoetan. Satu ruas jalan yang sama
juga telah dibangun ke Goenoeng Sari (tempat peristirahatan raja yang pertama
dibangun). Keterangan ini paling tidak sudah diketahui pada tahun 1847 ketika
seorang Jerman Heinrich Zollinger melakukan ekspedisi ilmiah ke pedalaman
Lombok. Selebihnya jalan-jalan di daerah penduduk Sasak tidak terawat dan
sangat sulit dilalui dan belum ada jembatan. Jalan-jalan ini semakin sulit
dilewati pada musi hujan karena berlumpur. Pada saat Perang Lombok banyak
jembatan yang rusak, jembatan yang sebelumnya menghubungkan jalan-jalan bagus
yang dilalui kereta.
Salah satu jembatan yang dibangun adalah jembatan
di atas sungai Djangkok yang menghubungkan pelabuhan Ampenan dan Mataram.
Jembatan ini sudah beberapa tahun dibangun dengan biaya f75,000 (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 22-08-1904). Untuk menjaga kualitas jalan disebutkan baru-baru ini
telah dianggarkan sebanyak f10.000 untuk membangun sistem drainase jalan yang
menghubungkan Ampenan dan Mataram.
Beberapa
tahun sebelumnya Pemerintah telah memberi izin kepada seorang pedagang Cina di
Ampenan untuk merehabilitasi kapal uap eks milik Radja Bali Selaparang yang
rusak berat. Catatan: kapal Radja Selaparang yang diberinama Sri Matara. setelah
disita Pemerintah Hindia Belanda diganti namanya menjadi Smeroe (lihat De
locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-08-1896).
Dalam berita Soerabaijasch handelsblad, 22-08-1904
ini juga disebutkan bahwa perusahaan kereta api uap telah meminta izin untuk
menggunakan data pemerintah untuk pembangunan jalur kereta api dari Ampenan
melalui Mataram ke Tjakranegara dengan jalur cabang dari Tjakranegara ke Kediri.
Rencana pembangunan kereta api tersebut sudah
lama ada. Segera setelah berakhirnya Perang Lombok, pemerintah berencana untuk
meletakkan jalur trem di Lombok dan untuk tujuan tersebut seorang insinyur
dikirim ke Lombok dengan staf stockmen untuk melakukan pengukuran. Dalam proses
pengukuran tersebut di wilayah bagian tengah terjadi pemberontakan. Disebutkan
seorang pekerja kereta api asal Jawa terbunuh (lihat De grondwet, 12-09-1897). Namun
dalam perkembangannya bagaimana hasil pengukuran tersebut yang telah menelan
biaya pemerintah sekitar f20.000 tetapi kenyataannya kereta api tidak pernah
dibangun.
Dengan latar belakang itulah kemudian muncul
pihak swasta mengajukan permohonan konsesi kereta api di Lombok. Dewan siap
untuk memberikan konsesi, asalkan memenuhi syarat dan ketentuan setelah
pembayaran jumlah yang dihabiskan oleh pemerintah untuk penerimaan yang harus
ditanggung oleh pemohon. Pemohon tampaknya tidak ingin membahasnya. Sejumlah
pihak mendukung investor baru ini karena biaya f20.000 itu bisa saja ditawar
dan masih banyak yang percaya bahwa jika ada rencana serius oleh pelamar tidak
perlu takut dengan f 20.000 itu.
Studi kelayakan yang dilakukan oleh pihak swasta
tersebut mulai menemukan titik terang. Setahun kemudian, muncul pemberitaan di
surat kabar bahwa pemerintah telah meberikan konsesi kepada pemohon untuk
pembangunan dan pengoperasian kereta api melalui pulau Lombok, bergerak dari
Ampenan melewati Mataram, Tjakranegara, Abijan Teboe dan Bengkei ke Kediri,
dengan jalur dari Tjakranegara melalui Bertais ke Narmada (lihat De nieuwe
vorstenlanden, 13-11-1905). Lantas bagaimana kelanjutannya setelah pemerintah
mengeluarkan hak konsesi?
De nieuwe vorstenlanden, 13-11-1905 |
Tampaknya hasil studi kelayakan yang diinisiasi
oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia dan hasil studi kelayakan yang
dilakukan oleh swasta mengindikasikan pembangunan kereta api di Lombok tidak
menguntungkan. Pemerintah menyerah dan swasta juga kemudian menyerah. Meski
demikian, pengadaan kereta api di pulau Lombok sangat diharapkan oleh
pemerintah lokal dan para pedagang swasta di Ampenan. Apakah masih ada swasta
yang berminat?
Upaya pembangunan kereta api di pulau Lombok tidak
pernah menyerah. Residen Bali en Lombok di Boeleleng dan Asisten Residen di
Mataram, Lombok terus mendorong investor untuk mengambil konsensi yang telah
ditawarkan Pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Residen dan Asisten Residen terus
berharap pembangunan kereta api di Lombok. Namun belum ada investor swasta yang
benar-benar mewujudkannya. Permintaan dan penawaran masih belum ketemu. Oleh
karena itu, Residen dan Asisten Residen belum menghapus peta jalur kereta api
di peta Lombok.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pendaratan Pesawat Pertama di Lombok
Pesawat pertama (dari Amsterdam) mendarat di
Indonesia di lapangan terbang Polonia Medan. Itu terjadi pada tahun 1924. Dari
Singapura pesawat yang sama kemudian mendarat di lapangan terbang Tjililitan,
Batavia (kini Cililitan, Jakarta). Dua bandara ini (Polonia dan Cililitan)
menandai awal sejarah aviasi (penerbangan) di Hindia Belanda. Setelah sukses
pendaratan tersebut, Panitia Penerbangan Hindia Belanda langsung mengirim
telegram ke Ratu Wilhelmina dan sang Ratu langsung mengirim ucapan selamat.
Ucapan selamat juga disampaikan kepada tiga penerbang dan langsung mendapat
bintang (lihat De Zuid-Willemsvaart, 25-11-1924). Itulah awal penerbangan di
Hindia Belanda,
Sejak
peristiwa bersejarah ini lalu muncul gagasan penerbangan sipil di Hindia. Lalu
didirikan Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM)
pada tanggal 16 Juli 1928. Layanan pertama dilakukan masih sebatas di Jawa.
Rute pertama yang dikembangkan adalah untuk menghubungkan Batavia dan Bandoeng.
Rute berikutnya yang dikembangkan adalah untuk menghubungkan Batavia dan
Semarang. Layanan ini dimulai tanggal 1 November 1928. Selanjutnya KNILM
memperluas layanan hingga ke Soerabaja.
Lantas bagaimana dengan pulau Lombok? Belum
ada jalur penerbangan yang secara khusus dibuat untuk menyambung rute yang
sudah ada hingga Soerabaja. Demikian juga jalur penerbangan ke Bali juga belum
terbentuk. Namun tentu saja tidak ada halangan bagi penduduk Lombok untuk
melihat pesawat terbang. Itu terjadi pada tahun 1934. Pesawat terbang
benar-benar muncul di Lombok. Namun tidak mendarat di darat, tetapi melaut di
perairan pantai Ampenan (lihat De koerier, 30-07-1934). Pesawat tersebut adalah pesawat militer ketika
skuadron berlatih perang di teluk Ampenan.
De koerier, 30-07-1934 |
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kebutuhan Lapangan Terbang di Lombok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar