Rabu, 06 Januari 2021

Sejarah Banten (1): Sejarah Awal Banten, Sejarah Masa Kini Riwayat Tempo Doeloe; Pelabuhan Besar Pantai Utara Jawa (Barat)

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Setelah mempelajari Sejarah Aceh, kini giliran Sejarah Banten dipelajari. Pada masa lampau terutama pada era Portugis nama Atjeh dan nama Banten begitu penting seperti halnya Malaka. Pada era ini di ufuk timur nama-nama Ternate, Tidore, Amboina dan Banda sangat bersinar sebagai sentra utama rempah-rempah. Nama Banten mulai meredup pada paruh kedua abad pertama era VOC, Meski demikian, sejarah Banten tetap berlangsung, bahkan hingga ini hari. Keseluruhan era yang akan dipelajari Sejarah Banten.

Serial artikel Sejarah Banten adalah bagian tidak terpisahkan Sejarah Menjadi Indonesia. Nama besar Banten tercatat dalam tinta emas dalam narasi sejarah dunia. Oleh karena itu, seperti Sejarah Atjeh, dalam hal ini Sejarah Banten akan ditinjau dari berbagai aspek dari semua era: era Hindoe, era Islam, era Eropa, dan era Idonesia sendiri. Dalam blog ini selain serial artikel Sejarah Aceh, juga telah disajikan serial artikel Sejarah Jakarta, Sejarah Depok Sejarah Tangerang Sejarah Bekasi Sejarah Bogor, Sejarah Sukabumi dan Sejarah Bandung. Dalam blog ini juga sudah disajikan sejarah Semarang (Jawa Tengah), Sejarah Yogyakarta dan Sejarah Surabaya (Jawa Timur), Sejarah Bali, Sejarah Lombok, Sejarah Ambon (Maluku bagian selatan), Sejarah Makassar (Sulawesi bagian selatan) dan Sejarah Manado (Sulawesi bagian selatan). Tentu saja sejarah di wilayah-wilayah pulau Kalimantan dan pulau Sumatra plus Semenanjung Malaya. Sebelum mengakhiri serial sejarah wilayah sebelum mengerucut pada Serial Artikel Sejarah Menjadi Indonesia, setelah serial artikel Sejarah Banten ini akan ditinjau Sejarah Timor, Sejarah Ternate dan Sejarah Papua plus Sejarah Australia.

Lantas mengapa serial artikel Sejarah Banten dibuat? Tentu saja bukan semata-mata karena nama besar Banten tetapi karena dimaksudkan untuk menyusun Sejarah Menjadi Indonesia. Lalu mengapa harus ditulis kembali padahal sejarah Banten sudah ditulis? Hanya semata-mata untuk memperkaya pemahaman. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, sejarah adalah narasi fakta dan data. Itu berarti sejauh ditemukan data baru, penulisan narasi sejarah tidak pernah berhenti. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan, maka dalam serial Sejarah Banten ini kita mulai dengan artikel pertama tentang asal-usul Banten. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Banten: Era Portugis

Banyak sumber pada era Portugis, dua yang terkenal adalah tulisan-tulisan Tome Pires dan Mendes Pinto. Tome Pires (1468-1540) masih merekam ketika Radja Pakwan-Padjadjaran meminta bantuan Portugis di Malaka atas ancaman Chirebon dan Bantam (Islam) dimana akhirnya (kerajaan) Pakwan-Padjadjaran (Hindoe) jatuh. Tamatnya (kerajaan) Pakwan-Padjadjaran ini, Chirebon dan Bantam berkembang pesat. Pelabuhan Zunda, yang diduga sebagai pelabuhan utama Pakwan-Padjadjaran juga mulai tumbuh. Mendes Pinto (1509-1583) menulis eksistensi awal (kerajaan) Zunda.

Mendes Pinto tiba di Malaka tahun 1539. Mendes Pinto mendapat tugas pertama dari Kaptein Portugis di Malaka untuk berkunjung ke Kerajaan Aroe, Batak Kingdom di seberang selat di daerah aliran sungai Baroemoen (kini Padang Lawas, Tapanuli Selatan). Kerajaan Aroe tengah berselisih dengan Kerajaan Atjeh. Dalam kunjungannya yang kedua ke Malaka, Mendes Pinto memiliki kesempatan berlayar ke Jawa. Disebutkannya, Raja Demaa (Demak), kaisar dari semua Pulau Iaoa (Jawa), Angenia, Bala, Madura, dan pulau lainnya. Radja Demak menempatkan seorang duta besar di (kerajaan) Zunda. Juga disebutkan bahwa Radja Demak sedang melakukan persiapan di kota Iapara (Jepara) untuk menyerang (kerajaan) Passaruan (Pasuruan). Disebutkan Zunda adalah kota dari Ba
nta (Bantam), untuk mendukung Radja Demak kedutaan diserahkan kepada Raja Zunda, lalu duta besar ini membawa tujuh ribu prajurit, selain mariners (pelaut) dan pendayung (budak) yang diantaranya terdapat empat puluh Portugis. Seperti yang kita lihat nanti, pada awal era VOC, di wilayah Pasuruan ini terdapat komunitas Portugis. Setelah itu, Mendes Pinti kembali ke Zunda dan seterusnya kembali ke kapalnya di palabuhan Bantam (karena hendak berlayar ke Cina). Setelah dari Cina (1547) Mendes Pinto kembali ke Jawa dan singgah di pulau Condor (wilayah) Camboya (Kamboja) dan pulau Lingua (Lingga, Riau). Dalam pelayaran mereka diserang angin badai dan terdampar di pantai dimana terdapat beberapa kampong yang wilayah ini banyak gajah dan harimau. Penduduk setempat menjual mereka sebagai budak kepada Radja Calapa. Lalu Radja Calapa yang membeli membebaskannya dan mengirimkannya ke Radaja Zunda. Radja Calapa dalam hal ini adalah Radja di Pulau Kalapa. Mendes pinto dan orang yang tersisa bertemu (kembali) orang Portugis.

Mendes Pinto sedikit banyak telah menginformasikan keberadaan Zunda dan Calapa serta (pelabuhan) Bantam. Dalam keterangan Mendes Pinto ini, paling tidak hingga tahun 1547 Zunda adalah kota dari Bantam tetapi berada di bawah (kerajaan) Demak.

Soal nama Banten tidak perlu dilacak lebih lanjut. Yang jelas bahwa nama Banten sudah ditulis (tercetak) yang dapat diverifikasi pada tahun 1547. Pada masa ini ada sejarawan yang membuat versi baru asal nama Banten. Disebutnya bahwa ‘Banten berasal dari kata ‘‘bantahan’’, dikarenakan masyarakat tidak mau tunduk pada peraturan yang telah ditetapkan oleh Belanda’. Jelas ini keliru, karena nama Banten sendiri sudah eksis sejak era Portugis (jauh sebelu kehadiran orang Belanda). Intinya adalah bahwa jika tidak bisa ditemukan jawaban, janganlah dicari-cari (diada-adakan). Argumentasi seharusnya yang relevan saja.

Kota pelabuhan Banten diduga kuat berada di sisi barat muara sungai (seperti halnya kota Sunda Kelapa di sisi barat muara sungai Tjiliwong). Sungai tersebut adalah sungai Cibanten yang sekarang. Hal ini didasarkan pada sketsa yang dibuat oleh Cornelis Claesz (1596). Di arah hulu sungai ini disodet ke arah barat dan ke arah timur untuk membangun kanal yang berfungsi untuk drainase (mengurangi banjir di tengah kota) yang juga dua kanal sayap ini dijadikan sebagai barier kraton.

Kota pelabuhan Banten ini pada masa kini masuk wilayah desa Banten, kecamatan Kasemen, Kota Serang (14 Km dari pusat Kota Serang). Sungai Cibanten ini ke arah hulu melewati Kota Serang yang sekarang. Adanya tsunami pada tahun 1883 (meletusnya gunung Krakatau) diduga kuat situasi dan kondisi topografi kota Banten sedikit berubah. Arus sungai utama Cibanten di hilir bergeser mengikuti kanal timur, sedangkan di arah hulu mengikuti kanal barat.

Siapa yang pertama tinggal di kampong Banten ini (sebelum menjadi kerajaan), tentu saja bukan orang Sunda. Yang tinggal adalah para pendatang (dari arah lautan) yang membuat pemukiman sebagai ‘hub’ perdagangan untuk bertransaski (perdagangan) dengan penduduk asli (orang Sunda) di pedalaman. Perkampongan orang Sunda, paling dekat dengan pemukiman di muara sungai, diduga kuat paling dekat berada di Kota Serang yang sekarang. Penduduk asli (Sunda) pada saat itu bukanlah pelaut, tetapi petani atau pengumpul hasil-hasil hutan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Era Belanda (VOC): Kesultanan Banten

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar