*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Sebelum ada sekolah guru (hoogerekweekschool) dan fakultas (hoogeschool) di Indonesia (baca: Hindia Belanda; siswa-siswa pribumi asal Hindia harus melanjutkan studi ke Belanda. Studi ke Belanda adalah awal revolusi pendidikan bagi golongan pribumi di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Pribumi pertama studi ke Belanda adalah Sati Nasoetion tahun 1857 untuk mendapatkan akta guru. Baru tahun 1896 pribumi memulai studi ke perguruan tinggi di Belanda yakni Raden Sosro Kartono untuk mendapatkan gelar sarjana.
Lantas bagaimana sejarah pribumi generasi pertama studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, pribumi pertama melanjutkan studi ke Belanda adalah Sati Nasoetion alias Willem Iskander. Lalu kemudian pada tahap berikutnya pribumi yang melanjutkan pendidikan tinggi di Belanda yang dimulai oleh Raden Kartono. Lalu bagaimana sejarah pribumi generasi pertama studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pahlawan Indonesia – Pribumi Generasi Pertama Studi di Belanda: Willem Iskander (1857)
Pengetahuan adalah persyaratan elementer perjuangan bangsa (kesejahteraan). Pengetahun yang dimaksud adalah tambahan pengetahuan melalui proses pendidikan moder, Yang dimaksud pendidikan modern adalah proses pembelajaran dengan menggunakan aksara Latin. Dengan demikian dimungkinkan terbentuk relasi pendidikan di Eropa di Hindia (baca: Indonesia). Oleh karenanya pendidikan penduduk pribumi (bangsa Indoensia) dengan pendidikan di Eropa terkoneksi melalui proses penddidikan yang menggunakan aksara Latin.
Sejak kehadiran bangsa Eropa di Nusantara, kkhususnya orang-orang Belandsa (era VOC dan Pemerintah Hindia Belanda), introduksi aksara Latin secara perlahan diperluas diantara penduduk dan dintensifkan dari waktu ke waktu. Ini diawali program pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah-sekolah (dasar) di berbagai tempat utama dengan introduksi aksara Latin. Guru-guru asal Belanda didatangkan dan menjadi guru di sekolah-sekolah yang didirikan. Dalam konteks inilah pengetahuan (baru) dari Eropa diperkenalkan kepada para siswa melalui buku dan memungkinkan untuk mampu membaca berita surat kabar atau mejalah. Lalu untuk menggantikan posisi guru yang didatangkan, dimulai mendirikan sekolah guru (kweekschool) pribumi di Soerakarta tahun 1851. Namun jumlah guru baru lulusan sekolah guru tersebut hanya setitik dari yang dibutuhkan sangat banyak, belum lagi soal kualitasnya.
Pada tahun 1857 seorang lulusan sekolah rakyat di afdeeling Angkola Mandailing (Res. Tapanoeli) menyadari arti pendidikan dan kualitas pendidikan bagi pribumi terutama ke masa depan dan kemudian melanjutkan studi keguruan di Belanda. Lulusan sekolah rakyat itu adalah Sati Nasoetion, pribumi pertama yang melanjutkan studi ke Belanda. Sati Nasoetion berhasil dalam studi dan lulus tahun 1860 mendapat akta guru di Haarlem, Belanda.
Sebelum Sati Nasoetion berada di Belanda, tidak diketahui seberapa banyak orang pribumi. Apakah ada yang bekerja di pelabuhan atau kapal-kapal di Belanda atau apakah ada yang menjadi anak asuk atau pembantu rumah tangga di Belanda tidak diketahui secara jelas. Yang pasti adalah sebelumnya diketahui sudah ada pribumi yang berada di Belanda, paling tidak satu orang yakni Raden Saleh, dibawa ke Belanda karena talentanya dalam hal melukis pada tahun 1829. Setelah dua dasar warsa, dengan kemampuan melukis Raden Saleh yang hebat kembali ke tanah air pada tahun 1852. Tentu saja Raden Saleh tidak pernah bertemu dengan Sati Nasoetion karena beda periode waktu..
Dengan izajah akta guru di Belanda, Sati Nasoetion alias Willem Iskander pulang ke tanah air pada tahun 1861 dan kemudian pada tahun 1862 mendirikan sekolah guru di kampong halamannya di Tanobato, onderafdeeling Mandailing.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pribumi Generasi Pertama Kuliah (Perguruan Tinggi) di Belanda: Raden Sosro Kartono (1896)
Seperti halnya Sati Nasoetion alias Willem Iskander, pada tahun 1896, Raden Sosro Kartono (abang RA Kartini) menyadari arti penting melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi (fakultas/universitas). Tidak lama setelah lulus sekolah menengah (HBS) di Semarang, Raden Kartono berangkat studi ke Belanda.
Raden Kartono studi di Polytechnische di Delft. Ini mengindikasikan bahwa Raden Kartono adalah generasi kedua pribumi studi di Belanda. Posisi Raden Kartono ini menjadi sangat penting, sebab hanya Raden Kartono satu-satunya pribumi yang tengah studi di Belanda. Dalam hal ini Raden Kartono adalah pembuka pintu pendidikan yang lebih tinggi (perguruan tinggi).
Setelah ada beberapa pribumi studi di Belanda (R Kartono, Soetan Casajangan, Abdoel Rivai dan Djamaloedin), lalu kemudian pada tahun 1906 Hoesein Djajadiningrat, yang baru lulus HBS di Batavia tiba di Belanda. Pada tahun ini juga Raden Soemitro lulusan sekolah HBS di Batavia meneruskan sekolah HBS di Belanda. Pada tahun 1907 salah satu pribumi yang tiba di Belanda adalah lulusan sekolah HBS Semarang Raden Mas Notosoeroto). Pada tahun 1908 jumlah pribumi yang tengah mempersiapkan diri maupun yang tengah studi sudah mulai banyak. Berapa banyaknya? Masih sedang di listing sevara lengkap.
Pada tahun 1908, saat mana jumlah pribumi sudah cukup banyak, Soetan Casajangan menginisiasi pembentukan organisasi pribumi yang studi di Belanda. Setelah mengirim undangan ke semua yang ada, pada tanggal 25 diadakan pertemuan di kediaman Soetan Casajangan di Leiden yang dihadiri oleh 15 orang. Di sepakati dibentuk organisasi pribumi yang studi di Belanda dengan nama Indische Vereeniging. Untuk penguruan dipilih secara aklamasi Soetan Casajangan sebagai ketua dan Raden Soemitro sebagai sekretaris.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar