*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Batanta merupakan salah satu dari empat pulau
terbesar di kepulauan Raja Ampat di provinsi Papua Barat Daya. Pulau-pulau
utama lainnya di kepulauan ini adalah Salawati, Misool dan Waigeo. Pulau Batanta
bertetangga di utara pulau Salawati. Distrik Batanta Selatan terdiri desa Amduy,
Arefi, Wailebet, Yenanas dan Yensawai. Distrik Batanta Utara terdiri Arefi
Selatan, Arefi Timur, Yensawai Barat dan Yensawai Timur.
Bahasa Batanta dituturkan di kampung Pepasena, distrik Batanta Selatan, kabupaten Raja Ampat, Pulau Batanta, Provinsi Papua Barat. Kampung Pepasena terletak di pesisir pantai mayoritas penghuninya (80%) merupakan etnik Batanta. Selain di kampung Yenanas, bahasa Batanta dituturkan juga di kampung Waylebet di sebelah barat. Di kampung Yenanas juga ada bahasa Biak. Wilayah tutur bahasa Batanta berbatasan dengan wilayah tutur bahasa Biak di sebelah timur (kampung Amdoi) dan utara (kampung Waylebet), dan wilayah tutur bahasa Tepin di sebelah selatan (kampung Solol). Perbandingan isolek Batanta dengan bahasa di sekitar merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan 82,75%—100%. Jika dibandingkan dengan bahasa Ambel menunjukkan perbedaan leksikon dan fonoligi sebesar 95,75%, dengan bahasa Tepin sebesar 82,75%, bahasa Esaro (Kawit) sebesar 89,25%, bahasa Efpan sebesar 99,75%, dan bahasa Moi Sigin sebesar 99%. (https://petabahasa.kemdikbud.go.id/)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Batanta orang Batanta di pulau Batanta? Seperti disebut di atas bahasa Batanta dituturkan di pulau Batanta. Bahasa Biak orang Biak Teluk Cendrawasih di pulau Batanta. Lalu bagaimana sejarah bahasa Batanta orang Batanta di pulau Batanta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Batanta Orang Batanta di Pulau Batanta; Bahasa Biak Orang Biak Teluk Cendrawasih di Pulau Batanta
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Biak Orang Biak Teluk Cendrawasih di Pulau Batanta: Pulau Batanta Masa ke Masa
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar