Minggu, 05 Maret 2023

Sejarah Malang (23): Orang Tengger Bahasa Mirip Berbahasa di Jawa; Riwayat Asal Usul Orang Tengger Sejak Era Hindoe Boedha


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Wilayah orang Tengger di ketinggian sebenarnya memiliki akses ke berbagai penjuru ke Pasoeroean, Probolinggo dan Malang. Secara geografis tidak benar-benar terisolir, hanya terisolir ke garis angkasa. Orang Tengger lebih luas penglihatannya dari orang Malang asli sendiri; Orang Tengger dapat melihat ke utara kota Pasoeroean, Probolinggo bahkan pantai selatan pulau Madura dan juga dapat melihat laut di pantai selatan Jawa. Tak ada yang kurang bagi orang Tengger, hanya satu yang sangat ditakutkan mereka yakni gunung kembali aktif. Untuk menangkalnya orang Tengger dalam tradisi leluhur memberikan persembahan.


Ngadas sebuah desa di kecamatan Poncokusumo, Malang, salah satu dari 36 desa suku Tengger yang tersebar di dalam empat kabupaten (di tengah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru/TNBTS). Ngadas merupakan kantung (enclave) dari TNBTS berada di ketinggian 2.150 M dpl dengan topografi berbukit. Masyarakatnya berprofesi petani dengan pemeluk kepercayaan Budha Jawa sebesar 50%, Islam 40% dan Hindu 10%. Ngadas dibuka oleh Eyang Sedek abad ke-18 sebagai upaya perluasan pengaruh kerajaan Kasunanan Surakarta. Namun menjadi migrasi masyarakat Tengger yang sebelumnya tinggal di desa lain di sekitar gunung Bromo. Kini hampir 99% warga Ngadas merupakan masyarakat suku Tengger. Dalam kebudayaan Joko Seger dan istrinya Loro Anteng disebut keturunan dewa-dewa. Hubungan antara gunung Bromo dengan warga Ngadas upaya Joko Seger yang pernah mengorbankan putra bungsunya atau putra ke-25 (Kusuma) sebagai sesaji untuk gunung Bromo untuk membuat warga meyakini gunung Bromo tidak akan meletus. Masyarakat Tengger melakukan upacara seperti dilakukan para leluhur untuk memperoleh keselamatan desa. Upacara Kasada merupakan upacara adat yang dilaksanakan setiap tanggal 14 atau 15 bulan purnama. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah orang Tengger berbahasa mirip bahasa Jawa? Seperti disebut di atas, orang Tengger adalah kelompok populasi yang dibedakan dengan orang Jawa di pedalaman Jawa. Namun apa yang membedakaan diantara mereka menjadi menarik untuk diperhatikan, sebab riwayat asal usul orang Tengger diduga sejak era Hindoe Boedha. Lalu bagaimana sejarah orang Tengger berbahasa mirip bahasa Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 04 Maret 2023

Sejarah Malang (22): Pegunungan Selatan di Pantai Selatan, Peradaban Awal di Wilayah Malang; Jauh Di Mata Tetapi Dekat Di Hati


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Dalam narasi sejarah Malang tidak pernah terpikirkan apa itu Pegunungan Selatan. Para warga Malang hanya melihat keutamaan Pegunungan Penanggungan. Mungkin terlupakan Pegunungan Selatan. Para penduduk di selatan menunjuk gunung Kendeng. Pegunungan Selatan ini terkesan sebagai sabuk bagi wilayah dataran tinggi Malang di bagian belakang dimana pintu gerbang berada di sebelah utara di Pegunungan Penanggungan. Namun setiap sabuk memiliki lobang pengancing yang justru menjadi celah peradaban awal di wiilayah Malang. Bagaimana bisa? Ada gunung Kendeng lainnya di selatan Jawa.


Gunung Kendeng merupakan sebuah gunung yang berada di perbatasan kabupaten Cianjur dengan kabupaten Bandung, provinsi Jawa Barat. Gunung ini merupakan gunung api purba yang sudah mati. Hanya sisa-sisa kegiatan magmatis gunung Kendeng terlihat jelas dengan adanya kaldera bekas kawah yang berbentuk nyaris lingkaran sempurna berdiameter lebih dari 2 Km. Ada lima puncak di tepi kalderanya yaitu Puncak Pasir Turen (1.918 M), Puncak Kendeng (1.901 M), Puncak Pasir Kendeng (1.852 M), Puncak Batu (1.816 M) dan Puncak Malang (1.795 M). Gunung Kendeng terakhir aktif antara 1,8 Juta-700.000 tahun yang lalu dan meletus dahsyat dengan tekanan gasnya yang sangat tinggi hingga merobek sisi bagian barat daya membentuk punggungan serta lembah curam sepanjang 25 Km yang kini dialiri oleh Sungai Citajur. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pegunungan selatan dan laut selatan, peradaban awal di wilayah Malang? Seperti disebut di atas, kawasan pegunungan di selatan yang bagaikan sabuk bagi dataran tinggi Malang kurang terperhatikan dalam narasi sejarah Malang. Mengapa? Jauh di mata tetpai dekat di hati. Lalu bagaimana sejarah pegunungan selatan dan laut selatan, peradaban awal di wilayah Malang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Malang (21): Riwayat Pegunungan Penanggungan di Pantai- Gunung Bra[h]ma, Bromo di Pedalaman; Kerajaan Singhasari


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Wilayah Malang adalah wilayah dataran tinggi dan wilayah pegunungan. Di seputar kota Malang dengan jelas terlihat puncak-puncak gunung Kawi, Arjuno, Bromo dan gunung Semeru. Namun dalam sejarah peradaban di kawasan sejatinya memiliki dua ‘pintu gerbang’ yakni Pegunungan Penanggungan di sebelah utara dan Pegunungan Selatan di sebelah selatan. Artikel ini membicarakan Pegunungan Penanggungan dimana puncaknya disebut gunung Penanggungan.


Gunung Penanggungan (Pawitra) (1.653 m dpl) gunung berapi kerucut kondisi istirahat. Posisinya berada di perbatasan kabupaten Mojokerto (sisi barat) dan kabupaten Pasuruan (sisi timur). Gunung Penanggungan gunung kecil satu kluster dengan gunung Arjuno dan Welirang. Memiliki kesejarahan, di sekujur permukaannya, dari kaki sampai puncak, dipenuhi banyak situs kepurbakalaan dari periode Hindu-Buddha. Gunung Penanggungan dipandang gunung keramat, suci, dan jelmaan Mahameru, gunungnya para dewa. Dalam kitab Tantu Panggelaran 1635 M, dinyatakan para dewa sepakat untuk menyetujui bahwa manusia dapat berkembang di Pulau Jawa, namun pulau itu tidak stabil, selalu berguncang diterpa ombak lautan. Untuk menstabilkan, para dewa memindahkan gunung Mahameru dari Jambhudwipa ke Jawadwipa. Dalam perjalanan kepindahan tersebut, sebagian Mahameru ada yang rontok berjatuhan, menjelmalah gunung-gemunung yang ada di Pulau Jawa dari barat ke timur, bagian terbesarnya jatuh menjadi gunung Semeru, puncak Mahameru dihempaskan oleh para dewa menjadi Pawitra yang sekarang disebut Gunung Penanggungan. Karena itu, Pawitra menjadi gunung keramat dalam pemikiran Jawa masa Hindu-Buddha, karena puncak Mahameru yang dipindahkan ke Jawa. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pegunungan Penanggungan di pantai dan gunung Brama, Bromo di pedalaman? Seperti disebut di atas, gunung Penangungan adalah salah satu gate menuju pegunungan di pedalaman di wilayah Malang. Sebagaimana diketahui tempo doeloe terdapat Kerajaan Singhasari. Lalu bagaimana sejarah pegunungan Penanggungan di pantai dan gunung Brama, Bromo di pedalaman? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 03 Maret 2023

Sejarah Malang (20):Surat Kabar di Malang, Pers Berbahasa Melayu- Berbahasa Belanda; TjahajaTimoer Malang-TjajaTimoer Batavia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Surat kabar di Indonesia sudah eksis sejak era Pemerintah Hindia Belanda seperti di Batavia dan Soerabaja. Bagaimana dengan di Malang? Dalam Wikipedia disebut Tjahaja Timoer adalah surat kabar (berbahasa Melayu) terbit pertama kali pada Januari 1907 di Malang dipimpin oleh RM Bintarti dicetak dan dikembangkan oleh Sneepers dan Stendrukkkerij Kwee. Bagaimana dengan surat kabar berbahasa Belanda?


Okky Pramudhita menulis di Kompasiana dengan judul ‘Penerbitan & Percetakan di Kota Malang Masa Kolonial: Sebuah Pendekatan Sejarah’ sebagai berikut (mengutip yang diperlukan saja): Pada tahun 1907 terdapat sebuah percetakan yang bernama Snelpersdrukkerij didirikan oleh seorang Cina bernama Kwee Khay Khee. Percetakan Snelpersdrukkerij dikenal percetakan menerbitkan Tjahaja Timoer. Pada tahun 1918 muncul percetakan baru bernama Paragon Press juga dimiliki oleh warga Cina Khwee Sing Thay. Saat ini hanya satu percetakan tersisa di Malang sejak era kolonial, yaitu percetakan bernama Perfectas beralamat di jalan Wiro Margo. percetakan pertama kali didirikan 1920 pada waktu itu produksinya majalah dan karya sastra. Tjamboek Berdoeri nama samaran seorang jurnalis Cina kelahiran Pasuruan dengan nama asli Kwee Thiam Tjing. Kwee juga pernah merasakan hidup di penjara Kalisosok dan Cipinang selama 10 bulan pada tahun 1925 karena dianggap menghina Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1930 terdapat media cetak nama Pergaoelan, dengan Doel Arnowo sebagai pemimpin redaksinya. Ada juga surat kabar dengan nama Al Ichtijaar yang terbit tahun 1937, yang dikelola oleh santri kota Malang. Tjahaya Timoer diperkirakan terbit 1907 dan De Malanger terbit 1929 (https://www.kompasiana.com/)

Lantas bagaimana sejarah surat kabar di Malang, pers berbahasa Melayu dan berbahasa Belanda? Seperti disebut di atas, keberadaan surat kabar di Malang paling tidak disebut sudah ada pada tahun 1907 namanya Tjahaja Timoer. Apakah ada hubungannya dengan Tjaja Timoer di Batavia yang dipimpin Parada Harahap? Lalu bagaimana sejarah surat kabar di Malang, pers berbahasa Belanda dan berbahasa Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Malang (19): Nama Jalan di Kota Malang, Heerenstraat hingga Jalan Merdeka; Penamaan Jalan di Malang Masa ke Masa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Apa pentingnya sejarah penamaan jalan, juga termasuk di Kota Malang? Terkesan tidak penting-penting amat. Namun penamaan jalan juga memilikiu perjalanan sejarahnya sendiri. Nama jalan yang ada pada masa ini di Kota Malang, di masa lampau sudah memiliki namanya sendiri. Oleh karena itu jalannya relative tidak berubah, yang berubah adalah namanya. Semua itu bermula dari satu nama jalan: Heerenstraat. Nama itu nama jalan bermula?


Himan Miladi menulis di Kompasiana dengan judul Politik dan Drama di Balik Nama Jalan Kota Malang sebagai berikut (mengutip yang diperlukan saja): Nama jalan salah satu simbol sering terlupakan. Berbeda keberadaan patung atau monumen, nama jalan sering tidak dianggap simbol hanya karena ia berupa nama, sebuah tulisan pada papan di awal sebuah jalan. Tidak menutup kemungkinan ada sejarah panjang berupa politik dan drama kemanusiaan dalam setiap proses penamaan sebuah jalan. Dalam setiap pergantian periode kekuasaan, seringkali nama jalan, dan juga simbol yang lain berubah, atau bahkan lenyap. Perubahan ini seakan mengukuhkan arti nama jalan sebagai sebuah simbol sekaligus usaha penguasa untuk membangun kenangan kolektif terhadap warganya. Pergantian nama jalan-jalan juga merupakan wujud perebutan kontrol atas makna simbolik dalam pembangunan lingkungan kota. Setiap Pemerintah Daerah mempunyai aturan tersendiri penamaan jalan. Dalam proses perubahan ini bisa jadi ada sesuatu latar belakangnya, politik, usulan masyarakat, sampai latar belakang timbulnya budaya baru pada daerah tersebut. Peraturan mengadopsi peraturan era kolonial Belanda. Aturan itu berbunyi "Verordening regelende het geven van namen aan straten, wegen, pleinen en dergelijke voor het publiek toegankelijke plaatsen, andere dan die door den Gementeraad zijn vasgesteld" (Peraturan yang mengatur penamaan jalan, jalan, alun-alun dan tempat-tempat seperti yang dapat diakses publik, ditetapkan oleh Gementeraad/Dewan Kota). (https://www.kompasiana.com/)

Lantas bagaimana sejarah nama jalan di Kota Malang, Heerenstraat hingga jalan Merdeka? Seperti disebut di atas, bagaimana sejarah nama jalan terkesan tidak penting-penting amat, tetapi sesungguhnya ada perjalanan sejarahnya, pembangunan jalan dan perubahan nama di atasnya, dari masa ke masa. Lalu bagaimana sejarah nama jalan di Kota Malang, Heerenstraat hingga jalan Merdeka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 02 Maret 2023

Sejarah Malang (18): Hotel di Malang Masa ke Masa; Lapidoth Hotel Nama Hotel Jensen Palace Hotel Asoma Hotel dan Hotel Pelangi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Keberadaan hotel berbagai tempat di Indonesia sudah sejak era Hindia Belanda. Ada hotel yang masih eksisi hingga ini hari. Bagaimana dengan di Malang? Konon, disebut hotel tertua di Malang yang dibangun tahun 1861 dan hotel tersebut masih eksis. Apakah masih ada hotel lain di Malang? Bagaimana masa hidupnya? Mari kita telusuri ke masa lampau.


Kisah Hotel Pertama di Malang pada Masa Kolonial. Terakota.id. 11/02/2019. Abraham Lapidoth, tinggal di Malang mendirikan hotel di alun-alun 1860. Hotel menjadi salah satu penginapan paling awal berdiri, diberi nama Lapidoth Hotel. Arsitektur ada unsur budaya Jawa, berupa joglo dipadukan nuansa Eropa. Hotel berusia 159 tahun kini Hotel Pelangi. Terletak di Jalan Merdeka Selatan nomor 3 Kota Malang. Kondisi hotel sekarang ini masih 60 persen seperti kali pertama dibangun. Sisa-sisa warisan masa lalu itu masih bisa dijumpai, misalnya, salah satu ruangan yang kini berfungsi sebagai Hall Lodji Coffe Shop and Resto. Seluruh bagian atap dan tegel ruangan masih aslinya. Dinding ruangan, tertempel 22 lukisan keramik didatangkan langsung dari Belanda. “Tamu kami berasal dari Belanda menyebut beberapa tempat yang dilukisan keramik itu masih ada,” ujar Arda. Pada 1870, nama Lapidoth Hotel jadi Hotel Malang dan diganti lagi jadi Hotel Jensen 1900. Beberapa tahun kemudian, hotel dijual dan sebagian bangunannya dihancurkan. Pada 1915, pemilik baru membangun kembali hotel dengan nama Palace Hotel. Arsitektur bangunannya pun ikut diubah. Dua menara tinggi menjulang dibangun di sisi kiri dan kanan pada tengah bangunan utama. Pada pendudukan Jepang (1942-1945) namanya menjadi Asoma Hotel. Hotel ini mengalami kerusakan parah, dua menara dan sebagian besar bangunannya hancur karena pembakaran terjadi dalam peristiwa Malang Bumi Hangus. Pengusaha Banjarmasin membeli hotel itu pada 1953 nama Palace Hotel diubah menjadi Hotel Pelangi 1964. “Pengelola sekarang adalah generasi kedua,” ujar Arda. (https://www.terakota.id/)

Lantas bagaimana sejarah hotel di wilayah Malang, masa ke masa? Seperti disebut di atas, hotel tertua di Malang masih eksis hingga ini hari. Hotel tersebut disebutkan dibuka tahun 1861. Hotel itu berganti nama dari Lapidoth Hotel menjadi Hotel Jensen, Palace Hotel, Asoma Hotel dan kini dengan nama Hotel Pelangi. Lalu bagaimana sejarah hotel di wilayah Malang, masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.