Suporter sepak bola adalah bagian dari sepak bola. Sejarah suporter sepak bola setua klub sepak bola. Pertandingan derby (rivalitas) dua klub sepak bola menjadi hal yang ditunggu suporter sepak bola. Suporter fanatik adalah suporter setia klub yang mendukung klub kemana pun bertanding. Pertandingan derby clasico (El Clasico) adalah pertandingan rivalitas dua klub yang sudah ada sejak doeloe dan berlangsung hingga kini. El Clasico tidak hanya antara Real Madrid dengan Barcelona, tetapi juga antara lain: PSMS Medan versus Persib Bandung.
Iklan El Clasico Jakarta vs Persib, 1927 |
Suporter sepak bola
Bandung, yang disebut Bobotoh terbilang suporter fanatik di Indonesia. Suporter
fanatik Bandung bahkan sudah muncul sejak tahun 1910. Bagaimana kisah suporter
Bandung di masa lampau tidak pernah ditulis. Tentu riwayat para suporter ini
menarik untuk diperhatikan, karena kelahiran mereka juga setua klub yang
didukungnya. Mari kita telusuri.
.
Suporter Bandung Soendanesche (Bobotoh) 1924
Suporter Bandung Soendanesche (Bobotoh) 1924
Pada dasarnya
bagian terpenting dalam dunia sepakbola adalah penonton. Ukuran kualitas
pertandingan sepakbola dapat dilihat dari kehadiran penonton. Kualitas dari
penonton dapat diukur dari partisipasinya dalam mendukung salah satu klub.
Dukungan fanatic yang diberikan penonton terhadap klubnya disebut suporter.
Para suporter ini selalu membicarakan dinamika klubnya dan selalu hadir ketika
klubnya bertanding. Adakalanya suporter ini mendukungnya kemana klub mereka itu
melakukan lawatan. Dukungan suporter tersebut juga terdapat di Bandoeng.
Pada pertengahan Maret, 1924 pertandingan UNI vs Sidolig
ini sangatlah mendebarkan bukan di partai final, tetapi partai semi final
antara UNI dan Sidolig (Bataviaasch nieuwsblad, 19-03-1924). Ada apa?
Koresponden Bataviaasch nieuwsblad dalam hal ini melukiskan pertemuan yang
kesekian dua musuh bebuyutan, sebagai berikut: Penonton pribumi tidak
meninggalkan kesempatan ini, di tiga sisi lapangan (sisi lain depan tribun)
sudah penuh sesak penonton dengan bunyi petasan dimana-mana. Di berbagai titik
sudah ditempatkan militer untuk menjamin agar penduduk pribumi tidak membuat
kekacauan. Tidak perlu terjadi peritiwa 9 Maret lalu. Jika tidak kita tidak
pernah menyelesaikan penonton Bandoengs, dimana investasi kita dalam olahraga
sudah sangat terkenal. Disamping itu di sana-sini sudah ditempel poster anti
kembang api. Ini dilatarbelakangi kebencian supporter Sidolig yang sudah jauh
hari menebar kebencian terhadap klub UNI.
Pada awal April
1924 liga dimulai lagi. Pertandingan pembuka antara UNI vs Velocitas di
lapangan Aloon-Aloon. Pertandingan ini tidak dapat diselesaikan karena hujan
dan deras yang mengakibatkan banjir. Hari sebelumnya meski lapangan stengah banjir
pertandingan antara Luno vs Sidolig tetap diselesaikan. Hari pertama liga tanpa
hiburan di Bandung, lapangan bagaikan kolam renang Tjihampelas. Setelah
menunggu lima belas menit, wasit Poltinski yang memimpin laga UNI vs Velocitas
coba dibujuk namun tetap berkeyakinan pertandingan tidak bisa dilanjutkan.
Alasannnya, pemain tidak bisa bermain nyaman di depan khalayak yang banyak. BVB
yang diminta mempengaruhi wasit hanya berkomentar bahwa keputusan wasit mutlak.
Dia (Poltynski) adalah wasit terbaik dan dia tahu apa yang seharusnya, bahkan
dia termasuk salah satu wasit terbaik di Jawa. Para penonton mulai gelisah,
bahkan penonton pribumi sudah berteriak-teriak minta dikembalikan uang yang
mereka bayar untuk tiket. Provokasi penonton ini mendapat reaksi dari polisi
dan lalu para polisi memburu penonton yang mulai tak terkendali. Pertandingan
Sabtu 5 April itu terpaksa dihentikan dengan skor sementara 0-0 dan akan
dilanjutkan Senin pagi: bahwa setiap pertandingan ditinggalkan harus diputar
tanpa dipungut biaya alias gratis. Pertandingan Luno vs Sidolig tidak berjalan
mulus. Pertandingan ini dimulai tepat waktu tetapi pemaian si biru putih tidak
kunjung lengkap. Luno protes dan akhirnya babak pertama dimainkan dengan jumlah
pemain Sidolig hanya delapan orang. Luno menang 1-0 pada babak pertama. Pada
babak kedua Sidolig sudah lengkap dan berhasil membalikkan skor hingga berakhir
pertandingan di bawah hujan dan lapangan banjir dengan skor (1-2)[22].
Keberadaan suporter dalam dunia sepakbola terdapat
dimana-mana dari sejak doeloe hingga kini. Di masa lampau, supporter klub yang
mendampingi klubnya ke luar kota terdeteksi pertama kali di Medan (1903) ketika
Medan Sportclub bertandang ke Binjai untuk melawan Langkat Sportclub. Para
supporter ini memadati dua gerbong belakang kereta api, dimana di gerbong depan
para pemain dan ofisial. Penumpang umum menjadi tidak kebagian tempat karena
sudah disorder beberapa hari sebelumnya. Suporter serupa ini juga terdeteksi di
Bandung, ketika klub kesayangan mereka, Sidolig melakukan pertandingan melawan
Sparta di Cimahi (1907). Dengan kereta api berangkat ke Cimahi, gerbong penuh
sesak. Hanya itu yang terdeteksi (mudah-mudahan di tempat lain dapat segera
terlacak).
Sepakbola Bandoeng
terus tumbuh, perserikatan Bandoeng telah menjadi bagian dari federasi
sepakbola nasional (NIVB) dan dunia (FIFA). Animo penduduk pribumi Bandoeng
juga bertambah bergelora. Namun dalam dua tahun terakhir (1923 dan 1924)
tingkat ketegangan juga meningkat karena banyaknya kisruh yang terjadi mulai dari
pengurus level liga hingga perseteruan antar klub anggota perserikatan serta
reaksi dan ulah para penonton di luar lapangan dan perkelahian antar pemain di
dalam lapangan.
Di Jakarta, juga terdapat suporter fanatik, bukan VIOS
tetapi yang lebih fanatik adalah Oliveo. Meski VIOS dan Oliveo kerap bertanding
ke Bandung, tetapi suporter tidak pernah dilaporkan bersedia mengikutinya.
Mungkin karena jauh, atau sadar bahwa kapasitas kereta api terbatas, sebab kala
itu belum ada alternatif transportasi selain kereta, yang dapat merugikan
penumpang umum. Sebenarnya ada beberapa tempat yang terjangkau, seperti
Buitenzorg yang sudah memiliki klub, tetapi klub-klub Batavia hampir tidak pernah
menyambanginya dan lebih memilih ke Bandung, Semarang dan bahkan Surabaia. Yang
terjadi adalah Tim Bogor yang kerap berkunjung ke Jakarta (sebagai Tim
Perserikatan, tidak ada klub yang bisa mewakili). Di Depok terdapat suporter
klub-klub Batavia. Penggemar atau suporter dari Depok terbagi dua: VIOS dan
Oliveo. Jumlah suporter dari Depok tidak sebanyak di Bandung (ke Cimahi) dan
Medan (ke Binjai) meski kedua kubu supporter Depok digabung. Para penonton dari
Depok berangkat dari stasion Depok (lama). Soporter dari Buitenzorg (Bogor)
sejauh yang diketahui tidak pernah dilaporkan, mungkin karena jaraknya sangat
jauh. Boleh jadi ada batas tertentu dimana suporter bersedia mengikutinya
sekalipun biaya transportasi dibebaskan oleh klubnya.Suporter Depok dalam hal
ini menanggung biaya sendiri (Bandung dan Medan ada sebagian kontribusi klub).
Sementara itu, di
Bandoeng sendiri, kegiatan sepakbola semakin marak. BVB (organisasi sepakbola
Bandoeng) semakin menguat. Klub-klub semakin kompetitif. Publisitas makin
meluas. Panitia di bawah pengawasan BVB semakin bergairah karena pemasukan
semakin besar. Pajak tontonan, iklan promosi dan retribusi dari lapangan
sepakbola menjadi sumber pendapatan baru bagi pemerintah kota. Animo penonton
semakin meningkat. Bobotoh (media Belanda menyebutnya Soendanesche), khususnya
pendukung klub Sidolig semakin banyak. Penonton bersedia membayar tiket masuk
untuk menonton di lapangan. Bobotoh juga makin intens mendampingi tim
kesayangannya untuk bertanding di luar kota. Suporter Sidolig Bandoeng rela mendampingi timnya bertanding ke Tjimahi
untuk melawan klub Velocitas. Suporter Bandoeng datang dengan naik kereta api.
Para suporter pribumi mendukung kemana tim puijaannya
pergi bertanding sudah lama ada. Ini terindikasi ketika De Sumatra post, 29-04-1904
melaporkan bahwa ‘Sportclub akan bertandang ke Bindjai melawan Langkat
Sportclub. Disebutkan bahwa ada kereta ekstra dari Bindjei ke Medan
pemberangkatan pukul 7.00 (tidak seperti biasanya, 7.15) dimana kereta akan
berhenti di stasion pembantu Diski dan Soenggal. Bagi non anggota Sportclub
dapat memanfaatkan kesempatan ini’. Ini satu sinyal, bahwa Sportclub butuh
dukungan meski itu datang dari pribumi yang akan turun di Diski dan Soenggal
serta tentu saja yang akan turun di Medan. Sportclub yang membuka diri untuk
suporter pribumi menunjukkan suporter juga mulai terwakili. Dunia sepakbola
memang harus begitu. Men sana corpora sano
Derby El Classico Sidolig (Bandoeng) dan VIOS (Batavia)
1927
El Classico Persib Bandung vs Persija Jakarta
Tunggu deskripsi
lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir
Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang
digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar