Rabu, 07 Maret 2018

Sejarah Semarang (19): 'Wingko Babat' Made in Semarang Terkenal Sejak 1934; 'Loempia Semarang' Kategori World Food?

Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini


Wingko adalah penganan tradisional asli Indonesia. Saya suka wingko, yakni wingko babat buatan Semarang. Wingko babat adalah salah satu menu penganan yang kerap dijadikan oleh-oleh dari Semarang. Oleh karena itu tetap membeli wingko babat dari Semarang adalah salah satu upaya untuk menjaga dan melestarikan kekayaan penganan asli Indonesia. Wingko tentu saja adalah salah satu bentuk kearifan nenek moyang kita.

Wingko Babat (internet)
Produk wingko diproduksi di banyak tempat. Selain di Semarang, juga produsen wingko juga ditemukan di Soerakarta dan Jogjakarta. Meski demikian, nama generiknya adalah ‘wingko babat’. Produsen dan konsumen di Semarang menyebutnya wingko Babat Semarang; Produsen dan konsumen di Soerakarta menyebutnya ‘wingko Babat Solo’. Demikian juga yang di Yogyakarta menyebutnya ‘wingko Babat Jogjakarta’.

Lantas darimana sesungguhnya asal-usul penganan yang disebut ‘wingko Babat’? Apakah nama penganan wingko Babat dikaitkan dengan nama sebuah desa bernama Wingko di district Djenar, Regenschap Poerworedjo, Residentie Bagelen? Ataukah dikaitkan dengan nama desa Babat di Regenschap Lamongan, Afdeeling Grisee, Residentie Soerabaja? Mari kita telusuri.

Wingko Babat

Nama wingko sebagai suatu penganan dilaporkan kali pertama di surat kabar pada tahun 1934. Disebutkan penganan wingko ini sangat lezat dan kelezatan wingko Babat menjadi perhatian (Soerabaijasch, handelsblad, 06-08-1934). Yang dimaksud Babat dalam hal ini adalah sebuah desa di Onderdisctrik Babat, District Babat Regenschap Lamongan, Afdeeling Grisee. Dengan demikian wingko Babat yang sudah dikenal itu sejak 1934 adalah wingko yang dibuat di Babat.

Soerabaijasch,  handelsblad, 06-08-1934
Nama-nama desa Babat tidak hanya ditemukan di Lamongan, tetapi juga di Afdeeling Koedoes. Hanya itu. (lihat buku Statisitik Sensus Penduduk 1930). Pada masa ini, Babat adalah sebuah nama kecamatan di Lamongan yang merupakan simpul jalan Bojonegoro, Jombang, Tuban, dan Surabaya.

Wingko Babat yang terkenal pada masa ini bukan wingko Babat dari Babat. Akan tetapi, tanpa bermaksud menomorduakan dari Solo dan Jogja, wingko Babat yang terkenal adalah wingko Babat dari Semarang.

Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, 1917-1939 Wingko adalah nama burung dari jenis gelatik (Parus cinereus) yang di bagian bawah berwarna abu-abu. Nama Sunda burung tersebut menurut Jacobson adalah Jinjing latah.

Jika wingko Babat berasal dari Babat di Lamongan, yang tetap menjadi pertanyaan adalah dimana asal-usul wingko sendiri. Dari informasi yang diperoleh dari surat kabar Soerabaijasch,  handelsblad, 06-08-1934 bahwa wingko yang dibuat di Babat lezat. Ini mengindikasikan bahwa wingko juga ditemukan di tempat lain semisal di Soerabaja?. Oleh karenanya, wingko sendiri tidak diketahui dimana bermula, tetapi wingko Babat yang menjadi pertanyaan utama diduga kuat bermula di Babat. Lamongan. Lantas, apakah wingko Babat Semarang bermula di Babat? Boleh jadi,

Bagaimana dengan Lumpia Semarang?

Loempia pada dasarnya sudah sejak lama dikenal dan ditemukan di berbagai tempat. Lompia terkenal di Semarang adalah produksi Tan Kong Bing yang beralamat di Hoffmanstraat 2 (De Indische courant, 29-04-1930). Loempia Semarang merupakan satu-satunya yang gencar memasang iklan di surat kabar. Loempia Semarang tidak hanya memasang iklan di surat kabar Semarang, juga di surat kabat di Batavia dan Soerabaja. Ini mengindikasikan bahwa loempia Semarang cukup percaya diri, memiliki wilayah pemasaran yang luas, tentu saja karena bekend maka berkualitas. Oleh karenanya loempia Semarang dapay dikatakan rajanya loempia. Loempia Semarang bahkan masih eksis hingga tahun 1946 (Nieuwe courant, 26-11-1946).

Di berbagai tempat, loempia adalah bagian dari menu jajanan seperti kwee lapies, kwee tallam, katjang goreng dan sebagainya (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-01-1930). Di Negeri Belanda, Toko Bandoeng menjual dendeng, loempia, katjang indjomeel, dodol dan sebagianya (Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad,  17-12-1930).

Loempia Semarang tampaknya tidak hanya sebagai brand tetapi loempia Semarang sudah menjadi nama generik, seperti orang bertanya hondanya merek apa, sanyonya merek apa atau aqua merek apa. Di Bandung diperjual belikan lompia Semarang entah siapa yang buat, apakah orang Semarang atau orang Bandung (Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 20-10-1950). Produsen loempia di Negeri Belanda masih menyebut lompia Semarang untuk menunjukkan loempia berkualitas (Het Parool, 24-04-1995). Tidak ditemukan loempia Djogja, juga tidak ada loempia Bandoeng maupun loempia Soerabaja. Hanya ada lompeia Semarang. Di Medan tidak ada loempia Medan yang ada hanya bika Ambon. Meski demikian, loempia terkenal di Medan adalah loempia merek Tjap Tjay (De Sumatra post, 27-01-1939). Jadi, loempia Semarang memang tiada duanya. Loempia Semarang haruslah dipandang sebagai satu-satunya merek kota dan dengan segala kelebihan loempia Semarang haruslah dicatat sebagai herutage. Loempia Semarang tidak lagi masuk golongan traditional food tetapi sudah pantas digolongkan sebagai Wolrd Food. 

Algemeen Handelsblad edisi 09-05-1853
Banyak kuliner Indonesia (makanan dan penganan) yang basisnya traditional food dapat diangkat ke golongan World Food. Jika tidak, negara lain akan mendaftarkannya lebih dahulu. Sebagai contoh ‘lemang’ yang diklaim Malaysia hanya berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh orang Inggris antara tahun 1864 dan 1867. Padahal catatan tertua tentang lemang sudah ditemukan di Afdeeling Mandailing dan Angkola (Residentie Tapanoeli) pada tahun 1852. Ida Pfeiffer, seorang Austria melihat sendiri pembuatan lemang pada bulan Agustus 1852 dan menuliskan risalahnya lalu dikirimkan ke surat kabar di Batavia dan diterbitkan oleh Algemeen Handelsblad edisi 09-05-1853: ‘....Selama malam, saya dengan yang lain istrirahat  di hutan  dengan memasak beras semi kering yang direbus dengan sedikit tambahan garam, lalu saya melihat mereka mempersiapkan beras dalam cara yang sama sekali baru bagi saya. Mereka membungkusnya dengan daun besar (daun pisang), dan memasukkan beras ke dalam potongan bambu, kemudian menuangkan sejumlah kecil air, lalu meletakkan tongkat bamboo itu pada api pembakaran, mereka membiarkan berbaring begitu lama sampai bamboo kelihatan mulai terbakar, cukup lama berlangsung sejak bamboo segar dan isinya dipanggang’.. Publikasi ini lalu dilansir oleh sejumlah koran yang terbit di Batavia, Semarang, Soerabaija dan Rotterdam. Sejauh yang diketahui, kisah perjalanan Ida Pfeiffer di Tanah Batak ini merupakan catatan yang terdokumentasi secara otentik bagaimana metode lemang dijelaskan secara lengkap. Seperti diakui sendiri Ida Pfeiffer bahwa metode memasak beras menjadi nasi ini juga disebutnya sebagai sesuatu yang unik dan baru seperti dikatakannya sendiri: ‘saya melihat mereka mempersiapkan beras dalam cara yang sama sekali baru bagi saya’.

Mari kita selamatkan heritage Indonesia.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar