*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini
Salah satu tokoh revolusioner yang nyaris tidak pernah ditulis sejarahnya adalah Abdul Moerad. Namanya tenggelam diantara dua nama besar ‘Anak Medan’ Amir Sjarifoeddin dan Soetan Sjahrir. Abdul Moerad dari usia lebih senior seumuran dengan anak Medan lainnya Parada Harahap. Abdul Moerad adalah alumni STOVIA dan kepala editor Daulat Ra'jat, organ partai Pendidikan Nasional Indonesia. Abdul Moerad sebagai penanggung jawab Daulat Rakjat termasuk sejumlah revolusioner Indonesia yang dibuang ke Digoel. Dalam kabinet Sjahrir I, Menteri Keamanan Rakjat adalah Amir Sjarifoeddin, sedangkan posisi Abdul Moerad adalah Wakil Menteri Keamanan Rakjat.
Salah satu tokoh revolusioner yang nyaris tidak pernah ditulis sejarahnya adalah Abdul Moerad. Namanya tenggelam diantara dua nama besar ‘Anak Medan’ Amir Sjarifoeddin dan Soetan Sjahrir. Abdul Moerad dari usia lebih senior seumuran dengan anak Medan lainnya Parada Harahap. Abdul Moerad adalah alumni STOVIA dan kepala editor Daulat Ra'jat, organ partai Pendidikan Nasional Indonesia. Abdul Moerad sebagai penanggung jawab Daulat Rakjat termasuk sejumlah revolusioner Indonesia yang dibuang ke Digoel. Dalam kabinet Sjahrir I, Menteri Keamanan Rakjat adalah Amir Sjarifoeddin, sedangkan posisi Abdul Moerad adalah Wakil Menteri Keamanan Rakjat.
Daulat Ra’jat No. 39 Tahun 2 (10 Oktober 1932) |
Lantas, siapa sesungguhnya Abdul Moerad? Tidak ada
yang pernah menulis sejarah Abdul Moerad. Wikipedia sudah memberi laman bagi
Abdul Moerad tetapi tidak ada deskripsi. Itu artinya, nama Abdul Moerad sangat
penting, tetapi tidak ada yang berhasil menulis sejarahnya. Untuk itu, ada
baiknya sejarah Abdul Moerad ditulis. Sebab Abdul Moerad adalah pejuang
kemerdekaan yang namanya pantas diabadikan. Mari kita lacak.
STOVIA dan ‘Anak Sibolga’
Abdul Moerad diterima di sekolah kedokteran (STOVIA) di Batavia tahun
1916. Pada tahun 1919 Abdul Moerad naik kelas dari kelas dua ke kelas tiga
tingkat persiapan (De Preanger-bode, 05-06-1918). Teman sekelas Abdul Moerad
antara lain Aminoeddin Pohan, Moerad Lubis dan Oesman Saleh. Adik kelas mereka
yang naik dari kelas satu ke kelas dua adalah Abdoel Moenir (Nasution) dan
Diapari Siregar. Abdul Moerad naik kelas dan dipromosikan ke tahun pertama
tingkat medik tahun 1919 (De Preanger-bode, 27-05-1919). Tahun 1923 Abdul
Moerad dan Aminoeddin Pohan naik dari kelas empat ke kelas lima (Bataviaasch
nieuwsblad, 12-05-1923). Abdul Moerad dipromosikan mengikuti program Indisch
Art tahun 1928 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-25-1928).
Yang juga dipromosikan selain Abdul Moerad adalah Diapari Siregar dan
Djabangoen (Harahap).
De Sumatra post, 20-05-1926 |
Bataviaasch nieuwsblad, 20-10-1930 |
Abdul Moerad lulus ujian kandidat pertama di Geneeskundige Hoogeschool
tahun 1930 (Bataviaasch nieuwsblad, 20-10-1930). Sebagaimana diketahui sejak
1924 nama STOVIA telah berubah menjadi sekolah tinggi kedokteran (Geneeskundige
Hoogeschool) dan tahun 1927 Recht School menjadi sekolah tinggi hukum (Rechts
Hoogeschool). Sekolah tinggi teknik di Bandoeng didirikan tahun 1920 dan
namanya sejak awal adalah Technisch Hooge School.
Pada tahun 1927 Amir
Sjarifoeddin termasuk salah satu mahasiswa yang lulus penerimaan di Rechts Hoogeschool.
Amir Sjarifoeddin setelah lulus ELS di Medan tahun 1921 melanjutkan studi
sekolah menengah di Leiden dan Haarlem. Setelah lulus tahun 1927 kembali ke
tanah air dan mendaftar di Rechts Hoogeschool. Amir Sjarifoeddin pada
tahun-tahun awal di ELS Sibolga. Lulusan ELS Sibolga antara lain Diapari
Siregar, Casmir Harahap dan SM Amin Nasution. Abdul Moerad sudah barang tentu
lulusan ELS Sibolga. Lulusan ELS umumnya masuk ke HBS (lima tahun) di Medan. Siswa
ELS yang mengikuti jejak Amir Sjarifoeddin langsung studi sekolah menengah ke
Belanda adalah Egon Hakim (Nasution) tahun 1924. Ayah Egon Hakim adalah dokter
di Padang, sementara ayah Amir Sjarifoeddin adalah djaksa di Sibolga, sedangkan
ayah Abdul Moerad adalah kepala sekolah di Sibolga dan ayah SM Nasution kepala
sekolah di Mandailing.
Jong Sumatranen di
Sibolga
Saat Abdul Moerad sudah kuliah di Batavia, Parada Harahap pulang
kampung ke Padang Sidempoean tahun 1919. Sebelumnya Parada Harahap adalah
editor surat kabar Benih Mardeka di Medan. Parada Harahap diangkat sebagai
editor setelah sebelumnya Parada Harahap menulis hasil investigasinya tentang
perlakukan kejam para plnaters terhadap para koeli di perkebunan di Deli yang
menerapkan poenale sanctie dan mengirimkannya ke surat kabar Benih Mardeka yang
terbit di Medan. Atas perbuatannya, Parada Harahap yang menjabat sebagai krani
di sebuah perusahaan perkebunan dipecat. Lalu Parada Harahap hijrah ke Medan,
awalnya ingin melamar sebagai wartawan malahan jabatan editor yang diberikan.
Pada tahun 1919 Parada Harahap
mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Surat kabar ini dari
namanya saja sudah bersifat radikal. Motto surat kabar Sinar Merdeka
memperjuangkan keadialan dan kemajuan bangsa. Parada Harahap adalah Ketua Jong
Sumatranen wilayah Tapanoeli. Surat kabar Sinar Merdeka ini didirikan setelah
Parada Harahap pulang dari kongres pertama Jong Sumatranen di Padang. Pada saat
kongres 1919 Parada Harahap adalah pemimpin delegasi Tapanoeli. Demikian juga
pada kongres Jong Sumatranen yang kedua di Padang tahun 1921 Parada Harahap
memimpin delegasi. Pembina Kongres Jong Sumatranen baik yang pertama maupun
yang kedua adalah Dr. Abdoel Hakim (ayah Egon Hakim). Mohammad Hatta juga ikut
menghadiri kongres yang pertama (masih siswa MULO di Padang) dan juga kongres
yang kedua (siswa handelschool di Prins Hendrik School di Batavia). Jong
Sumatranen didirikan di Batavia Desember tahun 1917 setelah sebelumnya di
Belanda tanggal 1 Najuri 1917 didirikan organisasi Sumatra Sepakat oleh Sorip
Tagor (Harahap) dan kawan-kawan. Ketua Jong Sumatranen adalah T. Mansoer dan
Wakil Ketua adalah Abdoel Moenir Nasution (mahasiswa-mahasiswa STOVIA). Ketua
Panitia Kongres Jong Sumatranen di Padang tahun 1919 adalah Mohammad Amir. Sorip
Tagor adalah alumni dan asisten dosen di Veartsen School di Buitenzorg. Pada
tahun 1913 Soetan Casajangan setelah selesai kuliah di Belanda pulang ke tanah
air dan menjadi guru di sekolah Eropa (ELS) di Buitenzorg (sebelum dipromosikan
ke Kweekschool di Fort de Kock). Pada tahun ini Sorip Tagor berangkat ke
Belanda untuk melanjutkan studi. Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan adalah
pendiri perhimpunan pelajar Indonesia (Indisch Vereeniging) di Belanda tahun
1908. Sekretaris Indisch Vereeniging adalah Husein Djajadiningrat. Perhimpunan
ini kelak berbah nama menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI) yang mana ketuanya
pada periode 1924-1930 adalah Mohammad Hatta.
Abdul Moerad, mahasiswa STOVIA yang baru naik ke kelas satu tingkat medik
tahun 1919 sudah barang tentu bertemu dengan Parada Harahap di kongres Jong
Sumatranen yang pertama (1919) dan yang kedua (1921) yang diadakan di Padang. Kongres Jong Sumatranen
saat itu adalah pertemuan bergengsi diantara para pemuda dan pelajar di
Sumatra. Ini suatu reaksi terhadap dukungan kuat pemerintah kepada Boedi Oetomo
dan euforia Jong Java (organ Boedi Oetomo) yang didirikan dua tahun sebelumnya,
termasuk anggotanya Soekarno. Munculnya pendirian Sumatra Sepakat di Belanda
dan Jong Sumatranen di Batavia karena terdapat kesenjangan yang lebar antara
(pembangunan) Jawa dan Sumatra. Namun dalam perkembangannya pada tahun 1927 organisasi-organisasi
daerah ini kemudian bersatu di dalam PPPKI (Permoefakatan
Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia).
Setelah kongres Jong Sumatranen
yang kedua (1921) Mohammad Hatta berangkat studi ke Belanda. Sementara Parada
Harahap pada tahun 1922 hijrah ke Batavia. Pada tahun 1923 Parada Harahap
mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Pada tahun 1925 Parada Harahap
mendirikan kantor berita pribumi (yang pertama) yang diberi nama Alpena (dengan
merekrut WR Supratman sebagai editornya). Pada akhir tahun 1925 Parada Harahap
melakukan perjalanan jurnalistik ke semua kota-kota di Sumatra dan Semenanjung.
Hasil jurnalistik ini dibukukan dan diterbitkan di Batavia tahu 1926. Buku ini dicetak
oleh percetakan Bintang Hindia dengan judul Dari Pantai ke Pantai. Pada tahun
1926 Parada Harahap mendirikan surat kabar yang lebih radikal yang diberinama Bintang
Timoer. Pada tahun 1927, Parada Harahap sebagai sekretaris Sumatranen Bond
mempelopori pendirian induk organisasi-organisasi kebangsaan yang disebut
Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pembentukan PPPKI ini diadakan di rumah Mr. Husein Djajadiningrat, Ph.D. Ketua
PPPKI diangkat MH Thamrin dan Parada Harahap sebagai sekretaris. Dalam
pembentukan ini terdiri dari Sumatranen Bond (Parada Harahap), Boedi Oetomo
(Dr. Soetomo), Kaoem Betawi (MH Thamrin), Pasoedan, Perhimpoenan Nasional
Indonesia (Ir. Soekarno) dan lainnya. Dalam pembentukan ini juga dihadiri oleh Soetan Casajangan dan
anggota Volksraad (Alimoesa Harahap dari dapil Tapanoeli dan Abdul Firman
Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon dari dapil Oostkust Sumatra). Alimoesa
Harahap adalah kakak kelas Sorip Tagor di Veartsen School Buitenzorg dan
Mangaradja Soangkoepon adalah eks anggota Indisch Vereeniging di Belanda. MH
Thamrin kelak menjadi besan Dr. Abdoel Hakim (Parada Harahap mempertemukan Mr.
Egon Hakim dengan putri MH Thamrin).
Parada Harahap tidak hanya sudah kenal dengan Abdul Moerad dan Mohammad Hatta
tetapi juga Parada Harahap sudah mengenal Soekarno sebelum PPPKI terbentuk pada
bulan Juli 1927. Ir. Soekarno yang baru lulus kuliah di Technisch Hoogeschool,
anggota Stieclub di Bandoeng kerap mengirim tulisan ke surat kabar Bintang
Timoer (pimpinan Parada Harahap). Pertemuan Parada Harahap dan Soekarno semakin
intens sejak berdiri PPPKI yang berkantor di gedung PPPKI di Gang Kenari (tidak
jauh dari rumah MH Thamrin). Di kantor/gedung PPPKI ini hanya tiga foto yang
dipajang Parada Harahap di dinding: Diponegoro, Soekarno dan Mohammad Hatta.
Pada akhir tahun 1927
Soekarno atas nama Perhimpoenan Nasional Indonsia atas persetujuan PPPKI
(Parada Harahap) melakukan pertemuan besar di Bandoeng. Dari pertemuan ini satu
yang penting adalah terjadi perubahan sifat organisasi PPPKI dari organisasi kebangsaan
menjadi organisasi politik. Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan
Indonesia berubah menjadi Perhimpoenan Partai-Partai Politik Kebangsaan
Indonesia. Singkatan namanya tetap sama: PPPKI. Agenda utama tahun PPPKI
setelah pertemuan Bandoeng pada tahun 1927 adalah mengadakan Kongres PPPKI di
Batavia (yang diitegrasikan dengan Kongres Pemuda). Ketua Panitia Kongres PPPKI
diangkat Dr. Soetomo dan panitia Kongres Pemuda lalu dibentuk: Ketua, Soegondo
(PPPI), Sekretaris Mohammad Jamin (Jong Sumatranen Bond) dan Bandahara Amir
Sjarifoeddin (Jong Bataksch Bond). Mereka bertiga ini adalah mahasiswa Rechts
Hoogeschool dimana Mr. Husein Djajadiningrat, Ph.D sebagai dosen). MH Thamrin
juga adalah seorang pengusaha dan Parada Harahap adalah ketua pengusaha pribumi
(semacam Kadin masa ini) di Batavia. Kadin ini menjadi sponsor penyelenggaraan
Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemuda (junior). Kongres PPPKI diadakan
tanggal 30 September dan Kongres Pemuda diadakan tanggal 28 Oktober 1928. Dalam
kongres pemuda, selain Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin sudah barang tentu
hadir SM Amin Nasution, Diapari Siregar dan Abdul Moerad. Parada Harahap
mengundang Mohammad Hatta berbicara di Kongres PPPKI, namun karena kesibukan di
Belanda tidak bisa hadir tetapi mengutus Ali Sastroamidjojo mewakili PI.
Organisasi PI yang dipimpin Mohammad Hatta sejatinya berkongres di Kongres
Pemuda, tetapi Parada Harahap justru menempatkan PI (Mohammad Hatta) di Kongres
PPPKI. Di sinilah peran Parada Harahap ‘membesarkan’ Soekarno dan Mohammad
Hatta. Satu hal bahwa di dalam Kongres Pemuda ini dikumandangkan lagu Indonesia
Raya karya WR Supratman (anak buah Parada Harahap). PPPI sendiri adalah
singkaatan dari Persatoen Peladjar-Peladjar Indonesia, suatu organisasi pelajar
yang bersifat nasional (seperti halnya PI di Belanda). PPPI kemudian mengambil
tempat sebagai kantor di gedung PPPKI di Gang Kenari.
Partai Nasional
Indonesia: Partai Indonesia dan Pendidikan Nasional Indonesia
Setelah Kongres PPPKI tahun 1928 Perhimpoenan Nasional Indonesia dari
organisasi kebangsaan berubah menjadi organisasi politik dengan nama Partai
Nasional Indonesia (PNI). Pada Kongres PPPKI di Solo akhir tahun 1929 Soekarno
kembali hadir. Namun selesai kongres ini Ir. Soekarno ditangkap atas tuduhan
Ir. Soekarno dan kawan-kawan dari partai PNI dituduh akan melakukan
penggulingan pemerintah Hindia Belanda. Lalu kemudian, sementara Ir. Soekarno
dan kawan-kawan di penjara mengikuti proses peradilan di Bandoeng. Ir. Soekarno
akhirnya dihukum penjara.
Dalam ketidakhadiran Soekarno, PNI
telah hancur. Partai ini secara resmi dibubarkan (pada saat Kongres kedua PNI
25 April 1931). Sebagai gantinya didirikan Partai Indonesia yang dipimpin oleh
Mr. Sartono. Parada Harahap sebagai kepala kantor PPPKI tentu sangat
menyesalkan tindakan Sartono sementara Soekarno berada di penjara. Parada
Harahap lalu mengajak Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin membicarakan soal
nasib PNI. Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1931 melaporkan PPPI melakukan
pertemuan publik di Gedoeng Permoefakatan (PPPKI) di gang Kenari dengan tema
‘beschouwingen betreffende het PNI vonnis (Pertimbangan Mengenai Keputusan
PNI). Salah satu pembicara adalah Parada Harahap.
Saat PNI dibubarkan, ternyata tidak semua eks PNI bergabung dengan PNI
pimpinan Mr. Sartono. Kelompok ini menyebut diri sebagai Golongan Merdeka. Lalu
golongan ini mulai berpikir menerbitkan media pada bulan September 1931. Media
pergerakan ini diberi nama Daulat Ra’jat yang dipimpin oleh Abdul Moerad.
Saat ada pemberitaan bahwa
hukuman Soekarno dikurangi, Parada Harahap seakan ingin mempersiapkan ruangan
bagi Soekarno di gang Kenari. Namun apa yang terjadi, Parada Harahap kaget
melihat kantor PPPKI. De Indische courant, 27-11-1931 (De nationalist
Hatta):’Di antara pemimpin cemerlang, Hatta, seorang Sumatra, dianggap oleh
banyak kalangan, setelah Ir Soekarno sebagai yang paling sesuai sebagai
pemimpin Inlandsch baik saat ini maupun masa datang. Di dalam gedung pertemuan
permufakatan di gang Kenari, potret Ir. Soekarno dan Diponegoro telah dipajang
bertahun-tahun, diambil dari dinding dan disembunyikan di bawah. Tindakan ini
telah membawa banyak keributan di antara penduduk pribumi, bahkan wartawan
Parada Harahap di majalahnya menulis dalam ‘Surat Terbuka’ telah
menginformasikan bahwa, saat melihat tempat pajangan telah kosong, air mata
menangis dan pelaku diduga telah
melakukan tindakan kejahatan keji ini dan akan dicari di kalangan partai. Mr.
Sartono menyangkal semua itu tindakan partainya dan menolak untuk menaruh
sendiri potret itu (kembali) ke tempat asalnya. Dan sekarang bahkan potret
Hatta telah berdebu di bawah meja’
Golongan merdeka ini kemudian yang diinisiasi oleh Sjahrir dan
kawan-kawan menjadi partai Pendidikan Nasional Indonesia. Ini terjadi pada
tanggal 25-27 Desember 1931 dalam sebuah konferensi yang diadakan di Jogjakarta
dengan Soekemi sebagai ketuanya. Daulat Ra’jat yang dimpin oleh Abdul Moerad dengan
sendirinya menjadi organ partai Pendidikan Nasional Indonesia. Sementara itu, hukuman
Soekarno benar-benar dikurangi dan Soekarno dibebaskan pada 31 Desember 1931.
Parada Harahap sumringah, karena tidak hanya Soekarno yang dibebaskan, tetapi
Mohammad Hatta juga dikabarkan akan pulang ke tanah air bulan September 1932,
Parada Harahap adalah orang yang merasa pertama kehilangan Soekarno selama di
penjara. Parada Harahap merasa tidak cukup dengan hanya Mohammad Hatta. Parada
Harahap masih konsisten membutuhkan Soekarno.
Nama Sjahrir muncul di Bandoeng
pada tahun 1931 (Het volk: dagblad voor de arbeiderspartij, 18-02-1931). Sjahrir
ikut dalam gerakan protes terhadap pemerintah Hindia Belanda yang
mengkampanyekan buruh untuk melawan pemerintah dan menyampaikan rasa simpatik
kepada eks pemimpin PNI yang telah menyuarakan melawan imperialis dan berjuang
untuk kemerdekaan Indonesia. Soetan Sjahrir setelah lulus sekolah di Bandoeng
berangkat studi tahun 1929 ke Belanda. Pada tahun 1931 Soetan Sjahrin pulang
tetapi tidak kembali ke Belanda. Soetan Sjahrir adalah pengurus PI periode 1930
dengan posisi sebagai Wakil Ketua.
Setelah keluar dari penjara, sempat tidak terdengar nama Soekarno. Parada
Harahap lalu kemudian ‘memanggil’ kembali Ir. Soekarno. Inilah ‘panggilan’
kedua Parada Harahap kepada Soekarno, Panggilan pertama adalah ketika Soekarno
di Algemeene Studieclub untuk membentuk organisasi kebangsaan: Perserikatan
Nasional Indonesia.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 02-04-1932 (Ir.
Soekarno en zijn Wederoptreden): ‘Tunggu tindakan saya’. Ini pernyataan
mahasiswa pribumi Ir. Soekarno yang telah secara khusus meminta untuk
meluangkan waktu belajar tentang partai yang nantinya apakah akan memilih atau
apakah harus tetap di belakang layar, sebagaimana dikonfirmasinya di Bintang
Timoer. Ir. Soekarno telah menulis surat kepada editor Bintang Timoer yang
diterbitkan kemarin, yang menunjukkan bahwa Soekarno bahwa mereka (siswa)
tengah mempelajari ‘teori gerakan rakyat’. Saya perlu untuk belajar teori,
karena saya ingin mengambil tindakan. Selanjutnya Soekarno menulis:
"Ketika saya lagi kemauan politik yang aktif? Aku tahu itu saja. Aku hanya
pada jawaban rakyat. Segera itu akan terlihat bahwa orang itu sendiri, yang
sekarang aku ekspor. Saya tidak ingin bermain. Dengan nasib rakyat, politik
bagi saya adalah bukan olahraga tapi masalah serius, yang membuat saya
hidup. Soekarno meminta kepada Mr Parada
Harahap, editor Bintang Timoer komentar, ‘Ir. Soekarno bukan seseorang yang
berasal untuk Rakyat?’.
Rupanya Soekarno tengah belajar dan memikirkan apakah berikutnya terlibat
langsung dengan partai atau hanya berada di belakang layar. Dalam tulisan
Soekarno dan komentar Parada Harahap yang dimuat di Bintang Timoer tampak bahwa
Soekarno masih berpolitik dan Parada Harahap terus mendorongnya tetap aktif.
Soekarno lalu menetapkan
tanggal 1 Juli untuk batas penentuan baginya untuk memilih partai, yakni Partai
Indonesia atau Pendidikan Nasional Indonesia (De Indische courant, 20-06-1932).
Ini adalah hari yang ditentukan oleh Ir Soekarno untuk memutuskan masuknya ke
dalam beberapa organisasi politik pribumi. Beberapa media memprediksi Soekarno
akan memilih PI, bukan PNI. Jika Soekarno memilih PI, diharapkan bahwa PNI akan
hancur berantakan, karena kemudian para pendukung Ir. Soekarno akan meluap ke
Partai Indonesia. Ini juga menunjukkan bahwa ada sedikit peluang bagi Muhammad
Hatta yang dikabarkan dalam waktu dekat akan kembali ke Indonesia.
Sementara itu Soetan Sjahrir terus melakukan propaganda menyuarakan
Pendidikan Nasional Indonesia. Dalam suatu pertemuan besar di gang Kenari, PNI
berbicara tentang politik dan ekonomi. dan krisis. Pemimpin pertemuan tersebut
seorang mahasiswa Soetan Sjahrir yang kembali dari Belanda (Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indie, 01-03-1932). Dalam Kongres Pendidikan Nasional
Indonesia bulan Juni 1932 yang berlangsung di Bandung, Sjahrir terpilih menjadi
Pimpinan Umum Pendidikan Nasional Indonesia menggantikan Soekemi.
Ketua partai Pendidikan Nasional
Indonesia cabang Batavia diangkat Abdul Moerad. Sebelumnya di Partai Indonesia
(pimpinan Sartono) yang menjadi ketua cabang Batavia adalah Amir Sjarifoeddin
sementara Mohammad Jamin menjadi ketua cabang Soerabaja. Ketiga orang ini
sangat dekat dengan Parada Harahap.
Suhu politik yang semakin memanas, sementara Sukarno yang belum memanas
telah terjadi pembereidelan sejumlah majalah dan surat kabar, termasuk Bintang
Timoer, milik Parada Harahap. Bahkan Soeloeh Indonesia Moeda juga turut
dibreidel yang baru seumur jangung. Majalah ini diterbitkan kembali oleh
Soekarno sebagai nama lama. Dalam edisi pertama terlihat anggotanya semua
adalah intelektual dari PNI lama: Dr. Soetomo dan Mr Thamrin sampai Mohammad
Hatta dan Soewardi Soerjaningrat. Nama-nama karakter sekunder, seperti Maskoen,
Gatot dan Soepriadinata tidak bisa menemukan tercantum. Berita ini menyebutkan
majalah Ir. Soekarno ini bukanlah majalah untuk massa. Saat ini hanya untuk
elit namun pada gilirannya akan melaukan perubahan kecil kecil untuk masyarakat
umum.
De Sumatra post, 13-06-1932
(Verboden periodieken en bladen): ‘Pihak berwenang militer pada kenyataannya
hampir seluruh rakyat pribumi ditempatkan pada daftar hitam, diduga melarang.
Lembar dan majalah yang dilarang adalah sebagai berikut: Persato'an Indonesia,
Simpaj, Sediotomo, Aksi, Indonesia Moeda, Balai Pemoeda Bandoeng, Garoeda,
Garoeda Smeroe, Garoeda Merapi, Sinar Djakarta, Indonesia Merdeka, Impressa,
Soeloeh Indonesia Moeda, Keng Po, Sim Po, Warna Warta, Sinar Terang, Indonesia
Raja, Soeara Merdeka, Daulat Ra'jat, Banteng Indonesia, Panggoegah Ra'jat,
Banteng Ra'jat, Darmo Kondo, Haloean, Kaperloean Kita, Mustika, Pahlawan
(dengan pcmoeda Kita), Soeara Kita, Priangan Tengah, Soeara Oemoem, Soeara
Oemoem Jav. Editie, Sipatahoenan, Medan Ra'jat, Fikiran, dan Ir. Soekarno
Djeung Pergeraken Ra'jat. Seperti dapat dilihat, media tersebut meliputi media
berbahasa Melayu yang pribumi maupun yang Chineesch. Di antara majalah yang
bisa dibaca Bintang Timoer (Parada Harahap) dan Siang Po, baik yang muncul di
Batavia, maupun majalah Fikiran (anggota dewan Dr Ratu Langi) di Manado adalah
tabu. Majalah lainnya yang organ nasionalis, yang semua link bahkan dicap
sebagai berhaluan revolusioner’.
Pembreidelan adalah senjata polisi/pemerintah kolonial Belanda untuk
membungkam pers melalui pasal pers dalam undang-undang. Soal pembreidelan sudah
lama ada. Yang pertama diketahui adalah surat kabar berbahasa Belanda (Sumatra
Niuewsbald) milik Dja Endar Moeda di Padang tahun 1907, kemudian Pewarta Deli
(pimpinan Dja Endar Moeda) di Medan 1911 dan Medan Prijaji di Batavia (pimpinan
Tirto Adi Soerjo) tahun 1912. Kemudian juga surat kabar Benih Merdeka di Medan
(1918) dan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempuan (1922). Kedua surat
kabar yang disebut terakhir dulunya digawangi oleh (editor) Parada Harahap.
Dalam hal ini Parada Harahap tidak kaget dengan pembreidelan. Setelah Sinar
Merdeka dibreidel di Padang Sidempoean, tahun 1922 Parada Harahap hijrah ke
Batavia.
Soekarno yang sudah jarang naik
panggung, Parada Harahap mempertemukan Soekarno dalam suatu pertemuan PPPI.
Pertemuan himpoenan organisasi pemuda/pelajar ini akan diadakan pada tanggal
17-19 September. Soekarno akan berbica terntang ‘Mencari Koneksi Asing’ (De
Sumatra post, 16-09-1932). Sementara itu, Mohammad Hatta sudah berada di tanah
air. Pada bulan November 1932, Mohammad Hatta dilaporkan berduet dengan Sjahrir
di dalam pertemuan publik di Megelang. Mohammad Hatta akan berbicara tentang
kelebihan perdagangan, dan Sjahrir tentang prinsip partai (Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indie, 17-11-1932). Mohammad Hatta juga pada tanggal 9
dan 10 Februari di Semarang untuk menyelenggarakan konferensi darurat PPPKI.
Mohammad Hatta bertindak sebagai penasehat (Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 31-01-1933).
Revolusioner Indonesia
Berangkat ke Jepang
Pemerintah tidak hanya melakukan pembreidelan pers pribumi, juga
menangkap para pemimpin dan kader-kader politik yang bersifat radikal.
Penangkapan terhadap kader-kader politik tersebut diasingkan ke Digul. Meski
demikian, para revoluioner tidak ada takutnya. Ini juga telah dialami Parada
Harahap yang masuk penjara, setelah keluar penjara kembali lagi dan masuk bui
lagi.
Setelah sekian lama Soekarno
tidak aktif, mulai mengaum lagi. De Sumatra post, 24-02-1933 memberitakan bahwa
di Tjilentah [Bandoeng] Ir. Soekarno ikut berbicara di dalam suatu pertemuan
publik Partai Indonesia yang dihadiri 3.000 orang. Dalam pembukaan pertemuan
itu lebih dahulu dinyanyikan lagu Indonesia Raja. Setelah dibuka oleh ketua PI
dilanjutkan dengan orasi para pembicara. Pembicara kedua tampil Amir
Sjarifoeddin (ketua PI Batavia) Menurut Amir imperialisme adalah bahan bakar
dari gerakan nasional. Tentu saja kebijakan Nasionalisme dan imperialisme tidak
bisa bekerja bersama, jadi non-cooperative juga harus menjadi pondasi
perjuangan. Non-cooperative, bagaimanapun, tidak berarti duduk kosong, karena
PI berusaha untuk membangkitkan kesadaran nasional. Kebebasan hanya dapat
diperoleh oleh orang-orang, itulah sebabnya aksi massa diperlukan. Pembiacara
terakhir adalah Ir. Soekarno. Menurut Soekarno imperialisme dan kapitalisme
adalah lagu lama. Kebebasan adalah jembatan mencapai kesejahteraan. PI
mengedepankan demokrasi dalam politik dan ekonomi. Gerakan nasional adalah
bersumber dari perut orang-orang yang berderak-derak. Mengenai aksi massa,
bahwa PI akan dapat menghadirkan 60 juta orang ke Indonesia Merdika. Pertemuaan
berakhir pada pukul 12 sesuai batasa polisi.
Pertemuan di Bandoeng inilah, untuk kali pertama Soekarno tampak di
panggung setelah keluar dari penjara. Pertemuan di Bandoeng ini juga untuk kali
pertama Amir Sjarifoeddin berbicara di panggung politik.
Melihat dinamika politik yang
tengah berlangsung, Parada Harahap berkoordinasi dengan Radjamin Nasution di
Soerabaja (De Indische courant, 27-04-1933). Lalu Federasi ‘Kaoem Boeroeh
Indonesia’ menyelanggarakan konferensi di Soerabaia dari 4 hingga 7 Mei.
Soekarno yang agak jarang mendapat panggung diundang sebagai pembicara.
Pembicara lainnya adalah Dr. Soetomo. Meski Parada Harahap sebagai ketua
pengusaha pribumi (semacam Kadin) di Batavia, juga turut dalam konferensi ini.
Dalam suasana May Day ini empat tokoh revolusioner bertemu di Soerabaja dalam
satu panggung: Parada Harahap, Soekarno, Soetomo dan Radjamin Nasution.
Setelah pertemuan publik PI di Bandoeng, Soekarno kembali hadir sebagai
pembicara pada sejumlah pertemuan yang lain. Sejak itu, nama Soekarno berada
dalam top list yang dicap polisi/intel sebagai agitator. Ir. Soekarno akhirnya
ditangkap. Dalam perkembangannya Ir. Soekarno diberitakan telah mendapat sinyal
dari pemerintah agar Soekarno diasingkan (De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad,
03-08-1933). Parada Harahap kembali akan kehilangan Soekarno. Untuk tetap
menjaga marwah revolusi, Parada Harahap dari gang Kenari mengundang PPPI untuk
melakukan diskusi publik terkait dengan kasus Soekarno. PPPI menyelenggarakan
pertemuan publik pada tanggal 3 September di Djatibaroe dan gang Kenari (De
Sumatra post, 01-09-1933). Sebagaimana diketahui Djatibaroe adalah lokasi
percetakan Bintang Hindia (milik Parada Harahap). Sebelumnya Parada Harahap
telah menulis di surat kabar Bintang Timoer.
Haagsche courant, 03-08-1933:
‘Het oordcel van de ‘Bintang Timoer’, Batavia, 3 Agustus. (Aneta). Dalam sebuah
editorial Bintang Timur menjelaskan berikut peristiwa baru-baru ini, bahwa
penangkapan Ir. Soekarno adalah suatu keprihatinan karena pembatasan hak untuk
menghadiri pertemuan, hal itu sehubungan dengan PI dan PNI. Bintang Timoer
menganggap bahwa gerakan nasionalis menuntut korban, Namun demikian, hak-hak
mereka dapat diterapkan untuk setiap saat diinginkan, sehingga penangkapan Ir.
Sukarno meski harus diasingkan kita harus tetap tenang. Bintang Timoer menyebut
pembatasan hak untuk menghadiri pertemuan, bahkan itu juga terjadi di Volksraad
adalah kemunduran serius dan berharap bahwa Pemerintah akan memberikan kembali
hak yang diberikan sepenuhnya sebagaimana yang terdapat dalam Konstitusi’.
Parada Harahap juga kemungkinan akan lebih kehilangan lagi karena
Mohammad Jamin (ketua Partindo Soerabaja) dan Amir Sjarifoeddin (ketua Partindo
Batavia) juga dalam pembahasan pemerintah untuk diasingkan (Arnhemsche courant,
04-08-1933).
Mohammad Jamin dan Amir
Sjarifoeddin adalah sekretaris dan bendahara panitia Kongres Pemuda 1928.
Setelah keduanya lulus Rechthoogeschool, langsung terjun ke partai politik
(Partai Indonesia). Mohamamad Jamin adalah adik dari Djamaloeddin alias
Adinegoro. Sepulang Adinegoro studi jurnalistik dari Eropa, Parada Harahap
mempekerjakannya sebagai editor Bintang Timoer (1929). Namun belum genap
setahun, datang Abdullah Lubis dari Medan untuk membantu Pewarta Deli karena
para editornya mengundurkan diri karena mendirikan surat kabar. Antara Parada
Harahap dan Abdullah Lubis terjadi kesepakatan dan Adinegoro dipindahkan ke
Pewarta Deli di Medan. Parada Harahap sendiri pernah menjadi editor Pewarta
Deli pada tahun 1918.
Pemerintah Hindia Belanda yang dijalankan oleh para intel dan polisi
terus mengawasi pergerakan nasional. Pemerintah Hindia Belanda terus melakukan
tekanan. Mahasiswa ditangkapi, pemimpin partai juga ditangkap, semua pers
pribumi dibreidel. Pertemuan publik juga telah dilarang. Pers Belanda juga
terus menyoroti pers pribumi. Parada Harahap telah lama menjadi target pers
Belanda. Meski demikian, Parada Harahap tetap berbicara dengan pena yang tajam
dan pikiran yang jerni dalam mengorganisasikan para revolusioner Indonesia.
Tidak ada lagi hal yang aman dan nyaman dengan Belanda. Parada Harahap
(kembali) memikirkan nama (bangsa) Jepang sebagai partner (yang baru). Belanda
sudah menjadi masa lalu dan tetap melancarkan prinsip non-kooperative, Jepang
adalah masa datang dengan prinsip kooperative.Parada Harahap tidak memiliki
hutang kepada pemerintah kolonial Belanda. Sebaliknya, Parada Harahap
bertahun-tahun ‘dizalimin’ oleh polisi kolonial Belanda dan telah ratusan kali
dipanggil ke meja hijau di pengadilan dan tak terhitung pula berapa kali harus
masuk penjara. Melawat ke Jepang, sesama Asia jelas jawabannya. Jepang memiliki
hutang kepada Parada Harahap (pembongkaran kasus prostitusi Jepang di Medan,
1918). Parada Harahap akan memimpin tujuh revolusioner Indonesia ke Jepang,
diantaranya Abdullah Lubis (jurnalis di Medan), Mohammad Hatta (akademisi) dan
Samsi Sastrawidagda (guru di Bandoeng).
De Sumatra post, 16-10-1933:
‘Pada 16 Oct. (Aneta). Pemimpin Bintang Timoer, Mr. Parada Harahap berangkat 7
November disertai sejumlah guru pribumi dan pengusaha ke Jepang. Rombongan akan
kembali melalui Manila’.[Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933: ‘Jumlah yang
berangkat ke Jepang sebanyak tujuh orang. Tiga wartawan, satu orang guru, satu
orang kartunis, dua pengusaha (Batavia
da Solo). Tiga orang diantaranya dari pulau-pulau luar [Jawa].
Bataviaasch nieuwsblad,
29-12-1933 (Java in Japan: The King of the Java Press): ‘The King of the Java
Press’ telah tiba di Jepang. Dan ada resepsi diberikan, dia dijamu layaknya
seorang raja, Mr Parada Harahap dari Bintang Timoer dan partainya dari
atas tampaknya benar-benar melakukan
yang terbaik mereka dan dengan demikian sepenuhnya diperlakukan tuan tamu
mereka dalam roh, yang merupakan kunjungi lonjakan negara dari Jawa ke Jepang
ini, untuk alasan apa pun, sehingga sekuat mungkin untuk mendorong, dan dengan
cara lain yang begitu mahal dapat memfasilitasi kontak dengan gerakan
masyarakat adat. Misi Perwakilan Comercial dari Jawa, yang orang-orang ini
wartawan koran, termasuk agen batik diizinkan berbicara. Di kapal mereka disambut
oleh Mr Shinzaburo Ishiwara, ‘general manager’ dari Ishiwara Sangyo Kaisha
Kabushiki Kobe. Berkenaan dengan tujuan kunjungan mereka, pemimpin kelompok,
Raja dari Pers Jawa, Mr. Parada Harahap, yang memimpin lima surat kabar Melayu
diantaranya Bintang Timoer, berbicara bahwa: ‘Kami datang ke sini untuk
melihat-lihat dan menikmati tempat-tempat terkenal keindahan alam dan juga
untuk melihat ke pemimpin lingkaran perdagangan dan industry. Kami dapat untuk
membantu dengan pembentukan hubungan persahabatan antara masyarakat Jepang dan
Jawa. Mr Parada Harahap juga murah hati dengan nasihat yang baik. Ia berpikir
bahwa Jepang akan melakukan sendiri benar mengerti populasi millionen di Jawa,
yang ingin datang untuk mengenal negara ini dan ini bisa dilakukan dengan
bantuan pers cukup baik kemudian ternyata bahwa Mr Parada Harahap siap untuk
menyebarkan berita tentang Jepang sebanyak mungkin dan mengatakan masih akan
menulis tentang Jepang dalam sebuah buku-hampir tidak bisa membawa semua niat
ini, karena ia takut kunjungan singkat hanya selama tiga minggu, ia berpikir ke
Jepang untuk memutar kembali waktu berakhir tentang Cherry Blossom dan sebagai
anggota dari ‘Indonesia Parliamentary Party’.
Sepulang dari Jepang, Parada Harahap menjadi target polisi/intel Belanda.
Parada Harahap dan kawan-kawan tidak langsung ke Batavia, melainkan turun di
Tandjoeng Perak Soerabaja. Mengapa? Jika langsung ke Batavia, Parada Harahap
dan kawan-kawan akan langsung ditangkap. Di Soerabaja akan merasa lebih aman.
Ketua Persatoean Boeroeh di pelabuhan Tandjong Perak adalah Radjamin Nasution
yang juga menjadi anggota dewan kota Soerabaja. Tentu saja di pelabuhan, Parada
Harahap dan kawan-kawan disambut oleh Dr. Soetomo. Parada Harahap dan
kawan-kawan tiba di Soerabaja tanggal 13 Januari 1934. Pada hari yang sama mereka
mendapat kabar bahwa Soekarno diberangkatkan ke pengasingan. Di Flores.
Setelah situasi mereda
Parada Harahap dan kawan-kawan kembali ke Batavia. Tentu saja di Soerabaja ada
pembicaraan dengan Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution. Mereka berdua adalah tokoh
penting Partai Bangsa Indonesia (PBI) yang berpusat di Soerabaja. Selain itu,
antara Parada Harahap dan Dr. Soetomo sesama pengelola media juga membicarakan
banyak hal. Perlu diingat disini: Ketika Parada Harahap menggagas pendirian
PPPKI, awalnya Boedi Oetomo enggan bergabung (karena merasa sudah besar).
Parada Harahap meminta bantuan Dr. Radjamin Nasution agar Dr. Soetomo berlapang hati ikut bergabung dengan PPPKI
(Radjamin Nasution dan Soetomo adalah bersahabat dekat sejak kuliah di STOVIA).
Pada kongres PPPKI tahun 1929 di Solo bahkan Ir. Soekarno memohon agar Boedi
Oetomo berpartisipasi aktif untuk perjuangan nasional. Setelah PNI didirikan
Soekarno tahun 1928, pada tahun 1931 Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution
mendirikan partai Persatoean Bangsa Indonesia (PBI). Untuk memperbesar partai
PBI, Dr. Soetomo mengajak Boedi Oetomo bergabung lalu fusi ini melahirkan
parati baru yang disebut Partai Indonesia Raya (Parindra). Pada tahun 1938 Radjamin
Nasution, anggota dewan kota (gemeenteraad) Soerabaja terpilih menjadi anggota
Volksraad mewakili Parindra di dapil Kota Soerabaja. Itulah kebesaran hati Dr.
Soetomo, semangat dan keseriusan Ir. Soekarno, kerelaan dan ketulusan Dr.
Radjamin Nasution dan inisiatif pro-aktif Parada Harahap dalam merajut bangsa secara
bersama-sama untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Ketua Editor Daulat Ra’jat
dan Boven Digoel
Belum lama berada di Batavia, Parada Harahap ditangkap intel/polis
Belanda di Batavia. Untuk meringankan tuntutan kepada Parada Harahap, konsulat
Jepang memberikan kesaksian. Akhirnya Parada Harahap tidak terbukti melakukan pelanggaran
lalu dibebaskan. Namun Mohammad Hatta ditangkap karena alasan lain. Pada tanggal
25 Februari 1934 ditangkap dengan tuduhan yang dikaitkan dengan isi propoganda
di media Daulat Ra’jat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-02-1934). Bersamaan
dengan penangkapan Mohammad Hatta ini, sejumlah pengurus PNI juga ditangkap. Jumlahnya
sebanyak 40 orang dan dilakukan penggeledahan di 50 rumah di lima kota
(Batavia, Bandoeng, Chirebon. Djogjakarta dan Soerabaja). Mohammad Hatta
ditangkap di tempat tinggalnya di Gang Kebon Djeroek No 37 Sawah Besar. Mohammad
Hatta lalu digelandang ke markas besar Polisi untuk dilakukan interogasi awal
dan lalu kemudian ditahan di penjara di Struiswijk (kini penjara Salemba di jalan
Percetakan Negara).
Daulat Ra’jat terbit 10 hari
sekali. Alamat administrasi Struiswijkstraat dan alamat redaksi di Gang Lontar.
Daulat Ra’jat sebagai organ parati Pendidikan Nasional Indonesia menjadi sarana
komunikasi, penerangan dan propaganda kepada para kader-kader di berbagai
tempat. Para penulis adalah Abdul Moerad, Mohammad Hatta, Soetan Sjahrir dan
lainnya. Partai Pendidikan Nasional Indonesia mengandalkan organ Daulat Ra’jat
untuk pengkaderan dan propaganda jika dibandingkan Partai Indonesia (Partindo)
yang tetap mengikuti model induknya yang telah dibubarak (PNI) dengan cara
penggalangan massa baik dalam forum tertutup maupun pertemuan publik.
Bataviaasch nieuwsblad, 26-02-1934 |
Soerabaijasch handelsblad, 25-03-1935
Ketua editor Daulat Ra’jat organ partai Pendidikan Nasional Indonesia Abdul
Moerad diajukan ke pengadilan Landraad Batavia untuk hasutan karena pria itu
ada di majalah 30 Agustus 1934 sebuah artikel sekitar enam bulan lalu tujuh kolom dimana ia mendorong masyarakat untuk
mengganggu sebanyak mungkin dan menggulingkan otoritas disini di Hindia.
Setelah interogasi yang ekstensif, yang memakan
waktu beberapa jam, terdakwa dijatuhi hukuman sembilan bulan penjara, dengan
pengurangan waktu yang dihabiskan dalam penahanan preventif
Setelah para pengurus partai Pendidikan Nasional Indonesia berada di
pengasingan, para kader tidak berdiam diri. Perjuangan terus dilakukan. Organ
partai, Daulat Ra’jat juga tetap dijalankan dengan cara sangat hati-hati. Setelah
para tokoh-tokoh Indonesia melancarkan protes dan melakukan negosiasi yang
dilakukan oleh Parada Harahap dan teman-teman di Volksraad, Mohammad Hatta pada
bulan November 1935 dipindahkan dari Digoel ke Banda. Selanjutnya, Abdul Moerad
dan kawan-kawan ditangkap, lalu diasingkan ke Boven Digoel.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 11-09-1939: ‘Abdul Moerad diasingkan ke Boven Digoel. Sesuai
dengan rpasal 8 Konstitusi Hindia Belanda kepada Soepiman alias Martosepoetro,
Soeparman alias Moerdjoto, Partoatmodjo alias Sarimin, Bernawi Latif, Bambang
Sindhu alias Mochtar, Simoeh alias Toekijat dan Abdul Moerad untuk kepentingan
perdamaian publik akan dikirim ke tempat pengasingan di Boven Digoel’
Partai Sosialis
Indonesia: Soetan Sjahrir, Amir Sjarifoeddin dan Abdul Moerad
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 dibentuk
pemerintahan yang bersifat presidensial. Dalam susunan kabinet ini diperlukan
nama Amir Sjarifoeddin untuk lebih menetralisir keberadaan Soekarno dan Mohammad
Hatta yang cooperative kepada Jepang. Untuk itu Soekarno bernegosiasi dengan
militer Jepang untuk dibebaskan Amir Sjarifoeddin dari kamp tahanan militer
Jepang di Malang. Akhirnya Amir Sjarifoeddin dibebaskan dan slot yang diberikan
sebagai Menteri Penerangan ditempatinya.
Kosmetik kabinet anti Jepang
tidak cukup dengan hanya menaruh Amir Sjarifoeddin dalam kabinet. Presiden
Soekarno lalu mengeluarkan maklumat pada tanggal 3 November 1945 bahwa sistem
pemeritahan presidensial diubah menjadi sistem pemerintahan parlementer.
Perdana Menteri ditujuk Soetan Sjahrir. Lalu kabinet terbentuk pada tanggal 14
November 1945 yang mana Amir Sjarifoeddin sebagai Menteri Keamanan Rakyat dan
juga masih merangkap sebagai Menteri Penerangan. Abdul Moerad diposisikan
sebagai Wakil Menteri Keamanan Ra’jat Lalu partai-partai melakukan konsolidasi
dan partai baru dibentuk pada bulan Desember 1945 yang disebut Partai Sosialis
Indonesia. Ketua partai baru ini adalah Soetan Sjahrir dan Wakil Ketua Amir
Sjarifoeddin (fusi partai yang didirikan Soetan Sjahrir dan partai yang
didirikan Amir Sjarifoeddin).
Kabinet baru ini lalu mendapat tantangan dari TKR dan dari oposisi.
Kelompok oposisi ini terutama dari kelompok Tan Malaka. Tekanan yang terus
menyudutkan kabinet Sjahrir akhirnya tidak tahan lalu mengembalikan mandat
kepada Presiden Soekarno. Namun Soekarno mengangkat kembali Soetan Sjahrir
sebagai Perdana Menteri dan menyusun kembali kabinet baru yang diumumkan pada
tanggal 12 Maret 1946. Dalam kabinet baru ini nama Abdul Moerad tidak ada lagi.
Untuk posisi Menteri Pertahanan tetap dijabat oleh Amir Sjarifoeddin. Sejak itu
nama Abdul Moerad tidak pernah terdeteksi lagi.
Para oposisi ini terbagi dua
golongan besar. Yang pertama adalah golongan pejuang bersenjata, termasuk TKR
yang menginginkan hilangnya penjajajah terutama Belanda/NICA yang berada di
belakang sekutu/Inggris. Golongan ini termasuk laskar-laskar yang dibentuk
masyarakat maupun organisasi. Golongan yang kedua adalah para penganut paham
100 persen merdeka (tanpa ada prinsip kerjasama dan tanpa ada pengaruh asing).
Kelompok yang menonjol dari golongan ini adalah kader-kader Tan Malaka seperti
Chaeroel Saleh, Adam Malik dan lainnya. Sementara itu di pihak pemerintah sudah
mengingkari UUD 1945 yang memajukan sistem parlementer dan terkesan ada
kecenderungan pemerintah (kabinet) untuk melakukan kerjasama dengan Belanda.
Tuntutan dari golongan-golongan oposisi ini semakin keras lebih-lebih dua
perjanjian yang dilakukan Linggarjati dan Renville) semakin tidak menguntungkan
(republik) Indonesia. Sedangkan kelompok yang berkiblat ke Tan Malaka
menginginkan Republik Indonesia 100 persen.
*Dikompilasi oleh Akhir
Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang
digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar