*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini
Tumbuh bekermbangnya pendidikan tidak selalu dimulai dari kota besar. Tempo doeloe pertumbuhan dan perkembangan pendidikan justru dimulai dari wilayah-wilayah terpencil di pedalaman. Bukan di Batavia, bukan di Semarang dan juga bukan di Padang, tetapi si Soeracarta, Fort de Kock dan Tanobato (Afdeeling Mandailin en Angkola). Pendidikan menjadi ‘mesin’ dalam memacu kemajuan peradaban penduduk pribumi. Itulah sebab mengapa dari tiga wilayah ini muncul orang-orang yang hebat.
Tumbuh bekermbangnya pendidikan tidak selalu dimulai dari kota besar. Tempo doeloe pertumbuhan dan perkembangan pendidikan justru dimulai dari wilayah-wilayah terpencil di pedalaman. Bukan di Batavia, bukan di Semarang dan juga bukan di Padang, tetapi si Soeracarta, Fort de Kock dan Tanobato (Afdeeling Mandailin en Angkola). Pendidikan menjadi ‘mesin’ dalam memacu kemajuan peradaban penduduk pribumi. Itulah sebab mengapa dari tiga wilayah ini muncul orang-orang yang hebat.
Kweekschool dan Europschool di Fort de Kock |
Bagaimana sejarah pendidikan dan sejarah sekolah
guru (kweekschool) di Fort de Kock?
Apakah sudah ada yang menulisnya? Artikel ini dimaksudkan untuk menambahkan yang
belum terinformasi dan juga meluruskan interpretasi (analisi) yang keliru. Satu
yang terpenting peran sekolah guru ini pernah meluluskan seorang putri bernama
Alimatoe’ Saadiah (jauh sebelum RA Kartini bersekolah). Untuk menambah
pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*
Introduksi
Pendidikan Modern di Fort de Kock
Introduksi pendidikan modern (aksara Latin) tidak
selalu muda diterapkan. Persyaratan perlunya adalah adanya guru dan adanya
jumlah siswa yang cukup menjadi syarat cukupnya didirikan sekolah. Bagi orang
Eropa/Belanda memberi pelajaran bagi anak tidak terlalu persoalan besar. Setiap
orang Eropa/Belanda yang ada di Hindia Belanda (baca: Indonesia) sudah pasti
bisa baca tulis aksara Latin. Jika mereka memiliki anak usia sekolah dan tidak
terdapat sekolah untuk orang Eropa/Belanda mereka bisa mengajari anak-anak
mereka di rumah atau mengundang guru privat. Hal ini juga mudah dilakukan oleh
orang pribumi untuk pendidikan tradisional dengan menggunakan aksara Arab (dan
atau aksara Batak di Mandailing en Angkola).
Tanobaro dan Fort de Kock (Peta 1850) |
Pada tahun 1846 Residen Padangsche Bovenlanden yang
berkedudukan di Fort de Kock (Afdeeling Agam), Steinmetz memperkenalkan
pendidikan aksara Latin dengan mendirikan sekolah. Beberapa tahun kemudian
Asisten Residen AP Godon memperkenalkan pendidikan dan sekolah di Afdeeling
Mandailing en Ankola (Residentie Tapanoeli). Sementara itu pendirikan sekolah
di Palembang muncul tahun 1849 (lihat Nederlandsche staatscourant, 22-12-1849).
Yang mengusulkan ini diduga kuat adalah Residen Palembang CPC Steinmetz (sejak
1848). Namun usul ini tidak segera terlaksana. Sementara di Riaouw (Tandjong
Pinang, Bintan) sudah dibuka sekolah dua tahun pada awal tahun 1850 oleh guru
J. Ijzelman (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en
advertentieblad, 21-05-1850).
Introduksi pendidikan
modern (aksara Latin) mulai direncanakan Pemerintah Hindia Belanda (pasca
pendudukan Inggris). Perencanaan itu terjadi tahun 1821 di Batavia dan
Soerabaja. Pada tahun 1822 komisi pendidikan dikirim ke Padang untuk
pembentukan sekolah. Namun rencana di Padang ini tidak terlaksana karena diduga
eskalasi politik yang berkembang di pedalaman Minangkabau (Padri). Sejak tahun
1822 ini tidak pernah terdeteksi adanya kegiatan (introduksi) pendidikan
wilayah pantai barat Sumatra hingga Residen Steinmetz memulainya di Residentie
Padangsche Bovenlanden (Ranah Minangkabau) tahun 1846.
Di Batavia sudah terdapat
dua sekolah pemerintah di Molenvliet dan di Weltevreden (lihat Nederlandsche
staatscourant, 22-12-1849). Sekolah di Molenvliet disebutkan memiliki 83 murid
dan sekolah di Weltevreden terdapat 140 murid. Di Soerabaja akan ditambah satu
lagi sekolah kedua. Sekolah juga akan diterapkan di Semarang. Guru yang layak
untuk di Samarang diusulkan J Wilkens. Selain sekolah pemerintah, sekolah-sekolah
swasta juga muncul di Batavia seperti di Parapattan yang sekarang siswanya 56
orang. Disebutkan subkomite pendidikan memantau terus perkembangan
sekolah-sekolah di Batavia.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kweekschool
Fort de Kock (JAW van Ophuijsen) hingga Kweekschool Padang Sidempoean (CA van
Ophuijsen)
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar