*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
Pulau Bali terkenal karena keindahannya. Tidak hanya pantai dan lanskapnya, tetapi juga hasil karya dan cara berperilaku yang baik penduduknya. Oleh karena itu banyak orang bule (Eropa-Amerika) yang datang ke Bali untuk melukis—untuk melukis apa saja. Tentu saja yang datang ke Bali bukan hanya bule tetapi juga ada yang pribumi. Ringkasnya keindahan Bali menjadi daya tarik para pelukis manca negera untuk dipamerkan di pameran dunia.
Pulau Bali terkenal karena keindahannya. Tidak hanya pantai dan lanskapnya, tetapi juga hasil karya dan cara berperilaku yang baik penduduknya. Oleh karena itu banyak orang bule (Eropa-Amerika) yang datang ke Bali untuk melukis—untuk melukis apa saja. Tentu saja yang datang ke Bali bukan hanya bule tetapi juga ada yang pribumi. Ringkasnya keindahan Bali menjadi daya tarik para pelukis manca negera untuk dipamerkan di pameran dunia.
Wanita Bali di Sering Sing (lukisan Corneille le Bruyn, 1706) |
Lantas seperti apa sejarah para pelukis di Bali? Nah, itu dia. Belum ada tampaknya yang tertarik
untuk menulis itu. Yang jelas sebelum muncul para pelukis di Bali, para pelukis
sudah berkeliaran dimana-mana di seluruh Hindia, bahkan ke tempat-tempat yang
terpencil, tempat dimana belum pernah dikunjungi orang Eropa sebelumnya. Para
pelukis seringkali menjadi pionir (penemu). Nah, untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe. Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Pelukis-Pelukis Eropa Sejak Era VOC
Jauh sebelum Walter Spies, pelukis asal Jerman
menemukan Bali tahun 1920 sebagai ruang imajinasinya dalam melukis,
pelukis-pelukis Eropa sudah banyak yang melangkangbuana di berbagai tempat di
Jawa dan Sumatra. Langkah Walter Spies kemudian diikuti oleh seorang pelukis
asal Meksiko José Miguel Covarrubias yang berkiprah di New York secara
kebetulan menemukan Bali tempat dimana Walter Spies berada.
Bagaimana
seorang Jerman mengetahui Bali sebagai tempat yang ideal untuk melukis tidak
diketahui secara persis. Namun yang jelas, seorang ‘anak’ Semarang bernama
Raden Saleh berangkat ke Belanda pada tahun 1836 untuk belajar seni melukis. Raden
Saleh setelah selesai pelajarannya tentang seni lukis di Belanda, tahun 1839
Raden Saleh dilaporkan ikut pameran lukisan di Jerman, Austria, Paris dan
Italia (lihat Overijsselsche courant, 29-10-1839), Sejak itu, nama Raden Saleh
semakin popular di kalangan para pelukis dunia. Raden Saleh setelah terkenal di
Eropa, kembali ke tanah air tahun 1851. Raden Saleh awalnya membuka galerinya di
(land) Menteng, namun kemudian memindahkannya ke Buitenzorg (menghadap view
gunung Salak).
Ketenaran Raden Saleh di Jerman boleh jadi memicu
seorang Jerman Hermann von Rosenberg untuk datang ke Hindia Belanda. Awalnya Hermann
von Rosenberg bekerja di Kantor Geografi di Belanda yang menyebabkan Rosenberg menemukan
jalan ke Hindia Belanda yang awalnya bekerja untuk Kantor Topografi di Batavia.
Gunung Lubukraya di Angkola (lukisan H von Rosenberg, 1840) |
Kisah Hermann von Rosenberg bermula ketika pada
tahun 1840 seorang geologis dan botanis Jerman FW Junghuhn dipekerjakan oleh
Gubernur Jenderal Pieter Merkus untuk melakukan survei geologi ke Tanah Batak
(Residentie Tapanoeli), FW Junghuhn mengajak Rosenberg. Pada bulan Mei 1840
mereka berdua tiba di pulau Pontjang, teluk Tapanoeli. Lalu kemudian menyusuri
sungai Loemoet dan selanjutnya mengikuti jalan tradisional ke district Angkola di
lembah gunung Lubuk Raya (kini Kota Padang Sidempuan). Lukisan pertama Hermann
von Rosenberg tentang alam pedalaman Sumatra itu adalah sungai Batangtoroe
dengan latar gunung Loeboekraja.
Pohon Andaliman di Angkola, Tapanoeli (Charles Miller, 1772) |
Uniknya, sungai Batangtoroe yang pernah dilukis
Rosenberg kembali muncul dalam sebuah lukisan yang dibuat oleh seorang Prancis
bernama Le Clereq pada tahun 1846. Boleh jadi Le Clereq telah mengetahui
karya-karya Hermann von Rosenberg yang dipamerkan di Batavia.
Ini
bermula ketika utusan Ratoe Belanda mengirim utusan khusus ke Hindia Belanda,
Jenderan von Gagern. Dalam kunjungan ke ibu kota onderafdeeling Angkola di
Padang Sidempoean, von Gagern merekrut seorang tentara profesional yang
memiliki keahlian melukis asal Prancis yang telah bergabung dengan militer
Hindia Belanda. Jenderal von Gagern ditemani oleh Gubenur Pantai Barat Sumatra
Kolonel AV Michiels. Rute perjalanan mereka dengan naik kuda dari Padang ke
Fort de Kock lalu menuju Leander (Panti), Singengoe dan Siaboe (onderfadeeling Mandailing)
dan Padang Sidempoean (lalu pulangnya melewati Batangtoroe menuju ke Sibolga
dan kemudian berlayar ke Padang). Hasil-hasil lukisan Le Clereq itu boleh jadi
akan menjadi lampiran laporan von Gagern kepada Ratoe Belanda. Kolonel AV
Michiels yang telah menjadi Gubernur pasca Perang Padri 1837 pada tahun 1849
menjadi panglima Hindia Belanda dalam Perang Bali (1849). Tidak lama setelah
berakhirnya Perang Bali, Kolonel Michiels diberitakan meninggal di Bali tahun
1849 karena dibunuh di rumahnya oleh seorang pembantu pribumi yang menaruh
dendam kepadanya.
Hermann von Rosenberg dan Le Clereq adalah dua
diantara orang-orang berbakat melukis yang bekerja untuk Pemerintah Hindia
Belanda yang menjadi pionir-pionir lukisan keindahan alam di Jawa dan Sumatra
di era Pemerintah Hindia Belanda. Setelah itu menjadi pelukis profesional. Sementara
pada era VOC, selain orang-orang Belanda yang bekerja untuk VOC dan bertindak
sebagai pelukis (untuk fungsi pemotretan), pelukis-pelukis profesional yang
datang ke Hindia sebagai lone ranger yang datang dari Eropa yang melakukan
petualangan (melancong) dan setelah itu mereka pulang dan menyusun buku (hasil
perjalanan) dan juga ada yang mengadakan pameran di Eropa.
Lanskap Sering Sing (lukisan Corneille le Bruyn, 1706) |
Lisan, tulisan dan lukisan pada era VOC dapat
dianggap sebagai cara perekaman suatu objek atau peristiwa. Tentu saja kala itu
belum ditemukan alat pemotretan (fotografi). Lukisan telah memperkuat tulisan. Lukisan
adalah gambar dalam berbagai bentuk: peta, sketsa dan gambar. peta. Dua bentuk
sumber data (tulisan atau lukisan) dapat digunakan sekaligus untuk menulis
sejarah.
Sangat
jarang penulis sejarah memanfaatkan lukisan. Lukisan cenderung hanya
ditempatkan sebagai pendamping. Bahkan tidak jarang lukisan hanya dianggap
sebagai illustrasi semata. Padahal, lukisan (sebelum ada teknologi fotografi)
berfungsi sebagai instrumen perekam yang andal. Suatu rekaman gambar (lukisan)
yang dapat diperhatikan secara detail (seperti halnya tabel data statistik).
Para ilmuwan (seperti botanis, geolog) atau perwira militer yang memimpin
ekspedisi ke wilayah yang baru (dan terpencil) mereka harus piawai menggambar
atau paling tidak di dalam tim disertakan satu atau beberapa orang pelukis
(painter). Fungsi pelukis dalam hal ini adalah untuk memproduksi dokumentasi
(dalam bentuk sketsa, peta atau lukisan). Ajudan seorang komandan dalam
ekspedisi cenderung dipilih yang memiliki bakat melukis.
Pada ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin
Cornelis de Houtman pada tahun 1597 juga menyertakan ahli bahasa dan ahli
melukis. Ketika ekspedisi ini berada di sekitar pulau Bali mereka juga membuat
peta Bali, peta permukaan pantai dan juga melukis pertemuan mereka dengan
rombongan radja Bali. Sejak ekspedisi pertama ini ekspedisi-ekspedisi
berikutnya terus berlangsung hingga mereka membuat koloni di muara sungai
Tjiliwong dengan membangun benten (kasteel) VOC yang disebut Kasteel Batavia
pada tahun 1619.
Perang Gowa (lukisan Johannes Vingboons, 1669-1675) |
Pelukis-pelukis tenar juga semakin banyak yang
datang ke Hindia Timur apakah karena inisiatif sendiri atau karena permintaan
Gubernur Jenderan VOC atau atas permintaan pihak kerajaan di Belanda. Pada
tahun 1705 seorang pelukis Prancis Coneille le Bruyn tiba di Batavia.
Kesempatan ini digunakannya mengunjungi para pedagang-pedagang VOC yang telah
membuka pertanian (estate) di sekitar Batavia. Coneille le Bruyn tidak hanya
melukis titik penting di kota (stad) Batavia juga melukis di sekitar Tangerang.
Pada tahun 1706 Coneille le Bruyn berkunjung ke Sering Sing tempat dimana rekan
sebangsanya Cornelis Chastelein membuka estate. Pada kesempatan ini Coneille le
Bruyn juga membuat lanskap Sering Sing sangat baik. Selama di Serng Sing, Coneille
le Bruyn juga menghasilkan dua wajah wanita Bali di Sering Sing. Oleh karena
itu melalui lukisan Coneille le Bruyn kita bisa mengenali wajah wanita Bali tempo
doeloe, tiga abad yang lalu.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bule Pertama Pelukis-di Bali: Walter Spies
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar