*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini
Bagaimana
gambut Indonesia? Sebarannya terutama di pulau Sumatra, pulau Kalimantan dan
pulau Papua. Itu satu hal tentang masa kini. Hal lain yang ingin diperhatikan
adalah sejarah zaman kuno gambut itu sendiri. Anehnya dalam melihat peta gambut
Indonesia pada masa ini, para peneliti menyebut gambut yang berada di dekat
pantai juga sudah berumur ribuan tahun. Apa, iya? Nah, dalam hal ini kita harus
kita kaitkan dengan sejarah zaman kuno di Indonesia.
Belum lama ini diketahui bahwa gambut
Putussaibau (kabupaten Kapuas Hulu, provinsi Kalimantan Barat). Gambut
Putussibau ini tebalnya 17 hingga 18 meter (bandingkan rata-rata gambut di
Indonesia 5 sampai 6 meter). Kabupaten Kapuas Hulu ratusan kilometer ke pantai barat Kalimatan.
Wilayah dimana gambut di kabupaten Kapuas hulu ini ada yang berada pada ketiggian 25 meter
dpl. Ini mengindikasikan bahwa pada
zaman kuno berada tidak jauh dari pantai. Secara keseluruhan keberadaan gambut
Indonesia sudah dipetakan yang dapat dilihat pada situs Badan Restorasi Gambut (BRG)
Indonesia. Dalam peta itu luasan gambut Indonesia hanya signifikan di Sumatra,
Kalimantan dan Papua. Dalam peta-peta itu juga diidentifikasi kawasan-kawasan gambut
di pedalaman.
Lantas
bagaimana sejarah gambut di Indonesia? Seperti disebut di atas, luasannya hanya
signifikan di Sumatra, Kalimantan dan Papua. Lalu apakah ada luasan gambut di
pulau-pulau lain sepertin Jawa dan Sulawesi? Seperti halnya Sumatra, Kalimantan
dan Papua, bentuk rupa bumi pulau Jawa juga telah berbeda yang zaman kuno
dengan yang sekarang. Dalam hal ini umur gambut sendiri berbeda-beda. Seperti
disebut di atas gambut Kapuas Hulu dikatakn yang tertua, bahkan tertua di
dunia. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Gambut Indonesia, Serajah Rupa
Bumi Pulau-Pulau
Tanah
gambut di Indonesia terjadi pada interval 6.800-4.200 tahun yang lalu. Tanah
gambut di Kalimantan Tengah lebih tua lagi, sekitar 6.230 tahun pada kedalaman
100 cm hingga 8.260 tahun pada kedalaman 5 M. Itu keterangan yang sering
digambarkan di berbagai tulisan Namun keterangan itu sangat samar, di satu sisi
menyamaratakan untuk kawasan yang luas dan tidak menunjukkan titik koordinat
dan waktu pembentukan gambut. Keterangan itu juga menyamaratakan secara
vertikal (lapisan tanah) tentang waktu pembentukan.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan telah
melakukan pemutakhiran klasifikasi kedalaman atau ketebalan gambut dari semula
4 kelas menjadi 6 kelas. Enam kelas tersebut adalah gambut dangkal (50-<100
cm); gambut sedang (100-<200 cm); gambut dalam (200-<300 cm); gambut
sangat dalam (300-<500 cm); gambut sangat dalam sekali (500-<700 cm); dan
gambut ekstrim dalam )>700 cm). Sementara ukuran tingkat kematangan setengah
matang sampai matang dan setiap luasan gambut juga berbeda kandungannya. Belum
lama ini dilaporkan bahwa gambut tertua Indonesia di Putussiabau kabupaten
Kapuas Hulu berdasarkan penanggalan karbon dikategorikan sebagai lahan gambut
purba dan setidaknya telah terbentuk sejak 47.800 tahun lalu. Lahan gambut Putussibau
memiliki lapisan yang sangat dalam bahkan hingga 18 M dan sebagai perbandingan,
rata-rata kedalaman lahan gambut di Indonesia adalah 5 sampai 6 M (lihat Environmental
Research Letters, akhir 2020). Laporan ini juga menyebutkan umumnya, situs
pesisir mengandung lahan gambut dangkal. sebab, lahan gambut di pesisir baru
mulai terbentuk setelah zaman es terakhir berakhir dan setelah permukaan laut
stabil yakni antara 4.000 dan 7.000 tahun lalu.
Okelah
soal penyamarataan adalah hal lain. Dalam hal ini bagaimana sejarah gambut
Indonesia dari sisi perubahan muka bumi Indonesia yang dikaitkan dengan peta
gambut Indonesia tersebut. Dengan memperhatikan peta gambut Indonesia pada masa
ini, hal itu merujuk bentuk peta Indonesia (rupa bumi) pada masa ini. Jika
membandingka peta yang sekarang dengan peta yang dibuat Prolomeus pada abad
ke-2, bentuk rupa bumi yang sekarang berbeda dengan yang sekarang.
Pada era Ptolomeus peta (rupa bumi) pulau
Kalimantan (peta Taprobana) jauh lebih kecil jika dibandingkan sekarang. Garis
pantai selatan Kalimantan (provinsi Kalimantan Tengah dan provinsi Kalimantan
Selatan) pada peta Ptolomeus lebih dekat ke garis ekuator. Dengan kata lain,
kawasan gambut di lahan pesisir pulau Kalimantan yang sekarang tampaknya terbentuk
belum mencapai 2.000 tahun. Bandingkan dengan keterrangan yang dikutip di atas
yang menyatakan tanah gambut di Indonesia terjadi pada interval 6.800-4.200
tahun yang lalu. Apa yang salah dalam
hal ini? Peta geografi Ptolomeus atau peta gambut Indonesia masa kini yang
salah?
Sayang,
dunia/Indonesia tidak memiliki (salinan) peta lain zaman kuno kecuali peta
Kalimantan (peta Taprrobana). Peta Sumatra dan juga peta Jawa baru muncul pada
era Portugis. Jika dibandingkan peta-peta perkiraan para pelancong sebelumnya,
peta-peta Portugis sudah lebih baik karena para pelaut-pelaut Portugis mengukur
langsung pulau-pulau dengan tingkat teknologi navigasi saat itu.
Peta-peta awal Portigis, yang dibuat para ahli
katyografi berdasarkan informasi pelaut-pelaut Portugis yang sudah mencapai
Hindia Timur masih terkesan bingung apakah peta Ptolomesus abad ke-2 adalah
Sumatra atau bukan. Namun yang jelas bahwa kemudian diketahui bahwa peta yang
dibuat Portugis adalah peta Sumatra. Namun karena bentuknya tidak sesuai dan
lebih mirip Ceylon maka para ahli kartografi Portugis menyangka pulau Taprobana
adalah pulau Ceylon (tentu salah salah, karena kini terbukti Taprobana adalah
pulau Kalimantan). Dalam hal ini peta Sumatra dapat dikatakan peta tertua
sejauh ini yang berasal dari Portugis. Peta Portugis ini juga sudah
menyatkannnya dengan wilayah Semenanjung. Portugis sendiri menaklukkan dan
menduduki Malaka sejak 1511.
Peta
Sumatra berdasarkan sumber pelaut Portugis tampak telah menggambarkan bentuk
umum pulau Sumatra sebenarnya seperti yang sekarang. Pada awal Sumatra ini para
ahli kartografi Portugis menandai beberapa area kawasan pantai sebagai area
gosong (perairan dangkal yang berparis) yang dapat mengancam navigasi
pelayaran. Area-area gosong itu di pantai barat Sumatra berada di sekitar
Singkil yang sekarang. Area gosong ini tampak lebih luas lagi di pantai timur
Sumatra dan bahkan gosong ada ditemukan di tengah lautan. Pulau-pulau yang
berdekatan di selat Malaka seperti di kepulauan Riau yang sekarang gosong ini
seakan menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya.
Dalam peta-peta selanjutnya, terutama yang
dikeluarkan oleh Belanda (VOC) area-area gosong ini tampaknya telah menghilang
dan digantikan dengan terbentuknya daratan. Pada Portugis tersebut telah
mengidentifikasi nama tanah dan pulau Daru (baca: Tanah Aru dan pulau Aru).
Nama lainuya adalah Bengkalis, Siak dan Kamparr. Pada wilayah Bengkalis, nama
tempat terpenting yang mungkin disebut Bengkalis letaknya masih jauh ke dalam.
Kota (kerajaan) Bengkalis ini diduga berada di muara sungai yang di depannya
terdapat dua pulau besar yang diduga pulau Bengkakalis dan pulau Rupat yang
sekarang. Pada masa ini bagian barat daya pulau pulau Bengkalis telah menyatu
dengan daratan Sumatra, Sedangkan muara sungai Bengkalis tempo doeloe yang
berada dekat pulau telah bergeser seiring dengan muara sungai Rokan yang
bergeser ke arah timur laut. Sungai Rokan di arah hulu bercabang dua (Rokan
Kanan dan Rokan Kiri). Sungai Rokan Kanan di arah hulu dengan pusat percandian
Padang Lawas.
Pulau-pulau
yang diidentifikasi pada peta Portugis awalnya diduga adalah suatu pulau yang
terbentuk dari proses sedimentasi jangka panjang yang sangat dipengaruhi sungai
Bengkalis/sungai Rokan. Sungai Rokan yang berhulu di pedalaman di pegunungan Bukit
Barisan telah memenuhi massa padat yang terbawa dari pedalaman apakan bentuk
lumpur atau sampah organik batang-batang pohon dan dedaunan. Disamping itu juga
kawasan hulu Rokan ini juga adalah tempat pertambangan emas sejak zaman kuno di
sekitar Rao.
Dengan membandingkan peta gambut masa kini,
pulau Bengkalis dan pulau Rupat adalah dua area gambut yang sangat luas, yang
di masa lampau (peta Portugis) dua pulau yang terpisah satu sama lain, tetapi
kini pulau Bengkalis sudah menyatu dengan daratan pulau Sumatra. Dalam hal ini
perairan yang tempo doeloe memisahkan pulau Bengkalis telah menyatu dengan
daratan Sumatra yang diduga kuat karena proses sedimentasi jangka panjang.
Pulau Rupa sendiri. Perairan pulau rupat hanya menyisakan kawasa daerah aliran
sungai Rokan. Pulau Bengkalis dan pulau rupat sendiri di zaman kuno diduga
adalah pulau sedimen yang menjadi daratan. Jika diperhatikan peta gambut
sekarang, di seluruh provinsi Riau yang sekarang tediri dari pulau-pulau gambut
bahkan tampak pulau gambut di pedalaman di hulu sungai Rokan dan hulu sungai
Siak.
Apa
yang menyebabkan terdapatnya lahan gambut mulai dari sungai Barumun di utara
hingga sungai Kampar di selatan (wilayah tangkapan air) diduga kuat karena
adanya aktivitas manusia yang intens di pedalaman. Yang jelas di pedalaman
terdapat pusat peradaban zaman kuno di sekitar candi. Kawasan pedalaman ini
juga wilayah pertambangan emas. Sungai-sungai besar yang bermuara ke pantai
timur menjadi jalur navigasi pelayaran yang juga jalan massa padat atau lumpur
dari pedalaman.
Jika proses sedimentasi yang menjadi awal
terbentuknya daratan yang mengandung gambut tebal, sudah barang tentu didahului
oleh suatu aktivitas manusia di wilayah hulu yang kemudia terbentuk pusat-pusat
peradaban di pedalaman. Ini mengindikasikan bahwa tanpa mengukur umur karbon
sebenarnya dapat diperkirakan sejak kapan terbentuknya gambut di kawasan. Jika
candi Padang Lawas dan candi Muara Takus sebagai patokan itu berarti sekitar
abad ke-11 atau abad ke-12. Dalam hal ini pada zaman kuno era Hindoe Boedha
pusat-pusat peradaban candi ini di pedalaman sebenarnya tidak terlalu jauh dari
pantai (laut). Dengan kata lain di kawasan dimana kini terdapat pulau-pulau
gambut pada zaman candi adalah lalulintas pelayaran yang ramai. Secara
keseluruhan pulau Sumatra zaman kuno lebih ramping dibandingkan dengan sekarang,
Dalam hal ini kehidupan manusia dimulai di pedalaman di sekitar pegunungan
Bukit Barisan.
Lalu
bagaimana dengan gambut di pulau Papua? Seperti di Sumatra dan Kalimantan,
gambut di pulau Papua juga diduga berada di kawasan sedimen yang kemudian
membentuk daratan pada zaman lampau. Pembentukan sedimen Papua ini tampaknya
masih lebih muda jika dibandingkan dengan di Sumatra mapun di Kalimantan.
Faktor penyebab terbentuknya gambut di Papua karena aktivitas manusia dalam hal
pertambangan emas di pegunungan tengah Papua (Grasberg).
Pada peta VOC wilayah Mimika yang sekarang
masih ditemukan pulau sedimen. Namun pulau sedimen ini sudah menjadi daratan.
Proses sedimen ini karena faktor sungai Mimika yang berhulu di Grasberg dimana
terdapat pertambangan emas yang masif sejak era Portugis atau sebelum kehadiran
Portugis yang perdagangannya dilakukan oleh pedagang-pedagang Moor. Pulau
Frederik Hendrik (kini pulau Yos Sudarso) diduga kuat terbentuk dari proses
sedimen jangka panjang yang merupakan kawasan tangkapan air dari sungai-sungai
yang bermuara ke pantai barat daya termasuk sungai Mimika.
Kawasan
gambut di wilayah utara Papua terdapat di daerah aliran sungai Membramo. Namun
yang perlu diperhatikan kawasan gambut di daerah aliran sungai Membramo ini
terbagi dua area yakni kawasan pedalaman (Wamena) dan kawasan pantai (muara
sungai). Daerah hulu sungai Membramo ini terbilang berada di sisi timur
pegunungan tengah Grasberg (lembah Baliem). Lagi-lagi, peran aktivitas manusia
yang menjadi faktor pemicu timbulnya kawasan gambut yang mana sungai sebagai
penghubung antara pedalaman dan kawasan pantai.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Gambut Tertua di Indonesia: Mengapa
Gambut di Jawa Tidak Terpetakant?
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar