*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini
Pada masa ini diantara para jurnalis Indonesia, polemic yang selalu ada adalah soal hari pers nasional-perihal siapa yang berhak memiliki hari pers di Indonesia. Memang setiap era memiliki persoalan sendiri-sendiri, tetapi perihal polemik itu menjadi bagian tidak terpisahkan dalam perjalanan sejarah pers di Indonesia. Pada permulaan pers Indonesia, era Pemerintah Hindia Belanda, polemik pertama yang bergulir adalah soal kebangsaan: warga mana yang paling berhak mendapat perhatian pembangunan dan siapa diantara pribumi dan Belanda yang berhak tentang kepemilikan tanah air (warisan nenek moyang).
Polemik Hari Pers Nasional. Remotivi/Wisnu Prasetya Utomo. 2017. Perdebatan apakah tanggal 9 Februari layak diperingati sebagai Hari Pers Nasional? Hampir setiap tahun, AJI menolak itu. Pasalnya, tanggal tersebut hari lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), akan lebih tepat diperingati sebagai hari lahir PWI. Ide Hari Pers Nasional sudah berlangsung lama, di tahun 1978 saat kongres ke 16 PWI di Padang, saat itu ketua PWI Harmoko, pemimpin redaksi Pos Kota, menjadi salah satu keputusan kongres. Ide ini lantas diusulkan kepada Dewan Pers dan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 5 tahun 1985, tanggal 23 Januari 1985 Hari Pers Nasional resmi diperingati setiap tahun di tanggal 9 Februari. Ini bermula dari berbagai diskusi digelar dan perdebatan public sekelompok jurnalis dan penulis pada 7 Desember 2007 mendeklarasikan Hari Pers Indonesia di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung. Pemilihan tanggal 7 Desember didasarkan pada hari meninggalnya Tirto Adhi Soerjo, bapak pers nasional. Salah satu yang tokoh yang turut mendeklarasikan Hari Pers Indonesia adalah Taufik Rahzen, penulis buku Seabad Pers Kebangsaan (2007) dimana dalam buku, Taufik menulis bahwa semestinya menjadi tonggak bagi kehidupan pers di Indonesia adalah Tirto Adhi Soerjo yang merupakan pemimpin redaksi Medan Prijaji, media pertama yang menggunakan bahasa Melayu. Suryadi, dosen dan peneliti di Universitas Leiden. menyebut bahwa menggunakan satu nama koran atau tokoh sebagai penanda peringatan pers Indonesia sama artinya dengan mengabaikan peran koran-koran lain yang juga memiliki sumbangan besar dalam sejarah pers di Indonesia. Perdebatan-perdebatan semacam ini hampir muncul setiap tahun hingga saat ini, sementara hari pers tetap diperingati pada 9 Februari (https://www.remotivi.or.id/)
Lantas bagaimana sejarah polemik pers era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, polemik pers antara (pribumi dan Belanda) dimulai soal warga mana yang paling berhak mendapat perhatian pembangunan dan kemudian berlanjut siapa diantara pribumi dan Belanda yang berhak tentang kepemilikan tanah air. Pada masa kini, soal itu sudah dapat dituntaskan, tetapi diantara insan pers masih seputar tentang penetapan hari pers nasional. Lalu bagaimana sejarah polemik pers era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.