Minggu, 19 November 2017

Sejarah Semarang (6): Banjir Kanal Barat Semarang 1879; Banjir Kota yang Tidak Berkesudahan Picu Bangun Kanal Timur

Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini


Sejarah terbentuknya kota Semarang cukup lama dan penuh kelok karena kota Semarang terbilang kota tua dan berkelok-kelok bagaikan aliran air sungai Semarang. Pada masa lampau ketinggian air sungai Semarang adalah berkah sehingga kapal-kapal yang masuk dari laut bisa berlayar aman jauh ke hulu. Seiring dengan pertambahan warga kota dan perluasan areal pemukiman, air berlebih justru sebaliknya menjadi menakutkan karena dapat menimbulkan banjir. Soal banjir di Kota Semarang lalu menjadi acuan dalam penataan kota (kembali) dan pembangunan kanal-kanal baru: kanal barat dan kanal timur.

Peta Kota Semarang, 1880
Persoalan banjir sudah lebih dahulu dialami oleh Kota Batavia. Pada era VOC sungai Tjiliwong disodet dengan membangunan kanal melalui jalan Gajah Mada yang sekarang dan kemudian disodet lagi dengan membangun kanal melalui jalan Gunung Sahari yang sekarang. Ternyata itu tidak cukup lalu di era Pemerintah Hindia Belanda dibangun Banjir Kanal Barat dan di era RI dibangun Banjir Kanal Timur. Setelah kanalisasi di Kota Semarang, disusul kemudian kanalisasi di Kota Soerabaja dan Kota Padang. Empat kota ini memiliki riwayat banjir yang mirip dan tipologi pembangunan kanal yang kurang lebih sama.

Bagaimana proses pembangunan Banjir Kanal Barat dan pembangunan Banjir Kanal Timur di Semarang dan hal apa saja yang terkait dengan dua kanal ini tidak pernah ditulis. Artikel ini menelusuri ke masa lampau. Pada masa ini Banjir Kanal Barat yang panjangnya sekitar sembilan kilometer dan Banjir Kanal Timur yang panjangnya sekitar enam kilometer sempat terbaikan tetapi kini telah diurus dengan baik. Mari kita mulai dengan riwayat Bandjir Kanal Barat (western-bandjirkanaal) dan pembangunan Bendungan Simongan.
.
Banjir Kanal Barat

Bendungan Simongan, 1915
Pada peta-peta sebelumnya belum ada terindikasi kanal, tetapi dalam Peta Kota Semarang 1875 teridentifikasi sebuah kanal di sebelah barat kota dengan menyodet sungai Semarang di desa Lemah Gempal. Kanal ini tampaknya dibangun untuk dua tujuan: untuk mengairi pencetakan sawah baru dan untuk mengurangi ketinggian air di tengah kota bila musim hujan. Kanal ini tampaknya skala kecil. Pada Peta Kota Semarang 1880 kanal kecil itu telah diperbarui dengan melebarkan sungai dan menambah kedalaman kanal. Kanal ini kemudian disebut Banjir Kanal. Badjir Kanal (bandjirkanaal) ini mulai beroperasi pada tanggal 23 Januari 1879 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-03-1885).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Banjir Kanal Timur  Semarang Dibangun 1898

Bandjir Kanal Semarang awalnya dapat mengatasi persoalan banjir di Kota Semarang, namun dalam perkembangannya muncul sejumlah tekanan sehingga Bandjir Kanal Semarang menjadi tidak memadai lagi. Tekanan tersebut karena erosi di hulu yang mengakibatkan debit air sugai Semarang terus meningkat dan perluasan pemukiman untuk memanfaatkan lahan-lahan marjinal yang basah dan berawa. Disamping itu banjir di tengah kota Semarang telah kerap menghancurkan jalan dan menghalangi lalu lintas kereta api. Jika muncul banjir kerugian ekonomi sudah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pembangunan kanal baru.

Bandjirkanaal te Semarang (foto 1895)
Isu pembangunan kanal mulai muncul tahun 1896 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 22-09-1896). Ide ini tidak mudah karena di waktu yang bersamaan muncul isu pembangunan jaringan kereta api hingga mencapai Soerakarta dan Djogjakarta. Dengan bergulirnya dua isu ini, warga kota Semarang bahkan mewacanakan untuk turut menanggung pembiayaan pembangunan kanal baru.

Pembangunan jaringan kereta api Semarang-Vorsteolanden (Tanah Para Pangeran) yang meliputi Soerakarta dan Djogjakarta juga mendesak untuk menarik volume produksi yang terus meningkat agar lebih cepat tiba di (pelabuhan) Semarang dengan biaya pengangkutan yang lebih murah

Peta Semarang, 1900
Akhirnya pada awal tahun 1897 isu pembangunan kanal baru di Kota Semarang menjadi kenyataan. Pembebasan lahan pun mulai dilakukan Nama kanal baru ini disebut Bandjir Kanal Timur (Ooster-Bandjirkanaal). Nama ini sudah tentu merujuk dengan kanal sudah ada di barat kota. Dengan munculnya nama Bandjir Kanal Timur, maka kanal lama dengan sendirinya disebut Bandjir Kanal Barat. Pembangunan kanal baru yang mencakup lahan yang luas. Pemilik lahan luas sedikit mendapat perhatian yang mana  pembebasan lahan dilakukan oleh pemerintah dengan ganti rugi meski dengan bervariasi tetapi tetap dengan harga yang memadai (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 30-07-1898). Pengeluaran pemerintah sebesar f 38,079 di Boegaigan, f39,000 di Klajaran dan f49,100 di Torbaja (tiga puluh sen per meter persegi).

Bandjir Kanal Barat dan Timur (Peta Semarang, 1909)
Namun sebelumnya, bagi penduduk biasa harus menanggung dua hal. Pertama mendapat ganti rugi yang tergolong harga relatif rendah. Kedua, di bawah komando Loerah, setiap desa harus mengirim warganya sejumlah warganya untuk berpartisipasi dengan bayaran rendah atau tanpa dibayar (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 17-04-1897). Siapa yang dikirim akhirnya (sudah pasti) yang terkena adalah penduduk dari golongan yang tidak mampu. Dalam hal ini sesungguhnya Loerah menerima anggaran dari pemerintah tetapi tidak sampai kepada para penduduk yang ditunjuk. Loerah dalam hal ini menarik keuntungan dengan adanya proyek ini tetapi para koeli. Tidak sedikit warga kampung telah jatuh ke dalam kemiskinan karena masa-masa ini yang di satu sisi untuk menghormati perintah Loerah tetapi di sisi lain dengan pendapatan yang sangat rendah. Ini seakan kerja wajib tanpa upah atau biaya pada pembangunan Bandjir Kanal Timur.   
  
Pengerjaan pembangunan kanal baru yang disebut Bandjir Kanal Timur sudah dimulai. Pekerjaan ini di bawah pengawasa FH Wener dan TE Mobius (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad,   21-09-1897). Dampaknya adalah munculnya pembangunan jembatan kereta api dan jembatan di ruas jalan Semarang Demak. Jembatan kereta api akan dibuat seperti jembatan kereta api yang berada di belakang stadhuis atau Balai Kota. Juga akan dibuat jembatan yang lebih kecil agar penduduk tidak memutar  (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-10-1898).

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar