Minggu, 28 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (261): Pahlawan Indonesia Adinegoro; Bintang Timoer di Batavia, Pewarta Deli, ANTARA dan PWI

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Djamaluddin alias Adinegoro adalah salah satu Pahlawan Indonesia. Adinegoro menjadi populer ketika menjadi pemimpin redaksi surat kabar Pewarta Deli yang terbit di Medan yang dipimpin Abdoellah Lubis. Sebelum itu Adinegoro adalah pemimpin redaksi surat kabar Bintang Timoer di Batavia yang dipimpin Parada Harahap. Terakhir Adinegoro pemimpin redaksi kantor berita Antara yang dipimpin Adam Malik. Last but not least, Adinegoro dan Mochtar Lubis menginisiasi pembentukan organisasi jurnalis Persatuan Wartawan Indonesia.

Djamaluddin Adinegoro gelar Datuak Maradjo Sutan (14 Agustus 1904 – 8 Januari 1967) adalah sastrawan dan wartawan kawakan Indonesia. Ia berpendidikan STOVIA (1918-1925). Nama aslinya sebenarnya bukan Adinegoro, melainkan Djamaluddin. Ia adalah adik sastrawan dan pejuang Muhammad Yamin. Mereka saudara satu bapak, tetapi lain ibu. Ayah Adinegoro bernama Usman gelar Baginda Chatib dan ibunya bernama Sadarijah, sedangkan nama ibu Muhammad Yamin adalah Siti Saadah. Adinegoro terpaksa memakai nama samaran karena ketika bersekolah di STOVIA ia tidak diperbolehkan menulis. Padahal, pada saat itu keinginannya menulis sangat tinggi. Maka digunakan nama samaran Adinegoro tersebut sebagai identitasnya yang baru. Ia pun bisa menyalurkan keinginannya untuk mempublikasikan tulisannya tanpa diketahui orang bahwa Adinegoro itu adalah Djamaluddin gelar Maradjo Sutan. Oleh karena itulah, nama Adinegoro sebagai sastrawan lebih terkenal daripada nama aslinya, Djamaluddin. Adinegoro sempat mengenyam pendidikan selama empat tahun di Berlin, Jerman (1926-1930).  Ia mendalami masalah jurnalistik di sana. Selain itu, ia juga mempelajari kartografi, geografi, politik, dan geopolitik. Tentu saja pengalaman belajar di Jerman itu sangat banyak menambah pengetahuan dan wawasannya, terutama di bidang jurnalistik. Adinegoro memang lebih dikenal sebagai wartawan daripada sastrawan (Wikipedia).:

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Adinegoro? Seperti disebut di atas, Adinegoro adalah salah satu wartawan Indonesia yang memiliki ‘pendidikan’ pers di Eropa. Adinegoro juga memiliki minat di bidang sastra. Lalu bagaimana sejarah Adinegoro? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Adinegoro: Bintang Timoer dan Pewarta Deli

Pada tahun 1920 di sekolah kedokteran STOVIA di Batavia, berhasil lulus ujian di tingkat dua persiapan (naik ke kelas tiga persiapan) antara lain Djamaloedin, Kasmir Harahap dan Amir Hoesin Siagian (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-05-1920). Djamaloedin yang kemudian menyebut dirinya Adinegoro dan sekelas masuk tahun 1918. Yang lulus ujian di tingkat satu persiapan (naik ke kelas dua) yang masuk tahun 1919 antara lain Kr Raba Nasution, Roebini, Soetan Lubis. Pamenan Harahap, Gindo Siregar dan Daliloedin Lubis. Di atas mereka yang lulus kelas tiga persiapan (naik ke kelas satu medik) antara lain Diapari Siregar, Pinontoan.

Yang lulus kelas satu medik antara lain Rama Saleh, M Ali Hanafiah, Abdoel Moerad, Aminoedin Pohan dan Bahder Djohan. Lulus kelas dua medik antara lain Djabangoen Harahap dan Tjiong Boen Kie. Lulus kelas tiga antara lain F Tobing dan Pirngadi. Lulus kelas empat antara lain Maengkom, Amir, Leimena dan Nn. Marie Thomas. Lulus kelas lima antara lain Mohamad Djamil dan Abdoel Moenir Nasution. Catatan: lama studi sebelas tahun, tiga tahun tingkat persiapan dan delapan tahun tingkat medik.

Pada tahun 1922 Djamaloedin lulus ujian kelas satu tingkat medik (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-05-1922).  Kasmir Harahap dan Amir Hoesin Siagian juga naik ke kelas dua medik. Yang lulus pada kelas satu tingkat persiapan antara lain Moewardi dan Nasution. Pada tahun 1923 Daliloedin Lubis naik ke kalas satu tingkat medik (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-05-1923), Dari berbagai kelas pada ujian 1923 tidak ditemukan nama Djamaloedin. Apakah Djamaloedin gagal? Yang jelas berdasarkan Sumatra-bode, 22=05-1923 Djamaloedin satu kapal dengan Daliloedin Lubis. Penumpang lainnya yang ada dalam manifes kapal Champhuijs yang berangkat dari Batavia tanggal 22 Mei antara lain Kasmir Harahap dan Mohamad Jamin.

Seperti disebut di atas, Djamaloedin adalah adik dari Mohamad Jamin. Dalam hal ini Mohamad Jamin naik dari kelas satu ke kelas dua di sekolah kedokteran hewan (Veeartsenschool) di Buitenzorg (lihat  De Preanger-bode, 24-05-1923). Yang satu kelas dengan Mohamad Jamin antara lain Anwar Nasution. Catatan: siswa yang diterima di STOVIA adalah lulusan sekolah dasar (HIS) sedangkan di Veeartsenschool lulusan sekolah menengah pertama (MULO).  

Setelah lama nama Djamaloedin menghilang, kembali diberitakan hadir dalam satu peringatan Jong Sumatranen Bond yang diadakan di gedung Freemasi=on Batavia (lihat  Bataviaasch nieuwsblad, 14-12-1925). Acara peringatan itu dibuka oleh ketua Bahder Djohan. Saat itu sekretaris Jong Sumatranen Bond adalah Diapari Siregar (adik kelas Bahder Djohan di STOVIA). Pada tahun 1925 yang naik ke kelas tujuh di STOVIA antara lain Bahder Djohan, Aminoedin Pohan, Djabangoen Harahap (lihat Bataviaasch nieuwsbladjua, 15-05-1925). Tampaknya Djabangoen Harahap pernah tinggal kelas/cuti satu tahun.

Dalam Kongres Pemuda yang pertama tahun 1926 Djamaloedin hadir sebagai bagian dari delegasi Jong Sumatranenbond (lihat De locomotief, 07-05-1926). Kongres Pemuda ini diadakan di gedung Freemason di Weltevreden yang diketuai oleh Mohamad Thabrani (pemimpin redaksi Hindia Baroe). Mohamad Tabrani sebelumnya bersama Parada Harahap (Bintang Hindia) dan WR Soepratman (kantor berita Alpena) menmbentuk sarikat jurnalis dimana sebagai ketua Tabrani, sekretaris WR Soepratman dan komisaris Parada Harahap. Kantor berita Alpena didirkan oleh Parada Harahap di bawah perusahaan NV Bintang Hindia..

Apa kegiatan Djamaloedin tidak diketahui secara pasti. Namanya di STOVIA sudah lama tidak ada. Di sekolah-sekolah lain seperti AMS juga tidak ditemukan nama Djamaloedin. Apakah Djamaloedin aktif di bidang pers? Atau apakah Djamaloedin sedang mengikuti kursus bahasa asing? Yang jelas, Djamaloedin terakhir diketahui berada di Batavia tahun 1926 yang turut hadir dalam kongres pemuda pertama (lihat kembali De locomotief, 07-05-1926).

De Indische courant, 13-09-1929: ‘Jurnalistik. Djamaloedin, yang dikenal sebagai Adinegoro, yang telah tinggal di Eropa selama empat tahun untuk belajar jurnalistik, diperkirakan akan kembali pada pertengahan Oktober, menurut surat kabar berbahasa Melayu, Adinegoro baru-baru ini berada di Wurzburg, Jerman. Sekembalinya ia akan mengunjungi Jenewa dan Genoa, darimana perjalanan akan dilanjutkan dengan Nord-Deutscher Lloyd. Meskipun awalnya dia bermaksud mengunjungi Rusia, rencananya untuk saat ini ditunda karena ada konflik antara Rusia-Cina. Adinegoro berasal dari Padang. Belum diketahui di mana dia akan menetap setelah kembali’,

Selama Djamaloedin menghilang dari publik di Batavia, ternyata Djamaloedin telah bepergian ke Eropa. Oleh karena itu ia tidak terdeteksi. Akan tetapi mungkin ada yang mengetahui terutama di bidang jurnalis yeng tetap mengirim tulisan dari Eropa dengan nama alias yakni Adinegoro. Mengapa begitu? Tidak begitu jelas. Namun diduga kuat karena ada nama serupa yang menjadi kader komunis di pantai barat Sumatra (yang telah dikirim ke Digoel). Yang pasti kini, Djamaloedin alias Adinegoro yang kini tengah berada di Jerman akan kembali ke tanah air. Media menyebut empat tahun, tetapi melihat jejak digitalnya di media Djamaloedin alias Adinegoro di Eropa sekitar tiga tahun lebih (dimana satu setengah tahun di Belanda).

Deli courant, 18-09-1929: ‘Jurnalis pribumi baru. Haji Salim membawa seorang teman bersamanya sekembalinya ke Hindia. Di Medan ada hal hebat yang bisa dilakukan dalam bisnis surat kabar, kata teman Pak Salim. Djamaloedin telah menghasilkan ensiklopedia kecil dalam bahasa Melayu dan telah menulis beberapa buku dalam ‘bahasa Indonesia’, menurut pers harian berbahasa Melayu. Kami belum mengetahui bahwa Tuan Djamaloedin (Adi Negoro adalah nama samarannya), yang berasal dari Sumatra’s Westkust, tidak bergerak di bidang jurnalisme politik. Ia telah berkontribusi antara lain untuk Pandji Poestaka, penerbitan Volkslectuur, dan berbagai majalah pribumi. Secara khusus ia baru-baru ini memberikan deskripsi perjalanan dari Eropa (misalnya ke Pewarta Deli)’.

Selama di Eropa, Djamaloedin kerap mengirim tulisan ke majalan Pandji Poestaka dan majalah pribumi dengan nama (samaran) Adinegoro. Adinegoro tampaknya telah menulis beberapa buku yang diduga diterbitkan oleh Balai Poestaka. Buku-buku apakah? Siapa yang disebut Hadji Salim dalam berita di atas diduga kuat adalah Hadji Agoes Salim yang sejak 1917 memulai karir di pers pribumi (lihat artikel sebelumnya). Lantas surat kabar apa yang kerap memberitakan Adinegoro yang disebut surat kabar harian berbahasa Melayu? Lantas mengapa begitu penting bagi Adinegoro surat kabar Pewarta Deli yang terbit di Medan?

Surat kabar berbahasa Melayu Pewarta Deli didirikan oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda pada tahun 1909. Parada Harahap yang kini menjadi pimpinan surat kabar berbahasa Melayu di Batavia Bintang Timoer pernah menjadi editor di Pewarta Deli tahun 1918/1919. Kini, Pewarta Deli dipimpin oleh Abdoellah Lubis dengan anggota redaktur Mangaradja Ihoetan dan Hasanoel Arifin. Surat kabar yang kerap memberitakan Adinegoro itu diduga adalah surat kabar Bintang Timoer pimpinan Parada Harahap. Mengapa? Parada Harahap begitu dekat kepada dua tokoh Kongres Pemuda kedua tahun 1928 yakni Mohamad Jamin (sekretaris) dan Amir Sajarifoeddin Harahap (bendahara). Parada Harahap juga begitu dekat dengan Abdoellah Lubis dari Pewarta Deli (Parada Harahap sudah mengenalnya sewaktu menjadi editor di Pewarta Deli tahun 1918/1919).

Djamaloedin alias Adinegoro sudah berada di tanah air (lihat Deli courant, 01-11-1929). Ada indikasi bahwa Djamaloedin akan mebnjadi kepala redaktur di surat kabar Pwearta Deli. Namun untuk sementara Djamaleoedin masih berada di Batavia. Dimana di Batavia? Apakah di surat kabar Bintang Timoer?

Deli courant, 01-11-1929: ‘Jurnalisme. Kami mengetahui bahwa Bapak Hasan Noel Arifin telah diberhentikan sebagai ketua radaksi Pewarta Deli mulai hari ini karena perbedaan pendapat politik yang serius dengan manajemen. diangkat menggantikannya sebagai pemimpin redaksi, bapak Djamaloedin, yang baru saja kembali dari Eropa’. Catatan: setia di atanah air, Djamaloedin sempat mudik sebentar ke kampong. Ini terlihat dari manifest kapal ss van der Wijck tanggal 17 berangkat (dari Padang) menuju Batavia (lihat Sumatra-bode. 18-11-1929).

Di Batavia, Djamaloedin telah bergabung dengan surat kabar Bintang Timoer untuk menggantikan posisi Parada Harahap untuk sementara. Hal ini karena Parada Harahap sebagai sekretaris PPPKI sejak Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda 1928 sangat sibuk dan untuk mendukung tim editor Bintang Timoer, Parada Harahap merekrut Djamaloedin yang baru pulang studi jurnalistik dari Eropa. Dalam konteks inilah Adinegoro diketahii akan membatu Pewarta Deli yang baru memecat kepala editornya (Hasanoel Arifin).

Sebelumnya pada tahun 1928 NV Bintang Hindia mendirikan surat kabar berbahasa Belanda yang mana sebagai editor adalah J Manoppo. Pada tahun 1928, untuk mendukung penyelenggaraan Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda Parada Harahap juga telah menerbitkan surat kabar Bintang Timoer edisi Semarang dan edisi Soerabaja. Pada tahun 1930 saat Dr Soetomo dkk mendirikan partai baru di Soerabaja Partai Bangsa Indonesia (PBI) Bintang Timoer ediri Soerabaja ini menjadi surat kabar Soeara Oemoem yang dipimpin oleh Dr Soetomo. Dr Soetomo adalah ketua panitia Kongres PPPKI pada tahun 1928.

Djamaloedin alias Adinegoro tampaknya belum buru-buru berangkat ke Medan. Posisinya di Bintang Timoer akan mudah dicari karena di Batavia begitu banyak jurnalis yang bermutu. Namun untuk sementara Adinegoro masih membantu Parada Harahap di Bintang Tumoer. Pada bulan Desember 1929 Adinegoro turut hadir dalam kongres kedua PPPKI yang diadakan di Solo (lihat Deli courant,      07-01-1930). Satu keputusan dalam kongres ini adalah kongres berikutnya pada bulan Agustus 1930 diadakan di Jacatra. Namun dalam perkembangannya Adinegoro diangkat sebagai editor di Pandji Poestaha (milik pemerintah).

De koerier, 16-01-1930: ‘Jurnalis Pribumi dari Eropa. Beberapa bulan yang lalu, Djamaloedin Adinegoro tiba di Batavia dari Eropa, tempat ia berangkat untuk keterampilan jurnalistiknya. Dia sekarang bekerja di Balai Poestaka sebagai editor dan bertanggung jawab atas majalah berbahasa Melayu Pandji Pustaka. Kini Pewarta Deli melaporkan bahwa Tabrani, seorang jurnalis pribumi, yang telah berangkat ke Eropa untuk tujuan yang sama, kemungkinan akan kembali ke Hindia pada 28 Februari mendatang. dia akan berangkat dengan ss Fulda dari Rotterdam’. Catatan: Tabrani adalah pemimpin redaksi surat kabar Hindia Baroe yang ditutup. Tabrani adalah ketua Kongres Pemuda pertama tahun 1926 (dimana Djamaloedin hadir saat itu sebelum berangkat ke Eropa).

Tampaknya Pewarta Deli di Medan harus bersabar untuk mendapatkan Adinegoro. Namun situasi cepat berubah ketika Adinegoro sudah berada di Pandji Poestaka tentang apakah benar di sisi Adinegoro tetapi salah di sisi orang lain. Adinegoro mendapat serangan yang diduga dari dalam Pandji Poestaka bahwa Adinegoro telah menjalankan praktek nepotisme (lihat Deli courant, 23-04-1930). Sang penulis yang tidak disebut namanya itu mempertanyakan apakah tidak ada perempuan yang lebih baik daripada orang yang ditempatkan Adinegoro sebagai seksi perempuan di Pandji Poetaka. Apakah itu kemudian menjadi masalah besar atau hanya dianggap masalah kecil oleh Adinegoro? Adinegoro tampaknya mulai tidak nyaman dengan tudingan tersebut. Apakah penerimaannya di Pandji Poestaka suatu kesalahan? Sebab Adinegoro adalah terbilang seorang yang revolusioner. Adinegoro kembali ke Bintang Timoer. Dalam situasi ini Abdoellah Lubis datang dari Medan untuk ‘menyelamatkan’ atau ‘mengamankan’ Adinegoro yang sudah lama digadang-gadang.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-05-1930: ‘Jurnalisme Pribumi. M Kanoen, saat ini pemimpin redaksi surat kabar pribumi, Pewarta Dcli, akan segera dipindahkan ke Dcli Courant. Sehubungan dengan ini, direktur badan pribumi itu, yaitu. Bapak Abdullah Loebis, anggota dewan kota (gemeenteraad) Medan menyatakan tujuannya adalah untuk menemukan pemimpin redaksi untuk surat kabarnya disini. Sebuah buletin dari Revue Politik, mingguan independen disini, yang didistribusikan pagi ini di kota, melaporkan bahwa Tuan Adinegoro tiba-tiba melepas jabatannya sebagai pemimpin redaksi Bintang Timoer. Dia dikatakan telah memutuskan untuk pergi ke Medan untuk tinggal disana untuk mengambil alih jabatan serupa di Pewarta Dcli. Rincian lebih lanjut tentang ini akan diberikan dalam edisi yang akan datang dari Politik Revue’.

Sebenarnya bagi Adinegoro banyak pekerjaan terbuka, tinggal memilih,di Bintang Timoer Batavia atau di Pewarta Deli Medan. Kehadiran Abdoellah Loebis ‘menjemput’ Adinegoro lalu menjadi gayung berayun. Adinegoro mantap berangkat ke Medan. Pada tanggal 27 Mei Abdoellah Lubis dan Adinegoro berangkat ke Medan sebagaimana dapat dilihat pada manifest kapal ss Plancius (lihat De Sumatra post, 03-06-1930). Bagi Abdoellah Lubis sang revolusioner Medan ini sangat berharap kepada Adinegoro, karena setelah keluarnya pemimpin redkaturnya, Abdoellah Lubis tidak ada pilihan harus mengisi posisi itu oleh M Kanoen yang mungkin kapasitasnya tidak sesuai.

Adinegoro akhirnya secara resmi telah menjadi pimpinan editor surat kabar Pewarta Deli Medan (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 14-06-1930). Disebutkan Pewarta Deli, surat kabar berpengaruh di Medan dan yang saat ini dipimpin oleh jurnalis ternama Djamaloedin alias Adi Negoro. Tapakanya Adinegoro nyaman di Medan dan menemukan lingkungan yang sesuai. Ini terbukti ketika ada pertandingan sepak bola persahabatan antara pers Eropa dan pers pribumi di Medna, Adinegoro menjadi salah satu anggota kesebelasan, yang di sisi tim Eropa juga terdapat Kanoen (lihat Deli courant, 26-09-1931).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Djamaloedin Adinegoro: Kantor Berita Antara Persatuan Wartawan Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar