Rabu, 01 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (267): Pahlawan Indonesia Abdoel Halim; Perdana Menteri Republik Indonesia (RI) di Jogjakarta, 1950

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dr Abdoel Halim adalah Pahlawan Indonesia. Pada era Republik Indonesia Serikat (RIS(, Dr Abdoel Halim adalah Perdana Menteri Republik Indonesia. Artinya apa? Dr Abdoel Halim adalah kepala pemerintahan bagi para Republiken di seluruh Indonesia. Bagaimana dengan Drs Mohamad Hatta? Mohamad Hatta adalah kepala pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) termasuk wilayah para Republiken.

Abdul Halim (27 Desember 1911 – 4 Juli 1987) adalah Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Halim (1949) yang memerintah ketika Republik Indonesia menjadi bagian Republik Indonesia Serikat. Abdul Halim lahir dari pasangan Achmad Sutan Mangkuto dan Darama asal Banuhampu, Agam. Pada usia 7 tahun, Abdullah, sepupu ibunya yang pada waktu itu menjadi salah satu pemimpin Bataafsche Petroleum Maatscappij (BPM - sekarang dikenal sebagai Pertamina) membawanya ke Batavia. Disini ia menerima pendidikan sejak di HIS, MULO, AMS B, hingga lulus dari GHS (Geneeskundige Hooge School atau Sekolah Kedokteran yang sekarang dikenal sebagai Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia). Masa perjuangan 1945-1949. Sejak Proklamasi 1945 ia duduk sebagai Wakil Ketua BP-KNIP bersama Assaat yang menjabat Ketua BP-KNIP. Badan Pekerja (BP) yang beranggotakan 28 orang, adalah badan pelaksana yang melakukan pekerjaan sehari-hari dari Komite Nasional Indonesia Pusat yang beranggotakan 137 orang. Pada tahun 1948, Halim ikut membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi. Pada masa revolusi fisik (1945-1949) ia tidak pernah melakukan praktik dokter. Selain sebagai politisi, Pada masa Republik Indonesia Serikat, Ia dipercaya sebagai Perdana Menteri di mana Mr. Assaat sebagai acting Presiden. Kemudian setelah RIS ia duduk dalam Kabinat Natsir.(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Dr Abdoel Halim? Seperti disebut di atas, Dr Abdoel Halim adalah Perdana Menteri Republik Indonesia (RI) pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS). Lalu bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Dr Abdoel Halim? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Dr Abdoel Halim: Perjuangan Tiada Henti

Abdoel Halim adalah seorang dokter, lulusan sekolah (fakultas) kedokteraan Geneeskundige Hoogeschool. Abdoel Halim diduga kuat lulus dan mendapat gelar dokter pada akhir Pemerintah Hindia Belanda. Setelah mendapat gelar dokter bekerja di CBZ Batavia. Namun tidal lama kemudian terjadi pendudukan militer Jepang.

Abdoel Halim lulus sekolah menengah atas di Weltevreden, Batavia, Openbare AMS Afdeeling B tahun 1931 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 06-05-1931). Lama studi di AMS adalah enam tahun (lulusan MUL)O diterima di kelas empat). Lalu kemudian melanjutkan ke Geneeskundiga Hoogeschool (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-01-1933). Disebutkan lulus kandidat pertama Abdoel Halim. Lulus ujian kandidat dua (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 18-12-1934). Lulus ujian pertama tingkat doktoral (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1936). Lulus ujian pertama dokter (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 23-05-1938). ). Lulus ujian kedua dokter (lihat Locomotief, 30-01-1940).

Pada masa pendudukan militer Jepang sangat terbatas data/informasi yang tersedia. Berdasarkan buku ‘Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa’ (Gunseikanbu, 1944), Dr Abdoel Halim bekerja di rumah sakit oemoem negeri Djakarta sebagai asisten bagian penyakit THT,

Tidak seperti pada era Pemerintah Hindia Belanda, pada masa pendudukan militer Jepang sangat terbuka pekerjaan bagi orang pribumi. Pada era Pemerintah Hindia Belanda jabatan tertinggi hanya anggota Volksraad dan wakil wali kota (Locoburgemeester) yakni di kota Batavia (MH Thamrin) dan di kota Padang (Dr Abdoel Hakim Nasution). Pada masa pendudukan Jepang jabatan wali kota di Batavia (Dahlan Abdoellah) dan di Soerabaja (Radjamin Nasution). Pendidikan militer juga sangat banyak pemuda Indonesia yang direkrut. Namun satu hal yang buruk adalah pada masa pendudukan militer Jepang banyak penduduk dijadikan pekerja paksa (romusha). Pemimpin tertinggi pribumi pada masa pendudukan Jepang adalah Ir Soekarno dan Drs Mohamad Hatta sebagai ketua dan wakil ketua Putera) Pusat Tenaga Rakjat).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dr Abdoel Halim: Perdana Menteri Republik Indonesia di Jogjakarta (1950)

Pendudukan militer Jepang tidak lama, Pada tanggal 14 Agustus 1945 Kerajaan Jepang menyatakan menyerah kepada Sekutu. Informasi ini cepat beredar di Batavia melalui para pelaut-pelaut di Tandjoeng Priok. Mengetahui hal itu, para pemuda, antara lain Adam Malik dan Chaierol Saleh menculik Ir Soekarno dan dibawah ke Rengas Dengklok dan meminta segera untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Lalu Ir Soekarno yang didampingi Drs Mohamad Hatta membacakan teks proklamasi kemerkaan Indonesia di Djakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi pukul 10.

Salinan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia diserahkan Adam Malik kepada Mochtar Lubis untuk diantarkan dengan menggunakan kereta api ke Radio Bandoeng. Pada pukul tujuh malam, penyiar Radio Bandoeng Sakti Alamsjah Siregar membacakan teks proklamasi kemerdekaan tersebut sehingga bisa ditangkap di Jogjakarta dan Australia. Sakti Alamsjah Siregar kelak dikenal sebagai pendiri surat kabar Pikiran Rakyat di Bandoeng.

Setelah UUD ditetapkan lalu diangkat Ir Soekarno sebagai Presiden dan Drs Mohamad Hatta sebagai Wakil Presiden serta pembentukan konstituante. Dalam hal ini di pusat (Djakarta) dibentuk Badan Kerja Komite Nasional Indonesia Pusat (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 31-10-1945). Disebutkan sebagai ketua adalah Soetan Sjahrir dan wakil ketua Amir Sjarifoeddin Harahap dan sekretaris Soewandi.

Pada tanggal 2 September 1945 diumumkan nama-nama anggota kabinet. Dalam daftar kabinet yang diumumkan ini posisi Menteri Penerangan adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap. Dalam daftar ini tidak ada jabatan Menteri Pertahanan. Dalam berbagai berita posisi ini langsung dijabat oleh Presiden Soekarno. Uniknya kabinet ini diumumkan sementara Mr Amir Sjarifoeddin Harahap sendirri masih berada di penjara militer Jepang di Malang (dan baru dibebaskan dan tiba tanggal 1 Oktober di Djakarta).

Badan Kerja ini dibentuk tanggal 16 Oktober 1945. Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sendiri terdiri dari 137 orang, dimana yang bertindak sebagai pimpinan adalah Mr Kasman Singodimedjo (Ketua);  Mas Sutardjo Kertohadikusumo (Wakil Ketua I); Mr J. Latuharhary (Wakil Ketua II); dan Adam Malik (Wakil Ketua III). Sedangkan Badan Kerja KNIP salah satu diantaranya Dr Abdoel Halim (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 31-10-1945).

Anggota lainnya dari Badan Kerja disebutkan Dr. Soedarsono, Mr Sjafrocdin Prawiranagara, Dr Soenaria Kolopaking, Adam Malik, kepala kantor berita republik, Antara; Hindromartono, mahasiswa kedokteran Tajoeddin, Soepeno, S Mangoesarkoro, Wahid Hashim dan perwakilan dari Cina, Mr Tan Ling Djie. Tidak ada ekstremis radikal (komunis) di badan kerja. Anggota paling kiri adalah Adam Malik; Tan Ling Djie adalah anggota yang paling moderat. Dalam perkembangannya badan kerja ini selanjutnya akan terdiri dari 25 anggota yang mana delapan diantaranya masing-masing perwakilan delapan daerah (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 27-11-1945). Diantara 17 orang antara lain Soedarsono, Adam Malik, Soebadijo, Sjafroedin Prewiranagara, Soekarni, Abdoel Halim, Assaat, Soepeno, mej. Soesilowati, dari golongan Islam Natsir dan J Wibisono, golongan Kristen Johannes Leimena, empat dari nationaal-democraten Mangoensarkoro, Soetan Makmoer, Soenarjo en Pardi dan satu orang mewakili Chineesche Tan Lieng-djie. Setelah perubahan ini hanya tinggal Mr Amir Sjarifoeddin Harahap anggota badan kerja yang menjadi anggota kabinet. Dalam badan kerja hanya satu perempuan (ny. Soesilowati) sedangkan yang termuda adalah Abdoel Halim (lahir 1911) dan Adam Malik lahir 1917 (28 tahun). Perubahan komposisi badan kerja ini dilakukan setelah kabinet baru dibentuk (menggantikan kabinet presidensil yang dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden).

Pada tanggal tanggal 14 November 1945 kabinet baru dibentuk yang mana sebagai Perdana Menteri Soetan Sjahrir. Dalam kabinet baru ini hanya Mr Amir Sjarifoeddin Harahap yang tetap bertahan. Posisinya tetap sebagai Menteri Penerangan dan juga secara definitif merangkap sebagai Menteri Pertahanan/Keamanan Rakyat (posisi yang sebelumnya dijabat oleh Presiden Soekarno). Dalam hal ini Soetan Sjahrir juga merangkap sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.

Dalam kabinet parlementer yang pertama ini (Kabinet Sjahrir), juga terdapat dua menteri baru yakni Mr Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D sebagai Menteri Pendidikan dan Ir Soerachman senagai Menteri Keuangan serta Mr Soewandi (mantan sekretaris badan kerja yang pertama)..

Dr Abdoel Halim, meski komposisi kabinet telah gonta ganti, tetap sebagai anggota Badan Kerja. Kesempatan untuk di kabinet masih sulit karena Dr Abdel Hakim sejauh ini masih bersifat non-partai (lihat Algemeen Handelsblad, 27-11-1946). Bahkan di dalam badan kerja sendiri, Dr Abdoel Halim dapat dikatakan satu-satunya anggota yang non-partai/bon-golongan. Posisi Dr Abdoel Halim menjadi rawan karena mulai ada desakan dari golongan komunis dan golongan pekerja dan kaum tani yang belum terwakili di dalam badan kerja, Lalu apakah Dr Abdoel Halim masuk partai untuk dapat aman?

Badan Kerja KNIP ibarat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada masa kini, sedangkan KNIP sebagai Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Jumlah anggota Badan kerja masih 25 orang sedangkan anggota KNIP (termasuk anggota badan kerja) sebanyak 500 orang. Lalu ada diantara anggota KNIP dan badan kerja yang juga menteri (memang begitulah kabinet parlementer). Kabinet bertanggungjawab kepada KNIP, sedangkan Perdana Menteri ditunjuk Presiden untuk membentuk kabinet (mengacu pada komposisi di parlemen).

Sejak ibu kota pemerintah Republik Indonesia pindah ke Djogjakarta pada bulan Januari 1946 (karena tidak aman lagi di Djakarta), tekanan Belanda/NICA yang semakin kuat menyebabkan akhirnya diadakan perundingan yang diadakan di Linggarjati.

Perundingan Linggarjati atau Perundingan Cirebon adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947. (Wikipedia). Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi: (1) Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera,dan Madura; (2) Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949; (3) Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS); (4) Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni. Perundingan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perundingan itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.

Sebelum hasil perundingan ditandatangani, KNIP bersidang dengan menghadirkan kabinet (lihat Nieuwe courant, 07-03-1947). Disebutkan dalam sidang yang diadakan di Malang ini, setelah para menteri (termasuk perdana Mentei Soetan Sjahrir) muncul mosi dari Dr Abdoel Halim (menyetujui kebijakan pemerintah). Dalam pemungutan suara. Dari 500 anggota KNIP hadir sebanyak 399 orang. Hasil pemungutan suara adalah 284 menyetujui berbanding dua suara (menolak). Meski demikian, anggota Masjumi dan PNI yang umumnya setuju dengan kebijakan pemerintah, tetapi menolak rancangan perjanjian Linggadjati. Yang juga ikut menolak adalah Ki Hadjar Dewantoro dari Taman Siswa dan Soekardjo Wirjopranoto (non partai). Posisi pemerintahan sekarang tengah berada di pinggir jurang. Dalam situasi ini Dr Abdoel Halim ditempatkan di Batavia sebagai komisaris pemerintah di Batavia (semacam dubes pada masa ini) yang menggantikan posisi yang sudah lama dijabat oleh Overste (Letnan Kolonel) Mr Arifin Harahap.

Akhirnya tekanan yang berat yang dihadapi kabinet, akhirnya Perdana Menteri Soetan Sjahrir) menyerah dan mengembalikan mandat kepada Presiden. Lalu Presiden Soekarno menunjuk Mr Amir Sjarifoeddin Harahap untuk membentuk kabinet baru. Kabinet baru ini diumumkan pada tanggal 3 Juli 1947. Satu yang penting dalam Kabinet Amir inni adalah mengangkat Hadji Agoes Salim sebagai Menteri Luar Negeri (yang selama ini dipegang Soetan Sjahrir). Sedangkan Menteri Pertahanan tetap dipegang oleh Mr Amir Sjarifoeddin Harahap. Untuk tetap menjaga keamanan rakyat (sebagai Menteri Pertahanan), Mr Amir Sjarifoeddin Harahap mendelegasikan wewenangnya sebagai Perdana Menteri dengan mengangkat dua Wakil Perdana Menteri (AK Gani dan Setjadjit). Satu lagi yang penting, dalam kabinet ini masuk pendatang baru Mr Ali Sastroamidjojo sebagai Menteri Pendidikan. Ali Sastroamidjojo (PNI) adalah sama-sama dipenjara oleh militer Jepang di Malang.

Setelah terbentuk kabinet baru, Dr Abdoel Halim mengajukan pengunduran diri sebagai komisaris di Batavia kepada Presiden Soekarno di Djogjakarta (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 03-07-1947).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar