Kamis, 16 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (655): Metode Naif pada Penyelidikan Sejarah; Metodologi Ilmu Pengetahuan Kini Jauh Berkembang

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pengetahuan sejarah kita masih sangat terbatas. Tidak hanya datanya yang terbatas juga metode-metode dalam upaya menyusun narasi sejarah. Untuk memperbaiki narasi sejarah agar lebih baik dan lebih benar, pengumpulan data terus dilakukan dan analisis data terus disempurnakan. Memang sejarah adalah narasi fakta dan data, tetapi tidak hanya dipahami apa adanya. Kita harus buktikan fakta itu benar nyata dan data yang ada benar-benar valid. Oleh karena itu kita jangan naif, tapi faktanya banyak hasil penyelidikan sejarah menggunakan metode naif.

Terminologi ‘ilmu pengetahuan’ dalam terjemahan bahasa Indonesia (science) haruslah dianggap sebagai kombinasi ilmu dan pengetahuan. Arti ilmu berbeda dengan arti pengetahuan, akan tetapi keduanya berkaitan: tidak sinonim ( tidak setara, tidak substitusi dan tidak saling menggantikan) tetapi berurutan dan bersifat komplemen. Pengetahuan adalah semua yang dicerna (otak) berdasarkan panca indra (mata melihat, hidung membaui, telinga mendengar, lidah mencicipi dan kulit merasakan). Kegiatan membaca teks dianggap fungsi melihat dari mata. Semua hasil; produksi oleh panca indra adalah pengetahuan. Sedangkan ilmu adalah metode atau cara untuk menghasilkan pengetahuan. Dalam hal ini pengetahuan tidak perlu dipelajari, cukup diketahui saja. Sementara ilmu harus dipelajari agar kia bisa menknsruksi caranya, memilih yang sesuai dari yang ada dan susuai dengan ruang lingkupnya (fakta dan data). Ilmu dalam dunia akademik bersifat empiris (ada buktinya) yang dalam hal ini paling tidak ada datanya. Oleh karena itu ilmu dalam akademiki adalah metode mengumpulkan informasi (sebagai data) dan metode menganalis data untuk menghasilkan informasi. Untuk pedoman: Tuntutlah ilmu itu, ketahuilah pengetahuan yang ada. Dengan kata lain jangan menuntut (mempelajari) pengetahuan, tetapi juga jangan hanya sekadar mengetahui ilmu. Yang lebih baik adalah kembangkan ilmu untuk lebih mengembangkan pengetahuan.

Lantas bagaimana sejarah metode naif dalam penyelidikan sejarah? Seperti disebut di atas, metodologi ilmu pengetahuan masa kini telah jauh berkembang dibandingkan masa lalu. Pada era Hindia Belanda dalam penyelidikan sejarah terkesan menggunakan metode naif yang oleh karenanya banyak narasi sejarah yang berasal dari masa lalu (era Hindia Belanda) tidak relevan masa kini. Tapi anehnya, pada masa kini masih banyak yang menggunakan metode naif dalam penyelidikan sejarah. Lalu bagaimana sejarah metode naif dalam penyelidikan sejarah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Metode Naif dalam Penyelidikan Sejarah? Metodologi Ilmu Pengetahuan Masa Kini telah Jauh Berkembang

Tunggu deskripsi lengkapnya

Metodologi Ilmu Pengetahuan Masa Kini telah Jauh Berkembang: Maksimumkan untuk Memperbaiki dan Menyempurnakan Narasi Sejarah

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar