Rabu, 26 Juli 2023

Sejarah Sepak Bola Indonesia (7): Bond atau Perserikatan Sepak Bola di Era Pemerintah Hindia Belanda; Belanda, Pribumi dan Cina


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini

Dalam sejarah awal sepak bola, sepak bola dimulai dari bola itu sendiri. Bola bundar yang disepak akan bergulir. Dalam perguliran sepak bola, dalam sejarah sepak bola semisal di Inggris dan Belanda, hal itu juga berlaku di Hindia. Dari bola di lapangan rumput, terbentuk kesebelasan, pertandingan sepak bola, perhimpinan/asosiasi sepak bola (klub) hingga terbentuknya perserikatan sepak bola (bond). Dewan perserikatan bertanggungjawab untuk bergulirnya kompetisi sepak bola, meningkatnya kualitas pertandingan sepak bola. Dalam sejarah sepak bola di Indonesia yang dimulai dari era Pemerintah Hindia Belanda ada perserikatah sepak bola orang Eropa/Belanda, Pribumi dan Cina.


Perserikatan adalah ajang sepak bola Indonesia yang pertama kali dilaksanakan pada tahun 1931. Cikal bakal kompetisi dimulai tanggal 19 April 1930, PSM Yogyakarta (PSIM Yogyakarta) bersama dengan VIJ Jakarta (sekarang Persija), BIVB Bandung (Persib), IVBM (PPSM), MVB (Madiun), SIVB (Persebaya) dan VVB (Persis) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. Akhirnya disepakati berdirinya organisasi induk diberi nama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia (PSSI) tahun 1930 di Solo. Sejak tahun itu pula kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. Perlu diketahui bahwa kompetisi tersebut diikuti oleh perserikatan atau bond yang sudah terdaftar sebagai anggota PSSI pada saat itu, yang dimana semua anggotanya masih berasal pulau Jawa. Mengingat masih ada beberapa perserikatan atau bond yang belum bergabung dengan PSSI. Barulah tahun 1951, PSSI mengadakan kejuaraan nasional (kejurnas) pertama mereka dikuti oleh seluruh perserikatan dan diselenggarakan kedalam dua babak yaitu kompetisi tingkat distrik (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia Timur) dan Kompetisi tingkat Nasional. Pemenang dari putaran tingkat distrik akan diadu lagi pada tingkat nasional. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah perserikatan dan kompetisi sejak era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, perserikatan (bond) adalah lembaga tertinggi sepak bola di tingkat kota, tingkat regional dan tingkat nasional. Dalam hal ini perserikatan sepak bola orang Eropa/Belanda, Pribumi dan Cina. Lanlu bagaimana sejarah perserikatan dan kompetisi sejak era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Perserikatan dan Kompetisi Sejak Era Pemerintah Hindia Belanda; Eropa/Belanda, Pribumi dan Cina

Pada tahun 1906 ada suatu kejadian yang aneh dalam urusan sepak bola di Medan. Apa pasal? Pertandigan antara klub sepak bola TVC dan klub VVC di Medan harus ditunda (lihat De Sumatra post edisi 09-07-1906). Disebutkan pertandingan antara Voorwaarts Club dan Tapanoeli Club yang akan berlangsung, ditunda atas permintaan khusus dari sepak bola sekolah pribumi (inlandsch school voetbal) sampai pemberitahuan lebih lanjut.


Mengapa pertandingan sepak bola di Medan harus ditunda? Tidak terinformasikan secara jelas. Apakah karena ada jadwal pertandingan anak sekolah pribumi di lapangan yang sama? Apakah siswa sekolah pribumi di Medan sedang menghadapi ujian? Yang jelad di Medan sudah ada sepak bola yang menjadi kegiatan eskul sekolah. Bagaimana pertandingan antara TVC dan VVC selanjutnya dilakukan pada bulan Agustus (lihat Soerabaijasch handelsblad, 08-08-1906). Disebutkan klub sepakbola Voorwaarts Medan baru-baru ini, pada hari Sabtu sore di lapangan Istana Sultan melakukan pertandingan menghadapi lawannya tim pribumi (Tapanoeli) sebagaimana dilaporkan Deli Courant.

Apa yang menarik dari berita yang disebut di atas, bahwa di Medan kegiatan sepak bola sangatlah semarak. Semarak karena sepak bola tidak hanya dimainkan oleh orang Eropa/Belanda tetapi juga orang pribumi. Bagaimana dengan sepak bola pribumi di kota-kota lain? Sejauh yang terinformasikan, sepak bola pribumi hanya ditemukan di Medan dan Batavia. Dalam hal ini sepak bola di Hindia khususnya di kota-kota hanya sepak bola orang-orang Eropa/Belanda yang eksis. Lalu bagaimana dengan kompetisinya sendiri?


Kompetisi sepak bola sudah dilangsungkan di berbagai kota. Namun kompetisinya dapat dikatakan bersifat non regular dan diselenggarakan dalam bentuk turnamen semata. Kompetisi sepak bola secara regular biasanya sangat tergantung apakah sudah terbentuk perserikatan (bond). Dewan perserikatan adalah yang mengatur dan mengawasi kompetisi. Perserikatan pertama yang telah dibentuk adalah di Soerabaja tahun 1903. Di Batavia perserikatan baru dibentuk pada tahun 1906. Bagaimana dengan di Semarang, Bandoeng, Medan dan kota-kota lainnya?

Pada tanggal 7 Juli 1907 di Medan berkumpul semua pimpinan klub sepak bola (lihat De Sumatra post, 08-07-1907). Disebutkan semalam di ruang serbaguna Hotel De Boer telah diadakan pertemuan para pengelola olahraga sepak bola dan memutuskan untuk mendirikan sebuah liga sepak bola (voetbal competitive). Kompetisi dibagi menjadi dua kelas, untuk klub-klub yang ada Sumatra’s Oostkust. Pertandingan akan berlangsung di Esplanade sebagai tempat yang ditentukan.


Dalam rapat tersebut aturan kompetisi disebut diatur sebagai berikut: Setiap pertandingan, pemenang mendapat dua poin dan imbang satu poin. Klub yang berpartisipasi tetapi tidak mengikuti aturan wasit dan tidak bersedia bertanding diberi sanki kehilangan permainan (kalah) dengan 6-0. Klub yang tidak datang tepat waktu, juga kehilangan permainan (kalah) 5-0. Wasit memiliki hak, jika pemain bermain kasar, dikeluarkan dari permainan serta pemain yang bersangkutan dilarang berpartisipasi selama kompetisi. Untuk dua divisi kompetisi disediakan masing-masing piala. Jadwal pertandingan kompetisi ditetapkan. Hasil-hasil pertandingan akan dipublikasikan di koran secara teratur. Klub-klub yang akan berkompetisi Voorwaarts, Tapanoeli Voetbalclub, Chinese Sport Club, Maimoen Sporting Club, Sarikat Voetbal Club, Java Voetbal Club, Djawi Beranakan Voetbal Club. Kompetisi terbagi dua divisi: Divisi satu terdiri dari empat klub, yakni: Voorwaarts I, Medan Tapanoeli VC I (seperti kita lihat nanti pada pertandingan perdana disanksi 5-0 karena terlambat di lapangan), Chinese Sport Club I dan Maimoen Sporting Club I. Divisi dua terdiri dari tujuh klub, yakni: Medan Tapanoeli Club, Sarikat Voetbal Club, Java Voetbal Club, Djawi Beranakan Voetbal Club, Chinese Sport Club II, Voorwaarts II dan Maimoen Sporting Club II.

Apa yang menarik dari kompetisi sepak bola ada di Medan adalah para stakeholder berwarna-warni. Klub-klub yang berpartisipasi dalam kompetisi juga tampak colorful. Ini berbeda dengan kompetisi di Soerabaija yang semua klub berbasis pada orang-orang Belanda. Di Batavia, empat klub dari lima klub yang berpartisipasi adalah orang Belanda yang mana satu diantaranya klub Sparta adalah militer. Sedangkan klub yang satu lagi adalah klub Dr. Djawa yang mana pemainnya 100 persen pribumi. Sebaliknya, di Medan, kompetisi hanya diikuti satu klub yang berbangsa Belanda, yakni Voorwaarts.


Klub-klub lainnya berbasis non Belanda, yakni: Batak (Medan Tapanoeli Club), Melayu (Maimoen Sporting Club), Djawa (Java Voetbal Club dan Djawi Beranakan Voetbal Club), Tionghoa (Chinese Sport Club), dan campuran pribumi (Sarikat Voetbal Club).

Kompetisi yang baru disepakati di Medan berada di bawah satu dewan perserikatan (bond). Nama perserikatan diberi nama Voetbalbond voor Sumatra’s Ooskust pada tanggal 16-07-1907 (De Sumatra post, 17-07-1907). Namun faktanya, dengan memperhatikan klub-klub yang berpartisipasi hanya berbasis di Medan dan sekita, yang lebih tepat diberi nama Deli Voetbal Bond. Untuk posisi ketua dewan perserikatan adalah HLJD Kok, yang juga sekaligus presiden dari klub Voorwaarts (lihat Deli courant, 17-07-1907). Penunjukan Kok ini atas usul klub Cina, yang kemudian disetujui klub-klub yang lain.


Pada pertandingan pertama di divisi utama Medan Tapanoeli Club disanksi karena terlambat dan diberi hukuman 0-5. Oleh karena itu di divisi utama Medan Tapanoeli Club menarik diri dan hanya menyisakan di divisi dua. Jadwal baru dirilis lagi (lihat 16-07-1907). Pada akhir kompetisi untuk divisi utama yang menjadi juara adalah Voorwaarts (lihat De Sumatra post, 02-10-1907). Untuk divisi dua Voorwaarts juga menjadi jaura (lihat De Sumatra post, 09-12-1907).

Apa yang menarik dari kompetisi sepak bola di Medan dari keseluruhan kegiatan musim pertama ini adalah dominasi permainan klub Belanda Voorwaarts baik di divisu utama maupun divisi kedua memenangkan semuan pertandingannya. Apakah ini mengindikasikan kualitas pemain dan permainan klub Belanda masih sangat jauh dari klub-klub pribumi? Untuk mendapat gambaran bagaimana penonton di Medan berkomentar dapat di kutip wawanvara surat kabar De Sumatra post, 10-08-1907:


+Waarom Voorwaarta won? (Mengapa Voorwaarts menang telak?). P een der omstanders had daarvoor zjjn eigenaardige reden, en wel deze: (P salah satu pengamat punya alasan sebelumnya memberi jawaban aneh. begini:

+„Tentoe itoe orang blanda musti menang".

+„Kenapa" vroeg zijn medetoeschouwer verwonderd (tanya rekan penonton terkejut). +„Sebab orang blanda makan biefatuk, dan orang malajoe makan petjil sadja.

Apa yang menarik di Medan, tidak hanya sepak bola pertama, tidak hanya semarak, tidak hanya beragam ras dan tidak hanya kompetisinya yang hanya satu klub Belanda sementara pribumi lebih banyak, juga tentang klub Tapanoeli yang di awal persiapan kompetisi diproyeksikan dua klub termasuk satu ditempatkan di divisi utama, akhirnya di musim kedua klub Tapanoeli hanya memastikan berkompetisi di divide 2 saja. Mengapa? Apakah klub Tapanoeli lebih realistic setelah melihat peta kekuatan tim-tim lain?


Kompetisi sepak bola di Batavia, Semarang, Soerabaja dan Bandoeng, dominan klub-klub orang Belanda, bahkan di Soerabaja dan Semarang tidak ada klub pribumi, di Batavia dan Bandoeng ada klub pribumi hanya yang berasal dari sekolahan (sekolah kedokteran dan sekolah pamong). Di Medan, dalam kompetisi, meski ada dua divisi, hanya ada satu klub Belanda. Mengapa hanya satu? Satu yang jelas, Medan bukan kota besar seperti Batavia, Soerabaja dan Semarang. Oleh karena itu orang-orang Belanda sulit membentuk klub baru. Hanya ada klub Voorwaarts. Lantas apakah ini mengindikasikan secara kualitas di Medan hanya klub Belanda dan secara kuantitas dimiliki orang-orang pribumi. Jika itu yang terjadi, lalu apakah kompetisi di Medan semata-mata hanya inisiatif orang Belanda untuk membentuk kompetisi namun untuk memenuhi jumlah minimal klub mau tak mau harus menyertakan klub-klub pribumi? Ibarat orang kesepian, akan mengajak bicara siapa pun yang ditemuinya apa pun golongannya. Dalam konteks inilah diduga, klub Tapanoeli yang diproyeksikan berpartisipasi di divide utama, faktanya mengundurkan diri divide utama (merasa tidak mempau bersaing dengan klub Belanda) dan lebih memilih di divisi 2 (merasa realistic untuk kompetitif). Seperti disebut di atas, klub Belanda Voorwarts menjuara kompetisi di Medan untuk dua divisi yang dibentuk.

Dinamika sepak bola di Medan adalah satu sisi ekstrim dalam awal sejarah sepak bola di Hindia (baca: Indonesia). Sedangkan sisi ekstrim yang lain adalah dinamika sepak bola yang terdapat di kota-kota lain, khususnya di kota-kota di Jawa seperti Batavia, Bandoeng, Semarang dan Soerabaja. Dua sisi ekstrim ini jelas tidak mencerminkan situasi dan kondisi ideal dalam kompetisi sepak bola yang mengusung spirit kompetitif. Seperti kita lihat nanti, di Medan orang/klub Belanda ‘memaksa’ menyertakan klub-klub pribumi berpartisipasi dalam kompetisi, sebaliknya di kota-kota di Jawa orang/klub Belanda ‘memaksa’ melarang klub-klub pribumi berpartisipasi dalam kompetisi.


Hal lainnya yang menarik tentang dinamika sepak bola di Medan pada awal sejarah sepak bola Indonesia (baca: Hindia). Sebagaimana populasi penduduk Cina terdapat di berbagai kota di Hindia sejak lama, dalam hal ini secara khusus di Medan populasi penduduk asal Jawa dan populasi penduduk asal Tapanoeli sangat banyak. Mengapa? Dalam komposisi penduduk di Medan dan sekitar, populasi penduduk Melayu terbilang minoritas. Kota Medan dalam hal ini adalah kota melting pot. Populasi penduduk asal Jawa semakin banyak di Medan terkait dengan migrasi orang Jawa ke Deli sejak 1875 ketika perkebunan mulai tumbuh. Orang Jawa bekerja di perkebunan-perkebunan investasi Eropa/Belanda. Bagaimana dengan orang Tapanoeli? Mereka berasal dari afdeeling Padang Sidempoean (sebelumnya bernama afdeeling Angkola Mandailing), untuk mengisi kekosongan guru, krani di perkebunan, perdagangan, dan pegawai pemerintah serta lainnya. Hingga tahun 1915 orang Tapanoeli yang berasal dari afdeeling Toba Silindoeng belum terinformasikan. Mengapa?  Boleh jadi itu karena perlawanan Sisingamangardja baru berakhir tahun 1907. Pada tahun 1905 di kampong Kesawan (pusat kota Medan) yang menjadi kepala kampong berasal dari Mandailing.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Eropa/Belanda, Pribumi dan Cina: Perserikatan (Bond) Sepak Bola di Indonesia

Seperti disebut di atas, perserikatan sepak bola pertama yang telah dibentuk Indonesia (baca: Hindia) di Soerabaja tahun 1902, lalu kemiudian disusul di Batavia pada tahun 1906. Dalam konteks inilah dewan perserikatan yang secara dejure mengatur jalannya kompetisi di Batavia, di Soerabaja dan tentu saja di Medan yang dimulai tahun 1907.


Soerabajasche Voetbalbond sudah dibentuk di Soerabaja (lihat Soerabaijasch handelsblad, 12-12-1902). Kompetisi akan terdiri dari dua divisi. Gagasan pendirian perserikatan sepak bola di Soerabaja bermula dari usul seorang guru di Soerabaja untuk mendirikan Oost-Java voetbalbond (lihat Soerabaijasch handelsblad, 23-08-1902). Pada tahun 1903 di Surabaya diketahui adanya Algemeenen Nederlandsch Indischen voetbalbond (lihat Soerabaijasch handelsblad, 19-10-1903). Apakah voetbalbond tersebut di Soerabaja sebagai wujud dari perserikatan nasional sudah dibentuk di Soerabaja? Bagaimana dengan orang non Eropa? Pada tahun 1903 di Soerabaja sudah ada usul orang Cina untuk membentuk perserikatan sendiri (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-11-1903). Disebutkan tim Chineesche Vlag dan tim Bintang Tjina akan ikut bergabung. Di Medan juga sudah ada tim sepak bola Cina. Untuk sekadar disebut kembali, sepak bola di Belanda sendiri, sepak bola sejatinya, baru berkembang pesat pada awal decade 1890an. Pada tahun 1900 di Belanda sudah ada kompetisi regional/nasional yang dibagi ke dalam beberapa divisi. Pada liga utama di Belanda termasuk klub Ajax (lihat De nieuwe courant, 11-11-1901)

Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa perserikatan baru dibentuk di Batavia tahun 1906, sementara di Soerabaja sudah diusulkan pada akhir tahun 1902. Sementara itu di Bandoeng pada akhir tahun 1904 sudah muncul usulan pembentukan perserikatan (lihat De Preanger-bode, 14-11-1904). Realisasinya segera (lihat De Preanger-bode, 28-11-1904). Disebutkan dalam pertemuan yang diadakan setelah pertandingan antara UNI dan Sidolig, perserikatan Preanger Voetbalbond didirikan. Pada tanggal 11 Desember, kompetisi berkostum akan digelar oleh perserikatan (bond). 


Sejarah awal sepak bola di Indonesia (baca: Hindia) terkesan bersifat anomaly, tidak bersifat linier. Seperti disebut sebelumnya, pertandingan sepak bola di Hindia bermula di Medan pada tahun 1893 yang kemudian diikuti di Batavia tahun 1896 dan kemudian Semarang. Namun kompetisi sepak bola justru bermula di Soerabaja (pada thaun 1902). Kompetisi sepak bola di Soerabaja ini seiring dengan pembentukan perserikatan di Soerabaja. Sementara pertandingan sepak bola di Bandoeng baru terinformasikan pada awal tahun 1904 tetapi di akhir tahun sudah terbentuk perserikatan. Perserikatan sendiri di Batavia baru dibentuk pada tahun 1906 lalu kemudian menyusul dibentuk di Medan dan Semarang.

Bandoeng dan Medan memiliki latar belakang dan karakterisrik yang berbeda. Sejatinya, kota Bandoeng dan Medan memiliki tipologi kota yang mirip, sama-sama di tengah perkebunan (planter). Para investor perkebunan bermukim di kota. Jika Medan lebih awal ada sepak bola dibandingkan dengan Bandoeng, tetapi soal pembentukan perserikatan justru dimulai di Bandoeng. Boleh jadi dalam hal ini karena kota Bandoeng sudah tergolong kota besar, sementara kota Medan masih jauh dari kota besar. Hal itulah mengapa di Bandoeng sudah terbentuk beberpa klub sepak bola orang-orang Eropa/Belanda, sementara di Medan dari waktu ke waktu hanya terbentuk satu klub. Jika di Bandoeng klub-klub yang terbentuk adalah klub orang-orang Eropa/Belanda, sebaliknya di Medan terbentuk sejumlah klub Cina dan pribumi. Banyaknya klub Eropa/Belanda menjadi factor penting dalam inisiasi pembentukan perserikatan sepak bola.


Lain Medan, lain pula di Batavia. Diantara kota-kota yang disebut di atas, kota Medan adalah kota terkecil dan kota Batavia adalah kota paling besar yang juga menjadi ibu kota negeri. Namun di dua kota ini, ada perbedaan karakteristik warga Eropa/Belanda dengan di kota-kota Semarang, Bandoeng dan Semarang. Di Batavia dan Medan sudah sejak lama olah raga senam eksis, suatu olah raga yang dilakukan di ruang tertutup seperti biliar. Untuk kegiatan olah raga di ruang terbuka seperti sepak bola, olah raga sepeda juga di dua kota ini sangat marak. Lalu kemudian olah raga menembak juga akhir-akhir ini sangat massif di Batavia (lihat De locomotief, 24-08-1905). Di Medan juga ada klub penggemar permainan catur. Boleh jadi banyaknya pilihan kegemaran/hobi di dua kota tersebut menyebabkan orang-orang muda Eropa/Belanda terdistribusi ke dalam klub-klub yang berbeda. Hal itulah yang diduga mengapa di Medan dari waktu ke waktu hanya ada satu klub (yang kerap melakukan pertandingan anjangsana dengan klub orang Inggris di Penang dan Langkat). Sementara di Batavia, jumlah klub orang Eropa/Belanda sudah cukup banyak sebagaimana di Soerabaja dan Bandoeng tetapi kainginan untuk membentuk perserikatan belum termotivasi. Sebaliknya justru yang terobsesi adalah para pemiliki klub sepak bola di Soerabaja dan kemudian disusul di Bandoeng.

Perserikatan, dalam hal ini region/kota adalah fondasi organisasi sepak bola untuk membentuk organisasi yang lebih tinggi (perserikatan nasional). Seperti disebut di atas, bond di Hindia masih sedikit jumlahnya, dari yang ada tempatnya satu sama lain berjauhan seperti Medan di utara Sumatra, sementara di Jawa antara Batavia dan Soerabaja masih dipandang sangat berjauhan dari kebutuhan transportasi. Hal itulah mengapa sejauh ini tidak ada pertandingan antara tim Batavia dan tim Soerabaja yang terinformasikan. Yang sudah ada adalah tim Batavia ke Bandoeng atau sebaliknya dan tim Soerabaja ke Semarang. Tim Medan nyaris tak terhubung dengan di Jawa, kecuali tim Medan dan tim Penang yang saling mengunjungi dan tim Medan dengan tim Langkat.


Tentu saja Hindia berbeda dengan Eropa khususnya di Belanda. Sepak bola di Belanda sudah jauh berkembang, akses transportasi kereta api dan kota-kota yang relative berdekatan satu sama lain, maka perserikatan nasional (Nederlandschen Voetbalbond) sudah sangat maju yang dapat disamakan dengan negara-negara lainnya di Eropa (dalam membentukan federasi internasional/FIFA). Di Belanda liga nasional berada di atas liga-liga regional (distrik). Dalam hal ini liga regional sebagai divisi kedua yang dintengrasikan dengan divisi utama (nasional) melalui mekanisme promosi dan degradasi. Jumlah klub di divisi utara (nasional) di Belanda tidak sebanyak di divisi utama/nasional Inggris. Sementara itu di Hindia masih dalam fase pertumbuhan. Diantara perserikatan yang ada, liga/kompetisi di Soerabaja dapat dikatakan yang terbaik. Dalam hal ini jumlah klub yang berpartisipasi di divisi utamanya. Pada tahun 1907 di Medan divise utama hanya tiga klub; di Batavia enam klub. Klassemen sementara di Soerabaja 1907

Satu perkembangan baru yang terjadi pada tahun 1907 adalah adanya pertandingan antara tim yang satu dengan tim lainnya yang jaraknya berjauhan. Pada bulan Mei diinformasikan akan ada pertandingan antara tim Batavia dan tim Soerabaja (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-05-1907). Disebutkan tantangan diterima dari Bataviaschen Voetbalbond untuk memainkan pertandingan pada 3 Agustus melawan kesebelasan Soerabaya XI di Tjilatjap, yang pada prinsipnya diterima oleh perserikatan Soerabaja. Mengapa haris di Tjilatjap? Tentu saja karena mempertimbangkan jarak waktu dan uang untuk pengeluaran masing-masing tim.

 

Pada tahun 1909 salah satu klub di divisi utama Batavia yakni Docter Djawa/STOVIA VC melawat jauh ke Medan dengan kapal laut untuk melawan tim Tapanoeli VC. Lawatan ini tampaknya sangat bersejarah, mengingatkan warga Medan dengan kedatangan tim Penang pada tahun 1893 untuk bertanding dengan kesebelasan Medan (pertandingan sepak bola pertama di Hindia). Pertanyaannya, ketika melawat ke Medan mengapa klub Tapanoeli yang dijadikan sebagai tujuan. Klub Tapanoeli juga tampaknya sangat senang menerima tamu dari jauh dan bertindak sebagai tuan rumah yang baik. Lantas mengapa klub Docter Djawa tidak memilih klub lainnya seperti Teman Sefakat, Toengkoe, Maimoen, Sarikat atau klub yang sama-sama menggunakan kata Djawa seperti klub Java VC atau Djawi Peranakan. Boleh jadi karena di dalam tim Dr. Djawa VC ada dua pemain Muhamad Daulaj dan Radjamin (Nasoetion) yang berasal dari Padang Sidempoean. Sementara itu Tapanoeli VC dihuni oleh para pemain yang berasal dari Padang Sidempoean. Pertandingan dilangsungkan di lapangan Esplanade Medan pada tanggal 18-04-1909 berakhir dengan skor 1-3 dengan keunggulan Docter Djawa VC (lihat De Sumatra post, 19-04-1909). Disebutkan pada babak pertama Docter Djawa Club yang berkostum blauwitten (biru-putih) menang dua gol. Setelah istirahat, Tapanoeli yang berkostum merah-hijau pada permulaan pertandingan berhasil memperkecil skor. Docter Djawa Club akhirnya memenangkan pertandingan setelah menambah satu gol lagi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar