*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Wamesa adalah salah satu penduduk asli Papua Barat, terutama mendiami distrik
Bintuni, kabupaten Teluk Bintuni provinsi Papua Barat. Suku Wamesa juga menjadi
suku terbesar di kabupaten Teluk Wondama. Suku Wamesa memiliki bahasanya
sendiri, yang disebut bahasa Wamesa, yang jumlah penutur diperkirakan sebanyak
5.000 jiwa tahun 1993. Berdasarkan dialeknya bahasa ini terbagi menjadi
Wandamen (Wondama), Windesi, dan Bintuni.
Wamesa adalah bahasa Austronesia di Papua digunakan di leher Semenanjung Doberai atau Kepala Burung. Saat ini terdapat 5.000–8.000 pembicara. Meskipun secara historis digunakan sebagai lingua franca, saat ini bahasa tersebut dianggap sebagai bahasa yang terancam punah dan kurang terdokumentasi. Ini berarti semakin sedikit anak yang menguasai Wamesa secara aktif. Sebaliknya, Melayu Papua menjadi semakin dominan di wilayah tersebut. Bahasa ini sering disebut Wandamen dalam sastra; Namun, beberapa penutur dialek Windesi menyatakan bahwa Wandamen dan Wondama mengacu pada dialek yang digunakan di sekitar Teluk Wondama, dipelajari oleh misionaris awal dan ahli bahasa. Mereka menegaskan bahwa bahasa tersebut secara keseluruhan disebut Wamesa, yang dialeknya adalah Windesi, Bintuni, dan Wandamen. Meskipun bahasa Wamesa digunakan di Papua Barat, Wamesa bukanlah bahasa Papua melainkan bahasa Halmahera Selatan-Papua Barat (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Wamesa di leher Semenanjung Doberai Kepala Burung Pulau Papua? Seperti disebut di atas bahasa Wamesa dituturkan di wilayah Wamesa. Teluk Bintuni dan Teluk Wondama. Lalu bagaimana sejarah bahasa Wamesa di leher Semenanjung Doberai Kepala Burung Pulau Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982