Rabu, 12 November 2025

Sejarah Sepak Bola Indonesia (39): Helene W Degenaars Lahir di Medan, Nenek Ole Romeny; Sepak Bola Itu Bermula di Medan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini

Nama nenek Ole Romeny adalah Helene Wilhelmina Degenaars. Ia lahir di Medan, Sumatera Utara, yang menjadi salah satu alasan Ole Romeny memiliki darah keturunan Indonesia. Nama lengkap: Helene Wilhelmina Degenaars w/v ter Haar Romenij atau Helene Wilhelmina Degenaars. Lahir di: Medan, Sumatera Utara, pada 2 April 1923. Melalui neneknya inilah Ole Romeny memiliki darah Indonesia dan memenuhi syarat untuk dinaturalisasi menjadi Warga Negara Indonesia. 


Ole Romeny adalah seorang pemain sepak bola profesional yang bermain sebagai penyerang untuk klub Kejuaraan EFL Inggris, Oxford United, dan mewakili tim nasional Indonesia. Berikut adalah beberapa informasi penting tentang dirinya: Tanggal Lahir: 20 Juni 2000. Tempat Lahir: Belanda. Posisi: Penyerang/Striker. Klub Saat Ini: Oxford United F.C. Tim Nasional: Indonesia (memiliki garis keturunan Indonesia dari nenek ibunya yang berasal dari Medan, dan resmi menjadi Warga Negara Indonesia pada Februari 2025). Karier: Sebelum bergabung dengan Oxford United, ia bermain untuk klub Eredivisie (liga utama Belanda) seperti FC Utrecht. Prestasi: Ia mencetak gol penting untuk timnas Indonesia, termasuk gol tunggal penentu kemenangan melawan Bahrain di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, yang membuatnya meraih penghargaan gol terbaik AFC untuk periode tersebut. Status Terkini: Ia baru-baru ini kembali bermain setelah pulih dari cedera pergelangan kaki yang membuatnya menepi cukup lama (AI Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Ole Romeny anak Medan, cucu Helene Wilhelmina Degenaars? Seperti disebut di atas, neneknya Helene Wilhelmina Degenaars lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 2 April 1923. Atas dasar itulah Ole Romeny menjadi pemain diaspora Indonesia. Lalu bagaimana sejarah Ole Romeny anak Medan, cucu Helene Wilhelmina Degenaars? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 10 November 2025

Sejarah Indonesia Jilid 7.3: Hari Pahlawan, Pahlawan Indonesia dan Gelar Pahlawan Nasional; Dr Soetomo dan Bung (Su)Tomo


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini

Pagi ini (10-11-2025) Presiden RI Prabowo Subianto membuka hari pahlawan dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh baru. Artikel ini tidak sedang membicarakan itu, melainkan tentang para pahlawan Indonesia, hari pahlawan dan gelar pahlawan nasional di kota pahlawan Surabaya. Ada dua nama menggunakan Soetomo, yakni Dr Raden Soetomo dan Soetomo alias Bung Tomo.  


Gelar Pahlawan Nasional di Indonesia adalah penghargaan tertinggi dari negara yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang dianggap berjasa luar biasa bagi bangsa dan negara.  Pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2025, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh baru. Penerima Gelar Pahlawan Nasional Terbaru (10 November 2025). Berikut adalah 10 tokoh yang baru saja menerima gelar Pahlawan Nasional: Abdurrahman Wahid (Gus Dur) (Jawa Timur); Jenderal Besar TNI Soeharto (Jawa Tengah); Marsinah (Jawa Timur); Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat; Hajjah Rahmah El Yunusiyah (Sumatera Barat); Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah); Sultan Muhammad Salahuddin (Nusa Tenggara Barat); Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur); dr. Kariadi (Jawa Tengah); Zainal Abidin Syah (Maluku Utara). Dasar Hukum dan Kriteria: Pemberian gelar Pahlawan Nasional diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2010.  Syarat umum untuk menjadi Pahlawan Nasional antara lain: Warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang di wilayah NKRI; Memiliki integritas moral dan keteladanan; Berjasa secara signifikan bagi bangsa dan negara, yang berdampak luas bagi kemajuan, kesejahteraan, dan martabat bangsa; Tidak pernah berkhianat kepada bangsa dan negara; Gugur atau meninggal dunia bukan akibat perbuatan tercela; Proses pengusulan dapat dimulai dari masyarakat atau pemerintah daerah, kemudian dibahas di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga Kementerian Sosial, sebelum diajukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan untuk mendapatkan persetujuan akhir  (AI Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia, Hari Pahlawan dan Gelar Pahlawan Nasional? Seperti disebut di atas, banyak Pahlawan Indonesia, tetapi hanya sedikit yang mendapat gelar Pahlawan Nasional. Bagaimana dengan Dr Soetomo dan Bung Tomo di Soerabaja? Lalu bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia, Hari Pahlawan dan Gelar Pahlawan Nasional? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 13 Oktober 2025

Sejarah Indonesia Jilid 6.4:Pemuda, Kongres Pemuda, Sumpah Pemuda; Sejarah Kongres Pemuda di Indonesia dari Dulu hingga Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini

Beberapa kesalahan narasi atau mitos yang sering muncul tentang Kongres Pemuda, khususnya Kongres Pemuda II (1928), antara lain adalah: Istilah "Sumpah Pemuda" tidak ada pada tahun 1928. Peserta kongres tidak semuanya bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Orang Tionghoa memiliki peran penting dalam Kongres. Kongres Pemuda II diselenggarakan di gedung milik Sie Kong Lian, dan ada peserta keturunan Tionghoa, seperti Kwee Thiam Hong. Keterlibatan mereka sering diabaikan dalam narasi sejarah yang lebih populer.


Narasi populer tentang Kongres Pemuda sering kali mengandung kesalahan atau interpretasi yang keliru. Berikut beberapa kesalahan narasi yang umum terjadi: 1. Istilah "Sumpah Pemuda" tidak ada pada tahun 1928, baru muncul tahun 1950-an. Dokumen aslinya adalah "Putusan Kongres". 2. Kongres berlangsung dalam satu kesatuan yang mulus. Narasi yang keliru: Para pemuda dari berbagai daerah langsung bersatu dan bersepakat tanpa ada perdebatan yang berarti. Terdapat perdebatan sengit, terutama pada Kongres Pemuda I (1926). Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa persatuan pemuda adalah hasil dari proses diskusi yang panjang dan tidak selalu mulus.  3. Bahasa Indonesia sudah digunakan secara lancar oleh semua peserta. Narasi yang keliru: Semua peserta Kongres Pemuda II fasih menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam diskusi. Fakta sejarah: Beberapa peserta, termasuk pimpinan sidang seperti Soegondo Djojopoespito, masih terlihat kesulitan berbahasa Indonesia dan lebih fasih berbahasa Belanda atau bahasa daerah. Namun, hal ini tidak mengurangi semangat mereka untuk menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, yang menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya bahasa pemersatu.  4. Sumpah Pemuda adalah hasil dari satu peristiwa tunggal. Narasi yang keliru: Sumpah Pemuda hanya merupakan hasil dari Kongres Pemuda II yang terjadi pada 28 Oktober 1928. Fakta sejarah: Kongres Pemuda II adalah puncak dari upaya panjang yang dimulai sejak Kongres Pemuda I pada 1926 (AI Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pemuda, Kongres Pemuda dan Sumpah Pemuda? Seperti disebut di atas, banyak hal keliru dalam narasi sejarah pemuda, sejarah Kongres Pemuda dan sejarah Sumpah Pemuda. Narasi hanya merujuk pada Kongres Pemuda 1926 dan 1928 saja. Faktanya tidak demikian. Apakah nama kongres saat itu disebut Kongres Pemuda? Jadi, kapan istilah Sumpah Pemuda ada? Fakta yang ada adalah Poetoesan Kongres, isinya menyatakan “Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe...Indonesia”. Lalu bagaimana sejarah pemuda, Kongres Pemuda dan Sumpah Pemuda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 09 Oktober 2025

Sejarah Belanda di Indonesia (4): Prof Dr PJ Zoetmulder SJ, Orang Belanda di Indonesia; Orang Indonesia Jadi Warga Negara Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Balanda di Indonesia di blog ini Klik Disini

Petrus Josephus Zoetmulder (1906-1995), atau yang akrab dipanggil Romo Zoetmulder, adalah seorang pakar sastra Jawa Kuno, budayawan, dan imam Katolik asal Belanda yang mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari dan melestarikan budaya Jawa. Karyanya yang paling terkenal adalah kajian sastra Jawa Kuno berjudul Kalangwan dan Kamus Jawa Kuna–Indonesia. Romo Zoetmulder meninggal pada 8 Juli 1995 di Yogyakarta dan dimakamkan di pemakaman gereja Muntilan, Magelang.


Prof.  Dr. Petrus Josephus Zoetmulder, S.J. (29 Januari 1906 – 8 Juli 1995) adalah seorang pakar Sastra Jawa dan budayawan Indonesia. Ia terkenal dengan disertasinya mengenai penelitian tentang sebuah aspek agama Kejawen yang dalam edisi Indonesianya berjudul Manunggaling Kawula Gusti. Selain itu nama Zoetmulder tidak dapat dilepaskan dari telaah sastra Jawa Kuno Kalangwan dan kamus Jawa Kunanya yang terbit dalam dua edisi, yaitu edisi Bahasa Inggris (1982) dan edisi Bahasa Indonesia (1995). Pendidikan: ELS, Nijmegen, Negeri Belanda (1918); Gymnasium Kanisius Kolese dan Gymnasium Rolduc, Negeri Belanda, (1925); Novisiat Serikat Yesus, Negeri Belanda (1925); Kolese Ignatius, Yogya (1928); Studi Jawa di Universitas Leiden, Negeri Belanda (1930); Universitas Leiden, Negeri Belanda (doktor, 1935); Studi teologi, Maastricht, Negeri Belanda (1939): Karier: Ditahbiskan menjadi Imam Katolik di Negeri Belanda (1938); Mengajar di Seminari Menengah, Yogya (1925); Administrator Apostolis, Jakarta (1925); Guru AMS, Yogya (1940); Diinternir Militer Jepang (1943-1945); Diinternir tentara Republik di Pundong (1946); Dosen Fakultas Sastra UGM (sejak 1951) kemudian guru besar. Presiden Joko Widodo atas nama negara memberikan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada dedikasi Zoetmulder, 2015 (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Prof PJ Zoetmoelder, orang Belanda di Indonesia? Seperti disebut di atas, Presiden Joko Widodo atas nama negara memberikan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada dedikasi Zoetmulder, 2015. Siapa saja orang Indonesia menjadi warga negara Belanda? Lalu bagaimana sejarah Prof PJ Zoetmoelder, orang Belanda di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 27 September 2025

Sejarah Diaspora (17): Prabowo Subianto Djojohadikusumo, Ziarah ke Makam Kakek-Nenek di Belanda; Sigar dan Maengkom


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Diaspora dalam blog ini Klik Disini

Presiden Prabowo menyempatkan diri untuk berziarah ke makam kakek dan nenek dari pihak ibunya, yakni Ph. FL Sigar dan CE Maengkom. Kakek dan neneknya dimakamkan di sana pada tahun 1946. Ziarah tersebut dilakukan di pemakaman umum Oud Eik en Duinen di Den Haag, Belanda. Prabowo membagikan momen ziarah ini melalui akun Instagram pribadinya pada Sabtu ini, 27 September 2025. Kunjungan ke Belanda ini merupakan bagian dari lawatan resmi kenegaraan, di mana Presiden Prabowo juga bertemu dengan Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima.


Soemitro Djojohadikusumo menikah dengan Dora Marie Sigar, yang saat itu merupakan mahasiswa keperawatan di Utrecht, ketika keduanya belajar di Belanda. Mereka menikah pada 7 Januari 1946 di Jerman. Anak pertama mereka, Biantiningsih Miderawati, menjadi sarjana pendidikan dari Universitas Harvard. Anak kedua, Mariani Ekowati, menjadi ahli mikrobiologi. Anak ketiga, Prabowo Subianto merupakan Presiden Indonesia ke-8. Dora Marie Sigar lahir di Langoan, Minahasa 21 September 1921, putri Philip F. L. Sigar dan Cornelie E. Maengkom. Soemitro Djojohadikusumo lahir 27 Mei 1917 di Gombong, Kedoe, putra dari Margono Djojohadikusumo (makam di Banyumas) dan Siti Katoemi Wirodihardjo (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Prabowo Subianto Djojohadikusumo, ziarah ke makam kakek-Nenek di Belanda? Seperti disebut di atas, kakek dan nenek dari pihak ibunya, yakni Ph. FL Sigar dan CE Maengkom, keduanya meninggal di Belanda tahun 1946. Lalu bagaimana sejarah Prabowo Subianto Djojohadikusumo, ziarah ke makam kakek-Nenek di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 20 September 2025

Sejarah Sepak Bola Indonesia (38): Calvin Verdonk, Pesepak Bola Indonesia di Lille, Prancis; Timnas Indonesia di Rheims, 1938


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini

Hubungan antara Indonesia dan kota Lille di Prancis sudah terjalin lama. Pada tahun 2014, di Lille diadakan pertemuan Joint Working Group antara Indonesia dan Prancis, dihadiri lebih 30 universitas dan lembaga dari Indonesia. Di Lille, juga terdapat Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) wadah bagi para mahasiswa Indonesia di kota tersebut. Yang paling menonjol saat ini adalah kehadiran pesepak bola keturunan Indonesia, Calvin Verdonk, di klub Lille OSC. Verdonk aktif memperkenalkan timnas Indonesia kepada publik Lille dan mengungkapkan ambisinya untuk membawa Indonesia ke Piala Dunia 2026.


Pada tahun 1938, tim sepak bola Indonesia berpartisipasi di Piala Dunia yang diselenggarakan di Prancis, diwakili oleh tim Hindia Belanda. Pertandingan Hindia Belanda dimainkan di Stade Auguste-Delaune di kota Reims, dan tercatat sebagai tim Asia pertama yang berlaga di turnamen tersebut. Hindia Belanda menghadapi Hungaria pada pertandingan pertama dan satu-satunya mereka, yang berlangsung pada 5 Juni 1938. Hindia Belanda kalah dengan skor telak 0–6. Karena Piala Dunia 1938 menggunakan sistem gugur langsung, kekalahan ini membuat mereka langsung tersingkir dari turnamen. Tim Hindia Belanda saat itu sebagian besar terdiri dari pemain lokal Indonesia (Jawa, Ambon, Tionghoa, dan Indo-Eropa) yang dikapteni oleh Achmad Nawir Harahap, di bawah naungan Federasi Sepak Bola Hindia Belanda (Nederlandsch-Indische Voetbal Unie). Akibat postur tubuh pemain yang relatif kecil, tim Hindia Belanda dijuluki "tim kurcaci" oleh media Prancis. Meskipun kalah, partisipasi di Reims 1938 tetap menjadi momen bersejarah dan satu-satunya bagi Indonesia hingga saat ini. Pada tahun 1956, klub sepak bola Prancis, Stade de Reims, melakukan tur ke Indonesia atas undangan dari Chung Hwa Tsing Nien Hui, sebuah perkumpulan pemuda Tionghoa (AI Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Calvin Verdonk di Lille pionier di dalam sepak bola Prancis? Seperti disebut di atas, pada tahun 1938 Timnas Indonesia bertanding di Rheims dalam penyisihan Piala Dunia. Kini, Calvin Verdonk di Lille berambisi untuk bawa Timnas Indonesia ke Piala Dunia lagi. Lalu bagaimana sejarah Calvin Verdonk di Lille pionier di dalam sepak bola Prancis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.