Jumat, 27 Oktober 2017

Sejarah Kota Padang (47): Kongres Pemuda 1928, Baru Tahun 1953 Pemuda Bersumpah; Tokoh Utama Kongres Pemuda dan Hari Sumpah Pemuda

Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini


Beberapa menit lagi masuk tanggal 28 Oktober 2017. Tanggal ini telah ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda. Namun satu hal, dikatakan pada tanggal 28 Oktober 2017 ini sebagai Hari Sumpah Pemuda ke-89. Hal ini karena mengacu pada Kongres Pemuda yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928. Padahal pada tanggal itu, pemuda tidak melakukan sumpah, melainkan melakukan kongres yang menghasilkan keputusan. Hasil keputusan kongres tersebut adalah Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.

Putusan Kongres, Kongres Pemuda 1928
Lantas kapan pemuda bersumpah? Para pemuda bersumpah baru terjadi pada tanggal 26 Oktober 1953. Isi sumpah pemuda tersebut adalah (kebetulan) isi hasil keputusan Kongres Pemuda 1928: Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Lantas mengapa ada perbedaan esensial antara keputusan hasil Kongres Pemuda 1928 dengan pemuda bersumpah pada tahun 1953? Itulah pertanyaannya? Mari kita telusuri.

Hari Sumpah Pemuda 1953

Hari sumpah pemuda terjadi pada tanggal 26 Oktober 1953, hari yang mana para pemuda bersumpah (lihat De nieuwsgier, 21-10-1953). Pada malam tanggal tersebut para pemuda di Djakarta berkumpul dan melakukan sumpah pemuda. Inilah tanggal yang dapat dikatakan sebagai Hari Sumpah Pemuda). Materi sumpah yang dibacakan dalam bersumpah tersebut pada tanggal 28 Oktober 1953 itu adalah persis apa yang menjadi hasil keputusan Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

De nieuwsgier, 21-10-1953
Kongres Pemuda 1928 dan hasil keputusannya tidak pernah diperingati pada tahun-tahun sesudahnya. Oleh karena itu apa yang menjadi hasil keputusan Kongres Pemuda 1928 sudah lama terlupakan. Hasil keputusan Kongres Pemuda 1928 baru muncul pada tahun 1953 ketika para pemuda berkumpul dan melakukan sumpah (yang disebut Sumpah Pemuda). Sejak itulah terminologi Sumpah Pemuda ada hingga ini hari. Ini berbeda dengan tanggal 17 Agustus 1945 tanggal yang mana Indonesia merdeka dengan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan (Republik) Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1945 disebut Hari Proklamasi Kemerdekaan RI. Lalu hari  ini diperingati pada tahun-tahun sesudahnya hingga masa ini.  

Mengapa pemuda bersumpah pada tahun 1953? Ini semua mengacu pada dua hal. Pertama, pada tahun 1953 terdapat banyak permasalahan yang justru mengarah pada disintegrasi bangsa. Keinginan untuk mengembalikan Papua yang masih di tangan Belanda masih ada hambatan baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam dianggap belum prioritas karena banyaknya permasalahan, dari luar ditengarai Belanda tidak akan melepaskannya. Isu lainnya adalah munculnya pemberontakan di sejumlah daerah, seperti Atjeh, Djawa Barat dan Soelawesi Selatan. Isu yang juga menjadi perhatian adalah pemerintah berseberangan dengan militer dan juga isu tekanan pers. Dua isu yang terakhir tampaknya sangat dikhawatirkan oleh pemerintah. Kedua, Soekarno, Presiden RI mulai bermimpi besar dapat diartikan dalam dua segi: ‘Indonesia Hebat’ dan ‘Sukarno adalah Radja’. Dalam konteks inilah secara politis pemerintah perlu menggalang kembali para pemuda dan mengajaknya berkumpul untuk memperbarui kesetiaan yang memunculkan adanya terminologi Sumpah Pemuda.

Sumpah Pemuda, Kongres Pemuda 1953
Ada sejumlah tokoh penting pada tahun 1953 yang terkait dan memiliki kepentingan dengan memperbarui kesetiaan pemuda yang nota bene munculnya Sumpah Pemuda, Mereka itu adalah Soekarno, (Presiden), Mohammad Hatta (Wakil Presiden), Mohammad Yamin (Menteri Pendidikan) dan Parada Harahap (Tokoh Pers). Sementara di pihak lain terdiri dari pemimpin militer (dua matahari: Kol. Abdul Haris Nasution dan Kol. Zulkifli Lubis), pemimpin media (dua matahari: Adam Malik Batubara dan Mochtar Lubis) dan Zainul Arifin Pohan (Tokoh Parlemen). Parada Harahap dan Zainul Arifin Pohan memiliki hubungan baik kepada dua belah pihak.

Rangkaian kegiatan Hari Sumpah Pemuda ini dilakukan dua hari tanggal 26 dan 27 Oktober 1953. Kegiatan dilaksanakan di Deca Park (lapangan Monas bagian selatan yang sekarang). Ketua Panitia adalah Ali Mochtar Hoetasoehoet, mahasiswa Akademi Wartawan yang berlokasi di Deca Park. Ali Mochtar Hoetasoehoet, mantan komandan tentara pelajar di Padang Sidempoean.


Java-bode, 20-04-1953
Akademi Wartawan Djakarta didirikan tahun 1951 oleh Parada Harahap. Pada tahun 1953, Parada Harahap selain Dekan Akademi Wartawan, juga Ketua Perhimpunan Perguruan Tinggi Swasta (embrio Kopertis pada masa ini). Parada Harahap yang merangkap sebagai pengajar, dosen-dosen lainnya yang mengajar di kampus ini adalah FKN Harahap (kelahiran Depok, anak Emil Harahap, teman sekampung Parada Harahap) dan Adinegoro (mantan editor Bintang Timoer, milik Parada Harahap yang juga adalah adik dari Mohammad Yamin, Menteri Pendidikan). Ketua Perhimpunan Mahasiswa Akademi Wartawan Djakarta pertama adalah Ali Mochtar Hoetasoehoet (nama ini kelak dikenal sebagai pendiri Akademi Publisistik yang berubah nama menjadi IISIP Lenteng Agung yang masih eksis hingga ini hari).

Kongres Pemuda 1928

Hari Sumpah Pemuda tahun 1953 ini tentu saja terkait dengan Kongres Pemuda tahun 1928. Dalam Kongres Pemuda 1928, Ketua Panitia adalah Soegondo, Sekretaris adalah Mohammad Yamin dan Bendahara adalah Amir Sjarifoeddin. Sebagai pembina Kongres Pemuda 1928 adalah Parada Harahap. Pada saat itu, Parada Harahap adalah Sekretaris Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang mana ketuanya adalah MH Thamrin. PPPKI adalah supra organisasi yang menghimpunan organisasi-organisasi kebangsaan seperti Kaoem Betawi, Pasoendan, Sumatrannen Bond, Boedi Oetomo dan lainnya. Saat itu Parada Harahap adalah Sekretatis Sumatranen Bond (ketuanya saat itu dijabat Mohammad Zain, ayah mantan Gubernur Sumatra Barat, Haroen Zein).

Parada Harahap saat itu adalah pemilik surat kabar Bintang Timoer (surat kabar bertiras paling tinggi di Batavia) dan pemilik percetakan Bintang Hindia. Surat kabar Bintang Timoer adalah suksesi surat kabar Bintang Hindia (bersama Abdul Rivai). Parada Harahap juga adalah ketua perhimpunan pengusaha pribumi di Batavia (semacam Kadin pada masa ini). Dalam hal ini mudah ditebak, mengapa Mohamamd Yamin dan Amir Sjarifoeddin Harahap yang sama-sama mahasiswa Rechthoogeschool dan Jong Sumatra  yang menjadi sekretaris dan bendahara Panitia Kongres. Parada Harahap dan Kadinnya diduga sponsor pendanaan kongres. Parada Harahap cukup dekat dengan Amir Sjarifoedin. Parada Harahap juga cukup dekat dengan Mohammad Yamin (Jong Sumatranen Bond) selain adiknya Djamaloeddin alias Adinegoro adalah editor Bintang Timoer.

Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemuda (junior) relatif bersamaan pada bulan Oktober 1928. Parada Harahap, sekretaris PPPKI adalah Ketua Kongres PPPKI yang dilaksanakan di Batavia. Parada Harahap menghadirkan sejumlah tokoh penting dalam Kongres PPPKI. Dua tokoh pemuda yang penting saat itu adalah Soekarno dan Mohammad Hatta. Kedua tokoh ini tidak diundang berbicara di Kongres Pemuda tetapi di Kongres PPPKI. Soekarno bisa hadir, sedangkan Mohammad Hatta (Ketua PPI Belanda) tidak bisa hadir karena kesibukan kuliah di Belanda, tetapi Mohammad Hatta mengirim wakilnya Ali Sastroamidjojo. Selain PPPKI yang menggunakan nama Indonesia, ada dua organisasi pelajar/pemuda yang paling utama saat itu yang menggunakan nama Indonesia: Persatuan Pelajar Indonesia (PPI Belanda) dan Persatuan Pemuda Indonesia (PPI Indonesia). PPI Belanda dipimpin oleh Mohammad Hatta dan kawan-kawan; PPI Indonesia dipimpin oleh Soegondo dan kawan-kawan. PPI Indonesia terkonsentrasi di Kongres Pemuda dan PPI Belanda diundang berpartisipasi dalam Kongres PPPKI.

PPI Belanda adalah suksesi Perhimpoenan (pelajar) Hindia (Indisch Vereeniging). Perhimpoenan (pelajar) Hindia didirikan tahun 1908 di Leiden yang digagas oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Sebelum mendirikan Indisch Vereeniging surat kabar Telegraaf pernah mewawancara Soetan Casajangan di Amsterdam yang dilansir Bataviaasch nieuwsblad, 02-07-1907: ; ‘…mengapa anda mengambil risiko jauh studi kesini meninggal kesenangan di kampungmu, calon koeria, yang seharusnya sudah pension jadi guru dan anda juga harus rela meninggalkan anak istri yang setia menunggumu…anda tahu untuk masyarakat saya, masih banyak yang perlu dilakukan, kami punya mimpi, kami diajarkan dengan baik oleh guru Ophuijsen….tapi kini masyarakat kami sudah mulai menurun dan melemah pada semua sendi kehidupan.. saya punya rencana pembangunan dan pengembangan lebih lanjut dari penduduk asli di Nederlandsch Indie (Hindia Belanda)..saya mengajak anak-anak muda untuk datang ke sini (Belanda) agar bisa belajar banyak..di kampong saya kehidupan pemuda statis, baik laki-laki dan perempuan..dari hari ke hari hanya bekerja di sawah (laki-laki) dan menumbuk padi (perempuan)…mereka menghibur diri dengan menari (juga tortor) yang diringi dengan musik, simbal, klarinet, gitar dan ensambel gong…(dansten zij op de muziek van bekkens, klarinet, guitaar en gebarsten gong...)..anda tahu dalam Filosofi Batak kuno, kami yakin bahwa jiwa itu berada di kepala, dan karenanya kami harus tekun agar tetap intelek…’.  Soetan Casajangan di tahun ketiga Perhimpoenan (pelajar) Hindia pernah diundang dan berpidato di forum yang diadakan Vereeniging Moederland en Kolonien (Organisasi para ahli/pakar Belanda di Leiden) pada tahun 1911. Soetan Casajangan memulai pidatonya sebagai berikut: Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen)...saya selalu berpikir tentang pendidikan bangsa saya...cinta saya kepada ibu pertiwa tidak pernah luntur...dalam memenuhi permintaan ini saya sangat senang untuk langsung mengemukakan yang seharusnya..saya ingin bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir dalam forum ini). Mengapa produk pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku untuk saya dan juga untuk rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang indah. Bukan hanya ribuan, tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan yang lebih tinggi...hak yang sama bagi semua...sesungguhnya dalam berpidato ini ada konflik antara 'coklat' dan 'putih' dalam perasaan saya (melihat ketidakadilan dalam pendidikan pribumi).

Di Kantor PPPKI di Gang Kenari hanya ada tiga foto yang dipajang Parada Harahap (sebagai kepala kantor) yakni Soeltan Agoeng, Soekarno dan Mohammad Hatta. Dari pemasangan foto ini terkesan Parada Harahap menggadang-gadang Soekarno dan Hatta kelak menjadi pemimpin besar. Soekarno sering menulis di surat kabar Bintang Timoer dan sering juga datang bertandang dari Bandoeng ke Gang Kenari bertemu Parada Harahap. Parada Harahap sudah sejak lama kenal Mohammad Hatta. Ketika diadakan Kongres Sumatranen Bond pada tahun 1920 di Padang, Parada Harahap adalah ketua Sumatranen Bond Tapanoeli yang juga hadir dalang kongres, sementara Mohammad Hatta adalah pimpinan pelajar saat itu yang juga hadir. Kantor PPPKI ini masih eksis hingga ini hari di Jalan Kenari yang dikenal sebagai Gedung Thamrin.

De Sumatra post, 31-07-1919
Organisasi sosial pertama adalah Medan Perdamaian. Organisasi yang bersifat nasional ini didirikan di Padang tahun 1900 oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda. Pada tahun 1908 muncul organisasi Boedi Oetomo yang bersifat kedaerahan (Jawa). Beberapa bulan kemudian Soetan Casajangan, mahasiswa di Belanda merespon balik dengan mendirikan organisasi pelajar bersifat nasional (Indische Vereeniging). Dalam perjalanannya Boedi Oetomo berkembang pesat karena disokong oleh pemerintah, sementara Medan Perdamaian mati suri. Indisch Vereeniging juga lambat laun mengendor sepeninggal Soetan Casajangan yang sudah pulang ke tanah air pada tahun 1914. Mahasiswa asal Jawa yang tergabung dalam Indsich Vereeniging mulai begerser dan lebih berkiblat ke Boedi Oetomo. Sementara, Boedi Oetomo yang semakin besar, euporia terjadi di kalangan pemuda yang memunculkan lahirnya Jong Java. Pada awal tahun 1917, Sorip Tagor merespon kehadiran Jong Java dan memproklamirkan di Belanda berdirinya Sumatra Sepakat (Ketua: Sorip Tagor Harahap; Sekretaris: Dahlan Abdoellah’ Bendahara: Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia) (lihat De Sumatra post, 31-07-1919). Salah satu anggotanya adalah Tan Malaka. Sorip Tagor kelak dikenal sebagai kakek dari Inez/Risty Tagor).

Het nieuws van den dag voor NI, 09-07-1919)
Lalu pada akhir tahun 1917 di Batavia Sumatra Sepakat disambut oleh para mahasiswa asal Sumatra di STOVIA dengan mendirikan organisasi serupa (copy paste)  yang disebut Sumatranen Bond (Ketua: Tengkoe Mansoer; Wakil Ketua: Abdoel Munir Nasoetion). Dasar pemikiran, platform dan program Sumatra Sepakat dan Sumatranen Bond persis sama. Kongres pertama Sumatranen Bond diadakan di Padang tahun 1919 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-07-1919). Pembina panitia kongres Sumatranen Bond di Padang adalah Dr. Abdoel Hakim Nasoetion (kepala dinas kesehatan dan anggota dewan kota di Padang). Pada saat kongres inilah Parada Harahap (ketua Sumatranen Bond Tapanoeli) dan Mohammad Hatta (ketua pelajar di Padang). Ketika, Mohammad Hatta melanjutkan studi ke Belanda, Indisch Vereeniging direvitalisasi dengan mengubah namanya menjadi Persatoean Peladjar Indonesia. Tampaknya Mohammad Hatta di Belanda merasa perlu mengintegrasikan organisasi pelajar/mahasiswa yang bersifat kedaerahan (kembali) menjadi organisasi nasional dengan membuat perubahan radikal pada Indisch Vereeniging dengan mengganti nama Hindia pada Indisch Vereeniging dengan nama Indonesia (PPI Belanda). Sebagaimana telah disebutkan di atas, Parada Harahap di Batavia merasa perlu untuk mengintegrasikan semua organisasi kebangsaan yang munculnya PPPKI (1927). Di Batavia, organisasi mahasiswa bersifat nasional disambut oleh mahasiswa-mahasiswa Rechthoogeschool yang menjadi lahirnya PPI Indonesia (penggerak utama Kongres Pemuda). Singkat kata: Medan Perdamaian di Padang (1900) dan Indisch Vereeniging di Belanda (1908) adalah organisasi awal kebangkitan bangsa (berdiri), maka PPI Belanda, PPPKI dan PPI di Batavia adalah organisasi awal pergerakan bangsa (berjalan). Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda tahun 1928 adalah awal bergeraknya anak bangsa dalam bingkai persatuan dan kesatuan.

Agenda Kongres Pemuda 1953

Dalam kongres pemuda tahun 1953 ada dua agenda yang dilakukan (De nieuwsgier, 21-10-1953). Pertama adalah memperingati 25 tahun lagu kebangsaan Indonesia yakni Indonesia Raya diperdengarkan di Kongres Pemuda 1928. Kedua, memperingati putusan Kongres Pemuda 28 dan melakukan sumpah pemuda. Lantas mengapa begitu penting lagu Indonesia Raya dalam 1953 kongres ini diperingati. Lantas, siapakah sosok Ali Mochtar Hoetasoehoet.

Lagu Indonesia Raya kali pertama diperdengarkan pada kongres junior Kongres Pemuda tahun 1928 (tidak ada indikasi diperdengarkan di kongres senior Kongres PPPKI). Itu dapat dipahami saat itu.  Lagu Indonesia Raya adalah karya cipta WR Supratman, nama yang kelak dijadikan Mochtar Lubis sebagai nama surat kabarnya. WR Supratman adalah pemilik talenta yang ditemukan Parada Harahap di Bandoeng. Parada Harahap mengajak WR Supratman ke Batavia dan mengangkatnya sebagai editor dan sekaligus wartawan sehubungan dengan pendirian kantor berita Alpena tahun 1925 (kantor berita pribumi pertama, kantor berita orang asing adalah Aneta). WR Supratman tinggal bersama dengan (pavilium) keluarga Parada Harahap. Pada saat WR Supratman meninggal di Surabaya 17 Agustus 1938 Parada Harahap mengunjungi bersama Dr. Radjamin Nasoetion (wethouder, anggota dewan senior Kota Soerabaja). Dr. Soetomo, mantan ketua Boedi Oetomo dan ketua PPPKI setelah era Parada Harahap meninggal 30 Mei 1938 di Soerabaya. Dr. Radjamin Nasortion berpidato di saat pemakaman Dr. Soetomo (Parada Harahap tidak bisa hadir). Dr. Radjamin Nasution adalah sahabat baik dan teman sekelas Dr. Soetomo di STOVIA. Dr. Radjamin Nasution yang diminta Parada Harahap untuk mempengaruhi agar Dr. Soetomo agar Boedi Oetomo bersedia bergabung dengan PPPKI. Kunjungan Parada Harahap sehubungan dengan wafatnya WR Supratman sudah barang tentu sekalian ziarah ke makam Dr. Soetomo. Apakah ide memasukkan peringatan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam Kongres Pemuda 1953 datang dari Parada Harahap untuk mengingatkannya kembali kepada sahabat baiknya WR Supratman dan juga sekaligus mendinginkan Mochtar Lubis pimpinan surat kabar Indonesia Raya yang tengah berseteru dengan Soekarno? Catatan tambahan: Dr. Radjamin Nasution meninggal tahun 1957 dimakamkan di dekat makam WR Supratman (yang juga turut dihadiri Parada Harahap). Putri Parada Harahap dan putri Dr. Radjamin Nasution teman sekelas di Fakultas Hukum Universieit van Indonesia (Parada Harahap meninggal di Djakarta tahun 1959).

Dalam agenda ini tidak ada indikasi Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin dan Parada Harahap hadir. Secara tersirat pemerintah bermain aman (seakan tidak terlibat agar terkesan murni dari pemuda). Namun, posisi Parada Harahap meski tidak terkesan menonjol (langsung), tetapi tokoh Ali Mochtar Hoetasoehoet dan Akademi Wartawan Djakarta pimpinan Parada Harahap sudah cukup menjelaskan. Parada Harahap sangat dekat kepada tiga tokoh pemerintah (Soekarno, Hatta dan Yamin). Posisi Parada Harahap sebagai Ketua Kopertis dan Mohammad Yamin sebagai Menteri Pendidikan menjadi faktor penting dalam hal ini.


Java-bode, 28-08-1957
Ali Mochtar Hoetasoehoet kali pertama diajak Parada Harahap pada tahun 1948. Pada saat itu, Wakil Presiden Mohammad Hatta meminta Parada Harahap untuk mengoperasikan majalah Detik di ibukota RI di pengungsian di Bukittinggi. Majalah ini menjadi media untuk penghubung para republiken di berbagai titik pengungsian. Lalu Parada Harahap meminta Ali Mochtar Hoetasoehoet komandan tentara pelajar di Padang Sidempoean untuk membawa percetakan dari Padang Sidempoean (Kota Padang dan Kota Sibolga sudah diduduki Belanda). Setelah pengakuan kedaulatan RI, Ali Mochtar Hoetasoehoet hijrah ke Djakarta. Awalnya bekerja bersama Parada Harahap, lalu Parada Harahap meminta Ali Mochtar Hoetasoehoet untuk membantu Mochtar Lubis sebagai staf keuangan di Indonesia Raya. Pada saat Parada Harahap mendirikan Akademi Wartawan Djakarta, Ali Mochtar Hoetasoehoet termasuk mahasiswa (angkatan) pertama sambil tetap bekerja di Indonesia Raya pimpinan Mochtar Lubis. Saat Mochtar Lubis ditahan, Ali Mochtar Hoeta Soehoet yang mengambil peran sebagai pemimpin Redaksi Indonesia Raya. Itulah riwayat Ali Mochtar Hoetasoehoet mengapa menjadi ketua panitia Kongres Pemuda 1953. Catatan tambahan: Ali Mochtar Hoetasoehoet kelak mendirikan Akademi Publisistik yang berubah menjadi IISIP Lenteng Agung; dan Akademi Wartawan Djakarta di Deca Park kelak berubah menjadi Akademi Bahasa Asing (ABA) di Tjikini. Ali Mochtar Hoeta Soehoet meninggal dunia tahun 2010 dimakamkan di di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Sosialisasi Sumpah Pemuda

Sejak Kongres Pemuda 1953, dan sejak dilakukan Peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1953 pemerintah mensosialisasikannya baik presiden sendiri (Presiden Sukarno), Wakil Presiden (M. Hatta) maupun para menteri-menterinya. Sosialisasi yang mengadopsi keputusan Kongres Pemuda 1953 (memperbarui kesetiaan dengan sumpah pemuda) ini bahkan berubah seakan menjadi kampanye Sumpah Pemuda dalam meredakan berbagai kisruh yang muncul. Hal ini karena penataan negeri (pasca poengakuan kedaulatan RI) yang baru seumur jagung sudah ada perbedaan-perbedaan opini di antara para pemimpin, munculnya ketegangan baru seperti pemberontakan (Jawa Barat, Atjeh dan Sulawesi Selatan), meningkatnya tekanan pers (karena ada indikasi korupsi) terutama dari Mochtar Lubis dan kawan-kawan.

Di Jakarta, Presiden Sukarno mangadopsi hasil Kongres Pemuda 1953 dan mengaitkannya setiap ada kesempatan berpidato. Kesetiaan pemuda dalam wujud Sumpah Pemuda adalah semacam amunis baru bagi Sukarno ketika dirinya sudah mulai ditekan dari kiri kanan (parlemen, militer dan mahasiswa serta pemda). Di Jambi, Wakil Presiden M. Hatta menghimbau agar pemuda menjaga persatuan dan kesetiaan kepada Sumpah Pemuda.

De vrije pers: ochtendbulletin, 23-04-1954: ‘Hatta: persatuan di kalangan pemuda meskipun perbedaan pendapat di kalangan orang tua… dari Jambi, Wakil Presiden Moh. Hatta diadakan pidato untuk semua siswa sekolah lanjutan di teater Murai…menjaga pemuda disarankan rasa taruhan persatuan dan kesetiaan kepada "Sumpah Pemuda". "Wapres memberikan gambaran dari onderwas di Indonesia, dan mengatakan bahwa sekarang banyak ajaran. …Kemudian Wakil presiden, ada digunakan pepatah Belanda mengatakan: Maluku adalah masa lalu, Java sekarang dan masa depan Sumatera, yang berarti, menurut vice.president…bahwa Java sekarang banyak sekolah..Sumatera masih memiliki kekurangan ahli yang oleh karena itu harus datang dari gundukan Djambl. Presiden memutuskan untuk mengatakan pidatonya bahwa rasa persatuan harus dipertahankan. Pemuda kita juga harus melakukan banyak olahraga, karena dalam tubuh yang sehat adalah jiwa sehat

Di Padang Ketua Badan Pertimbangan Kebudajaan, Mangunsarkoro memberikan kuliah di Auditorium Sekolah Tinggi Hukum. Isi cermahnya tentang kesetiaan pemuda.

De vrije pers : ochtendbulletin, 07-05-1954: ‘Indonesia merupakan pusat budaya bangsa terletak di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Di Auditorium Sekolah Tinggi Hukum di kuliah Padang diadakan oleh Ketua Badan Pertimbangan Kebudajaan untuk siswa dan S. Mangunsarkoro, presiden Dewan Kebudayaan, memberikan kuliah…kita harus menunjukkan bahwa kita  memiliki budaya yang kuat .. Sumpah Pemuda (Sumpah Pemuda adalah kehormatan satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Hubungan antara budaya daerah dengan budaya natiorale ditentukan oleh semangat budaya… Namun, jika budaya nasional oleh semangat nasional, dan menyebar ke seluruh Indoresia….’

Di Medan, Menteri Pendidikan M. Yamin (dalam kongres Bahasa) mensosialisasikan hasil Kongres Pemuda 1953.

Madong Lubis menjadi peserta aktif dalam Kongres Bahasa Indonesia di Medan (Het nieuwsblad voor Sumatra, 30-10-1954). Salah satu keputusan dalam kongres ini adalah soal Bahasa Indonesia sendiri. Sebab dalam konstitusi belum dijelaskan apa yang dimaksud dengan Bahasa Indonesia, karena sejak dari Kongres Pemuda 1928, Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu. Dalam kongres ini usul ini muncul dari Madong Lubis. Het nieuwsblad voor Sumatra, 03-11-1954 menyebutkan bahwa Madong Lubis, guru senior dalam kongres ini banyak memberikan masukan. Dalam pidatonya menyarank tujuh poin, diantaranya: pengajaran bahasa daerah di sekolah harus dibatasi, guru harus memastikan penggunaan yang tepat bahasa Indonesia kepada murid-muridnya dan kualitas guru dalam berbahasa Indonesia harus ditingkatkan. Madong Lubis (dan Amir Hamzah Nasoetion) protes usulan bahwa pers dan radio memiliki kebebasan dalam berbahasa (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-11-1954). Hal ini menanggapi makalah yang berjudul Pers dan radio karakter legislatif tata bahasa ini tidak mutlak (Voor de pers en radio is het normatieve karakter van de grammatica niet absoluut). Menurut Madong Lubis pemberian kebebasan kepada wartawan menyimpang dari tata bahasa’

Sosialisasi dan kampanye Sumpah Pemuda yang dilakukan oleh Sukarno, M. Hatta dan M. Yamin adalah untuk kepentingan pemerintahan mereka sendiri yang tengah banyak gangguan. Sedangkan Sumpah Pemuda itu sendiri adalah produk pemikiran dari tokoh-tokoh lain yang bukan pejabat pemerintah tetapi sangat peduli terhadap kesatuan dan persatuan. Mereka adalah Parada Harahap dan AM Hutasuhut.

Pemimpin Mahasiswa Indonesia asal Padang Sidempoean
AM Hoeta Soehoet (1953) adalah generasi berikutnya dari pimpinan mahasiswa Indonesia sebelumnya. Pada tahun 1947 dua pimpinan mahasiswa membentuk dua organisasi mahasiswa yakni Lafran Pane dan Ida Nasution. Lafran Pane mendirikan HMI sedangkan Ida Nasution mendirikan PMUI. Jika ditarik ke belakang, pada tahun 1908, pimpinan mahasiswa adalah Soetan Casajangan dengan mendirikan organisasi mahasiswa yang disebut Indisch Vereeniging di Leiden, Belanda. Organisasi pertama mahasiswa ini kemudian ditansformasi Mohammad Hatta dan kawan-kawan menjadi PPI Belanda. Kepemimpinan PPI Belanda setelah Mohammad Hatta adalah Parlindoengan Lubis sebagai ketua dan Mohammad Ildrem Siregar sebagai bendahara,  Untuk sekadar diketahui, Soetan Casajangan, Lafran Pane, Ida Nasution dan AM Hoeta Soehoet adalah pendiri organisasi mahasiswa yang berasal Padang Sidempuan yang juga menjadi kampung halaman Parada Harahap (pendiri PPPKI). Satu lagi kelak yang menjadi pimpinan mahasiswa adalah Hariman Siregar, kelahiran Padang Sidempuan yang menjabat Ketua Dewan Mahasiswa UI 1974, yang memimpin demonstrasi anti modal asing yang lebih dikenal sebagai Peristiwa Malari. Ke dalam daftar ini masih bisa ditambahkan organisasi pemuda, yakni pendiri Sumatranen Bond (Jong Sumatra) di Belanda tanggal 1 Januari 1917 Sorip Tagor Harahap dan pendiri Bataksch Bond (Jong Batak) di Batavia tahun 1919 Abdoel Rasjid Siregar (mahasiswa STOVIA). Sorip Tagor dan Abdoel Rasjid juga kelahiran Padang Sidempoean. Tentu saja jangan dilupakan organisasi sosial pertama Medan Perdamaian di Padang tahun 1900 didirikan oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda yang juga kelahiran Padang Sidempoean. Sudah barang tentu ini bukan kebetulan (random) tetapi yang kebetulan semuanya berasal dari Padang Sidempoean.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar