Minggu, 11 November 2018

Sejarah Jakarta (29): Sejarah Kebun Binatang Cikini Sebenarnya; Kebun Binatang Pertama di Indonesia 1866-1966


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Kebon Binatang Ragunan adalah suksesi Kebun Binatang Cikini. Setelah satu abad, kebun binatang di Cikini direlokasi ke Ragunan. Kebun binatang di Cikini yang awalnya disebut sebagai Planten en Dierentuin dimaksudkan untuk fasiltas publik yang dapat dinikmati oleh penduduk. Namun dalam perkembangannya, kebun binatang di Cikini harus direlokasi ke lokasi yang lebih luas di Ragunan.

Kebun Binatang Tjikini (Peta 1910)
Kebon binatang Cikini pada tahun 1966 secara resmi direlokasi ke Ragunan. Kebon binatang Cikini yang telah berusia satu abad hanya tinggal kenangan. Pada masa lampau kebun binatang di Tjikini hanya disebut dengan nama Planten en Dierentuin. Lalu kemudian namya pernah dikenal sebagai Zoological Garden dan Pleasure Ground. Pada era kemerdekaan kebun binatang di Cikini disebut sebagai Keboen Binatang Tjikini. Setelah relokasi ke Ragunan, akhirnya nama diubah lagi menjadi Taman Margasatwa Jakarta.

Bagaimana kebun binatang di Tjikini muncul mudah dilacak. Namun pada masa ini sejarah kebun binatang di Tjikini ditulis simpang siur. Padahal dalam konteks sejarah, kebun binatang di Tjikini belum termasuk tua. Surat-kabar yang terbit pada tahun 1866 memberitakan setiap tahapan pada proses pembangunan kebun binatang Tjikini tersebut. Karena itu, sejarah kebun bintang di Tjikini seharusnya dapat ditulis secara benar. Untuk itu mari kita telusuri ke masa lampau.   

Awal Pembangunan Kebun Binatang Tjikini

Pada tanggal 15 Juni 1865 diadakan rapat umum pemegang saham pembangunan kebun binatang di Batavia yang berlokasi di Tjikini (lihta De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-06-1865). Disebutkan dalam rapat umum yang diadakan di gedung kebun binatang ini dihadiri oleh 25 pemegang saham yang mewakili 75 saham.

Pada akhir tahun 1863 sudah muncul gagasan pembangunan kebun binatang di dewan. Gagasan sempat redup dan kemudian bergairah lagi (Bataviaasch handelsblad, 12-03-1864). Sekarang rencana konstruksi sudah ada. Kebun binatang yang direncanakan akan berlokasi di sisi barat sungai Tjiliwong dekat dengan rumah Raden Saleh. Lokasi ini berada jauh dari pusat kota dan harga lahan cukup adil. Lokasi ini juga memungkinkan untuk mudah diakses oleh warga Eropa/Belanda maupun penduduk pribumi. Bangunan pertama yang dibangun di lokasi kebun binatang ini adalah gedung/kantor komite. Di lokasi ini juga direncanakan akan dibangun kantor asosiasi ilmu pengetahuan Hindia Belanda dan sebuah museum.

Dalam laporan oleh ketua komite pendahuluan (Voorzitter van het voorloopig comité) telah terkumpul sebanyak f50.000. Jumlah itu disebutkan sudah lebih dari cukup untuk membangun (hanya) taman. Diperkirakan masih kekurangan sebanyak f19.000. Ketika ditawarkan kepada pemegang saham atas kekurangan tersebut, para peserta rapat lebih menyetujui opsi untuk skema pinjaman untuk menutupinya. Susunan komite dibentuk sebagai berikut: N. Trakanen sebagai President; JJ Blanckenhageu sebagai bendahara dan H Schroder Visser sebagai secretaris. Komisaris terdiri dari H de Bruijn; Mr. JA van der Chijs dan W Suermondt Wzn. Rapat juga untuk menunjuk JE Teijsmann dan Raden Saleh sebagai anggota kehormatan.

Para pemegang saham ini terdiri dari individu yang bergerak di berbagai bidang, seperti pejabat pemerintah, swasta dan profesional. Mr. JA van der Chijs adalah Inspektur Pendidikan Pribumi. Dua anggota kehormatan yang ditunjuk adalah JE Teijsmann yang nenjabat sebagai kepala Kebun Raya di Buitenzorg; Raden Saleh adalah pelukis terkenal yang rumahnya tidak jauh dari lokasi kebun binatang.

Pengadaan satwa di kebon binatang di Tjikini dilakukan secara bertahap. Kebon binatang di Tjikini dibuka pada awal Oktober 1866. Untuk diketahui umum, komite telah membuat iklan di surat kabar seperti pada Bataviaasch handelsblad, 01-10-1866. Disebutkan kebon binatang dibuka lima hari dalam setiap mingggu yakni hari Senin, Selasa. Kamis, Jumat dan Sabtu. Jam buka mulai pukul 9 pagi hingga pukul 4 sore dengan tarif 25 sent untuk orang dewasa dan 10 cent untuk anak-anak. Lokasi kebun binatang berada di sisi sungai Tjiliwong dekat dengan mansion (rumah tinggal) pelukis Raden Saleh.

Lokasi villa Raden Saleh (Peta 1887)
Sebagaimana diketahui Raden Saleh setelah pulang dari Eropa tahun 1852 telah menjadi kaya raya. Lukisan-lukisannya berharga tinggi. Beberapa kali Raden Saleh pindah tempat seperti di Molenvielt dan Semarang hingga akhirnya membangun sebuah rumah mewah (villa) gaya Goethiek di Tjikini pada tahun 1862 (Bataviaasch handelsblad, 19-04-1862). Lokasi villa Raden Saleh ini secara geografis berada jauh dari pusat kota. Akses menuju lokasi ini dari Parappatan (Menteng; sebelumnya disebut Kampong Menteng) ke arah selatan dimana jalan kemudian bercabang dua yakni ke arah Kampong Tjikini (Weg Tjikini) dan Kampong Kondangdia (Weg Kondangdia). Di jalan weg Tjikini sebelah kiri Raden Saleh membeli lahan untuk membangun villanya. Terusan jalan Tjikini ini akan memutar di atas sungai Tjiliwong menuju Matraman (jembatan terbuat dari sasak bambu). Sebagai pelukis hebat, nama Raden Saleh turut mengangkat nama Tjikini menjadi tempat yang semakin populer. Bahkan studio foto Woodbury en Page membuka outlet di villa Raden Saleh (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-05-1863). Kawasan Tjikini ini semakin ramai lebih-lebih setelah jalur kereta api dari Kota dibangun menuju Meester Cornelis pada tahun 1869. Ujung dari jalur ini tepat berada di Dipo Bukit Duri yang sekarang. Sementara sebuah halte/stasion dibangun di dekat kebon binatang Tjikini (posisinya diantara stasion Cikini dan stasion Gondangdia yang sekarang). Untuk membantu navigasi perhatikan Peta 1887. Pada masa ini villa Raden Saleh tersebut berada di dalam komplek RS Cikini di Jalan Raden Saleh.     

Sementara bangunan lain terus ditambah, hewan-hewan yang diterima dan akan dikirim juga jumlahnya meningkat. Seekor macan dan tapir diterima dari S. van Hulstijn (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-12-1866). Juga disebutkan telah menerima seekor gajah dari asosiasi ilmu pengetahuan alam. Juga diterima dari sumbangan perusahaan swasta di Semarang. Masyarakat Aklimatisasi Queensland di Brisbane telah mengirim satwa tertentu. Upaya untuk membeli beberapa singa sejauh ini gagal terlaksana. Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-01-1867 melaporkan telah menerima seekor banteng (Bos javanicus) dari Sumedang, angsa Australia dari Zoological Society Adeleide, seekor orang oetang dari Kalimantan hadiah dari Mr. E. Castens.

Sejauh ini perlu dicatat bahwa kebon binatang Tjikini, lahannya dibeli oleh suatu panitia pembangunan. Dalam berbagai tulisan, termasuk tulisan yang terdapat dalam Wikipedia, disebutkan lahan kebon binatang tersebut seluas 10 Ha adalah pemberian dari Raden Saleh. Klaim itu tidak ada bukti. Memang, lahan lokasi villa Raden Saleh bersebelahan dengan lokasi kebon binatang, tetapi tidak dengan otomatis bahwa itu adalah pemberian Raden Saleh. Yang jelas lahan peruntukkan kebon binatang tersebut dibeli oleh suatu panitia dengan harga yang adil (mempertimbangkan harga lahan kepemilikan pribadi dengan kegunaan lahan untuk kepentingan umum).

Kawasan kebon binatang di Tjikini lambat laun semakin berkembang. Lahan-lahan di sekitar semakin diminati orang Eropa/Belanda untuk membangun rumah. Sementara itu di dalam komplek kebun binatang juga sudah tersedia gedung untuk pertunjukan musik. Fasilitas yang mulai lengkap di kebun binatang Tjikini diduga terkait dengan selesainya jalur kereta api Batavia-Buitenzorg tahun 1873. Gedung pertunjukkan terdekat dari Buitenzorg adalah gedung yang berada di kebon binatang Tjikini.

Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg adalah jalur kereta api untuk melengkapi rencana awal yang baru sebatas Batavia-Meester Cornelis. Pada saat pengoperasian kereta api Batavia-Buitenzorg sejumlah halte/stasion dibangun seperti di Pasar Minggoe, Lenteng Agoeng, Pondok Tjina, Depok dan Tjitajam. Halte-halte ini juga mengindikasikan tempat-tempat pemukiman orang Eropa/Belanda dan Tionghoa.  

Lantas bagaimana dengan villa Raden Saleh di Tjikini. Sejak tahun 1869 Raden Saleh tidak lagi tinggal di villanya di Tjikini. Raden Saleh telah pindah ke Semarang. Pada tahun 1869 setelah Raden Saleh menikah lagi pindah ke Buitenzorg menyewa sebuah villa di Empang (belakang Hotel Beleview). Belum lama di Buitenzorg, nama Raden Saleh dicatut yang dikaitkan dengan pemberontakan Batavia yang dimulai di Tamboen pada bulan April 1869.

Raden Saleh sempat disidangkan di Depok. Hasil persidangan ini tidak ada bukti keterkaitan Raden Saleh. Namun, namanya di tengah-tengah orang Eropa/Belanda sudah tercemar. Untuk meyakinkan orang-orang Eropa/Belanda bahwa dirinya tidak terlibat, Raden Saleh menulis semacam pembelaan di majalah/jurnal Bataviasch Genootschap pada tahun 1873.
   
Sejak peristiwa penyerangan di Tamboen, diduga Raden Saleh terus berdiam di Buitenzorg, Oleh karena namanya mulai diragukan orang-orang Eropa/Belanda, Raden Saleh boleh jadi mulai jarang ke Batavia dan lebih memilih tinggal di Buitenzorg dan kemudian mengakuisisi rumah yang disewanya untuk tempat tinggal selanjutnya.

Satu hal jalan akses dari dan ke Matraman yang melalui Tjikini weg belum sepenuhnya memadai. Jembatan di atas sungai Tjiliwong di Matraman (Jalan Tambak sekarang) yang merupakan satu-satunya penghubung dua sisi sungai yang terbuat dari bambu (sasak) pada tahun 1877 roboh (Bataviaasch handelsblad, 29-06-1877). Sejak itu jembatan bambu Matraman tersebut mulai dibangun secara permanen. Sebelumnya jembatan di atas sungai Tjiliwong sudah dibangun di Kwitang dan di Meester Cornelis. Jembatan Kwitang (menuju Parapattan) telah dibangun sejak era VOC. Jembatan tersebut terbuat dari kayu/besi yang mana jembatan memiliki atap. Pada tahun 1964 jembatan Kwitang mutunya ditingkatkan menjadi jembatan besi. Sementara dua jembatan dibangun di Meester Cornelis pada tahun 1869. Dua jembatan tersebut untuk penghubung ke stasion akhir di Meester Cornelis (Dipo Bukit Duri sekarang), Jembatan tersebut terbuat dari besi (seperti jembatan Kwitang). Dua jembatan tersebut kini dikenal sebagai jembatan di Jatinegara (menuju SMA 8 yang sekarang) dan jembatan di jalan Slamet Riyadi yang sekarang).

Pada tahun 1880 Raden Saleh diberitakan telah meninggal di Buitenzorg. Sementara kebun binatang di Tjikini tetap eksis. Sejak Raden Saleh tidak menempati villa yang dibangunnya di Tjikini tidak diketahui siapa yang membeli dan siapa yang menempati. Pada tahun 1890 seorang dokter, Dr. CH Stratz telah mempertimbangan bekas villa Raden Saleh untuk dijadikan sebagai rumah sakit (Bataviaasch nieuwsblad, 08-07-1890).

Rumah sakit di Tjikini, eks villa Raden Saleh  (Peta 1930)
Bataviaasch handelsblad, 15-09-1891 melaporkan akan dibangun rumah sakit wanita yang mana sebagai pengawas adalah Dr. Stratz. Yang bertindak sebagai ketua komite adalah Gen. Majoor Gey van Pittius. Tidak diketahui apakah rumah sakit wanita di Batavia ini berada di lokasi bekas villa Raden Saleh. Namun yang jelas Dr. Stratz ahli ginekologi tampaknya gagal mengumpulkan dana pembangunan rumah sakit wanita tersebut (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-11-1892). Dr. Baumgarten akan mendirikan rumah sakit semacam itu sepenuhnya atas biaya sendiri dan di rumahnya di Kramat (Bataviaasch handelsblad, 04-11-1892).

Tidak diketahui riwayat pendirian rumah sakit Dr. Stratz di Tjikini. Namun yang jelas bekas rumah Raden Saleh yang pernah diinginkan oleh Dr. Stratz telah disewa oleh Vereeniging Voor Ziekenverpleging Batavia sejak 1 Juli 1897 untuk kegiatan rumah sakit (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 15-10-1898). Sejak itu, bekas villa Raden Saleh tersebut digunakan untuk rumah sakit (hingga ini hari).

Tunggu deksripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar