Rabu, 30 Januari 2019

Sejarah Kota Depok (55): PA van der Parra, Gubernur Jenderal dan Riwayat Hidup yang Sebenarnya; Rumah Cimanggis di Depok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Banyak tokoh penting VOC/Belanda yang dihubungkan dengan Kota Depok yang sekarang. Salah satu yang terpenting adalah Petrus Albertus van der Parra, karena pernah menjadi Gubenur Jenderal (1761-1775). Pada masa kini, Rumah Tua Cimanggis diduga sebagai warisan dari Petrus Albertus van der Parra.  

Para Pionir di Depok
Tokoh-tokoh penting lainnya adalah Majoor Saint Martin pemilik pertama lahan (land) Tjinere dan land Tjitajam (dua lahan tersubur di sisi barat sungai Tjiliwong). Setelah itu muncul tokoh berikutya yakni Cornelis Cahstelein yang awalnya membuka lahan di Seringsing (1695) dan kemudian di Depok dan Mampang (1704). Selanjutnya Scipio Isebrandus Helvetius van Riemsdijk pemilik land Tjilodong dan sekitarnya (cucu dari Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk). Majoor Saint Martin sebelumnya pemilik land di Batavia yang kemudian land tersebut Land Kemajooran (kini Kemayoran). Saint Martin seorang tentara profesional asal Prancis yang menguasai bahasa Melayu adalah asisten dan penerus ahli botani Georg Eberhard Rumphius yang bekerja di Ambon. Land Tjinere dan land Tjitajam adalah hadiah dari pemerintah VOC/Belanda karena berhasil mengamankan Kapitein Jonker yang membuat kerusuhan di Banten. Setelah Saint Martin meninggal (1686) tugas penyusunan buku botani tersebut diteruskan oleh Cornelis Chastelein. Karena itulah Saint Martin dan Cornelis Chastelein tertarik mengusahakan lahan. Mereka berdualah orang Eropa pertama yang membuka lahan di hulu sungai Tjiliwong. Rumphius, Martin dan Chastelein adalah koneksi (berdarah) Prancis.   

Lantas bagaimana riwayat Petrus Albertus van der Parra? Sejauh ini hanya sedikit informasi yang diketahui. Data tentang Petrus Albertus van der Parra bukan tidak tersedia. Hanya saja nyaris tidak ada yang menulis riwayatnya. Untuk itu mari kita telusuri ke masa lampau.

Petrus Albertus van der Parra dan Adriana Johanna Bake

Petrus Albertus van der Parra berumah dua. Istri yang kedua, Adriana Johanna Bake dinikahinya pada tanggal 11 Juni 1743 di Batavia. Adriana Johanna Bake adalah janda dari Anthony Goldenarm (seorang commandeur dan eerste  equipagemeester). Adriana Johanna Bake adalah putri dari David Johan Bake dan Ida Dudde. David Johan Bake adalah raad  extra-ordinair van Oost Indisch. Adriana Johanna Bake lahir di Ambon, 7 Agustus, 1724.

Istri pertama Petrus Albertus van der Parra adalah Elisabeth van Aerden yang dinikahi di tanggal 30 September 1733 di Ceylon. Petrus Albertus van der Parra sendiri lahir di Colombo, Ceylon tanggal 29 September 1714 (tahun kapan Cornelis Chastelein meninggal di Batavia). Ayah Petrus Albertus van der Parra bernama Cornelis van der Parra lahir tanggal 31 Januari 1687 juga di Colombo. Dalam hal ini boleh dikatakan Petrus Albertus van der Parra anak Colombo yang menjadi teman sepermainan Elisabeth van Aerden sejak kecil. Ketika, Petrus Albertus van der Parra menikahi Adriana Johanna Bake di Batavia, Elisabeth van Aerden tetap menjadi istrinya.

Mengapa Petrus Albertus van der Parra menikah lagi (tahun 1743 dengan Adriana Johanna Bake) tidak disebutkan dan sulit dipahami. Pada saat Petrus Albertus van der Parra menjadi Gubernur Jenderal di Batavia tahun 1761 masih dalam status poligami.

Petrus Albertus van der Parra
Petrus Albertus van der Parra diangkat menjadi Gubernur Jenderal pada tanggal 15 Mei 1761. Petrus Albertus van der Parra mulai karir pada usia 12 tahun pada 1728 sebagai prajurit, kemudian menjadi asisten pada 1731 dan boekhouder pada 1732. Setelah menikah dengan Elisabeth van Aerden (1733), Petrus Albertus van der Parra pada 1736 bekerja sebagai onderkoopman dan boekhouder di secretari generaal di Batavia. Lalu menjadi koopman  dan sebagai pencatat pada 1739. Karirnya terus meningkat menjadi Sekretaris Kedua untuk Pemerintahan Tinggi, menjadi Sekretaris Pertama pada 1747. Lalu kemudian menjadi Penasihat luar biasa di Hindia Belanda pada 1751 selanjutnya menjadi Konselor. Pada 1752 menjadi Presiden Sekolah Tinggi Heemraden (bertanggung jawab atas batas-batas tanah, jalan, dll). Petrus Albertus van der Parra kemudian menjadi komisaris pemerintah lokal dan pengadilan di Bantam, pada 1755 selanjutnya menjadi Penasihat Pertama dan Direktur Jenderal dan anggota Heeren XVII.

Ketika Petrus Albertus van der Parra meninggal di Weltevreden (Batavia) tanggal 28 Desember 1775 harta warisan lebih banyak jatuh kepada Elisabeth van Aerden di Colombo daripada Adriana Johanna Bake di Weltrevreden (Batavia). Boleh jadi itu karena Adriana Johanna Bake dalam posisi istri kedua (yang sebelumnya bestatus janda).

Amsterdam, 1781
Petrus Albertus van der Parra memiliki tiga anak perempuan dari Elisabeth van Aerden. Ketiga putri itu meninggal semasa Petrus Albertus van der Parra masihhidup. Petrus Albertus van der Parra memiliki satu putra dari Adriana Johanna Bake yang diberi nama Petrus Albertus van der Parra sesuai namanya. Petrus Albertus van der Parra Jr. lahir di Batavia tahun 1760. Pada usia 13 tahun (1773) Petrus Albertus van der Parra Jr bekerja sebagai pegawai di sekretari di Batavia, lalu menjadi onderkoopman pada tahun 1774 dan kemudian menjadi pemegang buku (bookhouder). Pada usia 17 tahun (1777) Petrus Albertus van der Parra Jr menjadi letnan di Kasteel Batavia dan menjadi kapiten-luitenan pada tahun 1779 dan kemudian menjadi kapiten pertama pada batalion angkatan darat di Oost Indisch dan kemudian menjadi angkatan laut tahun 1782. Pada tahun yang sama menjadi boekhouder generaal. Petrus Albertus van der Parra Jr menikah pada tahun 1778 di Batavia dengan Chatarina Breton (anak seorang raad pertama dan direktur generaal Oost Indisch). Petrus Albertus van der Parra Jr meninggal tahun 1783.

Adriana Johanna Bake baru mendapatkan warisan pada bulan November 1781. Mengapa hal ini begitu lama boleh jadi karena untuk mendapatkannya tidak mudah. Warisan yang diterima Adriana Johanna Bake adalah perkebunan yang berada di sekitar Batavia yang diduga lahan di Weltevreden dan di Tjimanggis.

Adriana Johanna Bake tidak berumur panjang dan meninggal di Weltevreden (Batavia) 18 Februari 1787. Sebelum meninggal, Adriana Johanna Bake hidup sebatang kara, sebab anak semata wayang Petrus Albertus van der Parra Jr telah meninggal tahun 1783.      

Pembangunan Rumah Cimanggis

Sejak pembukaan dan pengusahaan sejumlah lahan (landgoed) di hulu sungai Tjiliwong, aktivitas ekonomi semakin berkembang. Situasi dan kondisi juga semakin aman. Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff mendirikan sebuah rumah peristirahatan (villa, buitenzorg) di bagian barat Kampong Baro pada tanggal 10 Agustus 1745. Villa ini kelak menjadi cikal bakal istana Bogor yang sekarang. Perkebunan Buitenzorg (termasuk villa) diserahkan kepada Imhoff dengan dekrit Heeren XVII (pada tanggal 18 September 1750). GG Imhoof meninggal tanggal 1 November 1750 (yang menjabat sejak 29 Mei 1743).

Kebijakan Imhoff juga terbilang revolusioner yang menguntungkan pemimpin pribumi (demang di Bogor) dan juga Heeren XVII (di Batavia). Program irigasi pembangunan kanal Bendongan sungai Tjipakantjilan (Empang) dan kanal sisi timur sungai Tjiliwong hingga ke Tjiliwar dengan menyodet air sungai di Katoelampa. Surplus pangan mulai terasa.

Kebijakan pertanahan dengan pribumi sejatinya dimulai tahun 1703 (sejak van Reibeeck melakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong) masih terbatas di Jakatrasche en Preanger Bovenlanden. Sejak 1726 mulai diterbitkan Placaten yang dihubungan dengan landerijen, jembatan, jalan, sungai di Bataviasch Ommelanden. Pada tahun 1744 van Imhoff memulai kebijakan lahan (landgoed) di Jakatrasche Bovenlanden. Kebijakan ini diduga muncul untuk mengatasi krisis yang terjadi pada tahun 1740 dimana terjadi pembantaian terhadap (para imigran) Cina di Batavia (era GG Adriaan Valckenier) dan memperkuat hubungan pemerintah VOC/Belanda dengan penduduk.   

Pada era gubernur berikutnya (Jacob Mossel) juga mulai melakukan intensifikasi di dataran tinggi Semarang hingga Cartasoera tahun 1753. Namun muncul kesulitan sehingga akhirnya terjadi pemisahan Mataram menjadi Soeracarta dan Ngajogjakarta Adiningrat pada tahun 1755. Jacob Mossel meninggal 1761 yang kemudian digantikan oleh Petrus Albertus van der Parra.

Sejumlah persil lahan yang sebelumnya di wilayah hulu sungai Tjiliwong yang tidak optimal untuk (perkebunan) pertanian mulai dikembangkan dengan mengubah kesuburan lahan yakni dengan memberikan pengairan yang baik. Di wilayah sisi timur sungai Tjiliwong kanal yang sudah ada dari Katoelampa sejak Imhoff diperlebar. Terusan kanal diperluas dengan menyodet sungai Tjikeas untuk memperkuat debit air kanal yang diperluas. Lahan-lahan mulai dari Tjibinong hingga Tandjong. Hal serupa juga dikembangkan di sisi barat sungai Tjiliwong di Tjiliboet dan Bodjonggede. Lalu pengembangan irigasi di lahan Tjitajam/Depok hingga Tjinere. Lahan Tjimanggis yang awalnya termasuk lahan kering berubah menjadi lahan pertanian potensial (landgoed). Kebijakan ini lebih berorientasi tanaman pangan terutama padi/beras dan juga untuk mendukung komoditi ekspor (kopi, indigo dan lainnya).

Pada era Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra dua wilayah pengembangan ekonomi utama sudah established yakni wilayah hulu sungai Tjiliwong dan wilayah Vortenlanden (Soeracarta). Ekonomi kopi mulai menunjukkan hasil menggembirakan. Sementara itu kerjasama-kerjasama sejak era Imhoff dengan wilayah di luar Jawa semakin diintensifkan dalam bentuk kontrak-kontrak yang menguntungkan. VOC/Belanda dalam era keemasan.

Untuk sekadar dicatat GG Abraham van Riebeeck (1709-1713) telah mengintroduksi (tanaman) kopi di sekitar sungai Tjiliwong sejak 1711 dan di Semarang tahun 1719. Pada era Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra introduksi kopi ini sudah meluas hingga ke Preanger dengan pos perdagangan utama di Buitenzorg dan pos bantuan di Tjiandjoer.

Untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi jalur Batavia dan Preanger Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra mulai mengembangkan jalan yang sudah dirintis sejak era Imhoff dengan memperlebar dan memperkuat. Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra juga mulai merintis pengembangan jalan menuju Prenager melalui Tjosoroea hingga Tjandjoer agar pengangkutan tidak dilakukan lagi dengan cara memikul tetapi dengan menggunakan pedati (kerbau).

Dalam pengembangan transportasi Batavia dan Preanger ditetapkan beberapa tempat yang dijadikan sebagai pos perdagangan. Untuk wilayah Batavia pedati AKAP berpusat di stasion Bidara Tjina (selatan Meester Cornelis) dan untuk wilayah Buitenzorg berpusat di Tjiloewar. Dua tenmpat ini berkembang menjadi pasar komoditi. Antara dua pos/pasar ini terbentuk pos pendukung di Land Yemans (kemudian disebut Tjimanggies). Pos Tjimanggies kemudian berkembang menjadi stasion transit. Para crew pedati menjadikan pos Tjimanggies sebagai tempat bermalam. Konvoi pedati dari Tjiloewar berangkat pagi tiba sore di Tjimanggis, Setelah bermalam pagi esoknya melanjutkan perjalanan ke Bidara Tjina. Demikian sebaliknya, berangkat pagi dari Bidara Tjina lalu tiba sore di Tjimanggis, lalu esok paginya melanjutkan perjalanan ke Tjiloewar. Pedati-pedati balik membawa barang-barang impor dari para pedagang seperti garam, kain, besi dan sebagainya. Pedati yang banyak ini menjadi semacam kereta commuter pada masa kini..

Seperti para pendahulunya, Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra mengeluarkan sejumlah kebijakan. Namun kebijakan van der Parra tidak sebanyak Mossel dan Imhppf. Upaya upaya yang dilakukan VOC/Belanda mencapai puncaknya pada era Mossel. Pada era van der Parra banyak hal sudah berjalan dengan yang diharapkan. Era VOC/Belanda dalam top performance. Penerimaan semakin meningkat, biaya-biaya untuk mendapatkannya semakin menurun. Keuntungan meningkat drastis.

Istana Weltevreden (1770-1771)
Keputusan yang dibuat van der Parra hanya seputar perubahan (redactie) statuten van Batavia (1761); particuliere  brieven (1762-1765); Ontwerp  tot  de  publieke   voorstelling  van  Zijn   Edelbeid,  den Hoog-Edelcn  Hccrc (1765); Consideration   over  de middelen ler vermindering van den omslag en van de presente ongcldcn te Balavia, Java, Bantam en Cheribon (1765); Refulatic van den brief van den Engelschen vice-admiraal Cornish (over klagten lusschen de dienaren der Engelsche en Nederlandsche  Compagnieii op Sumatra's Weslkust en in andere gedcellcn van Indie (1765).

Era Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra dapat dikatakan adalah era paling nyaman. Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra mulai menikmati hasil. Hasil-hasil juga dirasakan oleh Heern XVII di Belanda. Kemakmuran memicu stabiltas, memperkuat kedudukan dengan memperluas jaring pengaman dengan pejabat-pejabat yang ingin saling mengamankan. Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra telah menjadi Radja di Oost Indisch (seakan menjadi anggota Heern XVIII).

Manumen van der Parra
Istana yang telah dirintis oleh Imhoff di Weltevreden direnovasi spektakuler oleh Petrus Albertus van der Parra, jauh melebihi villa yang dibangun oleh Imhoff di Buitenzorg. Ibukota dengan sendirinya telah berpindah dari Batavia ke Weltevreden. Istana di Weltevreden ini lokasinya di istana Jakarta ynag sekarang (tetapi saat itu menghadap ke utara). Istana di Weltevreden dan villa di Buitenzorg menjadi cikal bakan dua istana ini pada masa kini. Acara seremonial spektakuler memungkinkan untuk dilakukan. Tanda-tanda kemakmuran dan kemewahan pesannya harus didengar dan dibicarakan di Belanda. Oost Indisch bukan lagi sumber pendapatan Belanda yang diraih dengan kekerasan dan perang, tetapi sumber pendapatan Belanda yang dilakukan dengan cara bermartabat. Namun decak kagum mulai diimbangi dengan perasaan iri bagi orang-orang di Belanda lebih-lebih oleh para pesaingnya di Oost Indisch.

Dalam hubungan ini area antara Batavia dan Buitenzorg telah dirintis oleh Gustaaf Willem baron van Imhoff, kemudian dipacu pertumbuhannya oleh Jacob Mossel dan dikembangkan lebih lanjut oleh Petrus Albertus van der Parra. Para investor mulai diintensifkan untuk mengusahakan lahan-lahan luas untuk mempercepat laju eksor komoditi dunia seperti kopi, indigo, gula dan sebagainya. Kontrak-kontark perdagangan dengan para pemimpin lokal di berbagai wilayah tidak bisa menjamin kontinuitas perdagangan yang selalu dipantau oleh Heern XVII di Belanda.

Para investor ini adalah para pemilik uang. Tentu saja sulit mendatangkan para investor di Eropa. Para investor dalam hal ini adalah para pejabat-pejabat VOC/Belanda itu sendiri. Karena merekalah orang-orang kaya di Oost Indisch. Mereka pulalah yang bisa mengatur termasuk mengatur kebijakan. Tanah-tanah partikelir semakin meluas. Inisiatif tanah partikelir ini pada dasarnya sudah dimulai oleh Saint Martin dan Cornelis Chastelein pada satu abad sebelumnya. Pengakuan tanah-tanah partikelir ini juga terus berlanjut pada era Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk yang menggantikan Petrus Albertus van der Parra pada tahun 1775.   

Lahan yang dimiliki oleh Petrus Albertus van der Parra berada di Tjimanggis yang kemudian disebut Land Yemans. Di lahan inilah Petrus Albertus van der Parra bersama istrinya Adriana Johanna Bake membangun estate. Di wilayah yang lebih dekat dengan Batavia/Weltevreden sudah ada estate Tandjong (Oost dan West). Di land Tandjong West (kini Tanjung Barat) didirikan sebuat rancj besar yang menghasilkan daging dan susu yang menyuplai kebutuan di Batavia dan kota-kota besar Eropa lainnya terutama di Pulau Jawa.

Tiga gubernur Jenderal sebelumnya cukup lama berkuasa yang menandakan secara pribadi merka sukses. Imhoff menjabat tujuah tahuu, Mossel 11 tahun dan van der Parra selama 14 tahun. Mereka inilah yang menikmati secara nyata hasil dari pendahulu-pendahulu bahkan sejak Coen, gubernur jenderal pertama. Bahkan. Puncak segala frustasi para gubernur jenderal sebelum Imhoff adalah Gubernur Jenderal             Adriaan Valckenier (173701741) yang terkenal dengan tragedi pembantaian orang-orang Cina di Batavia tahun 1740. Setelah Johannes Thedens (1741-1743) berhasil memulihkan situasi dan kondisi, lalu Imhoff muncul dengan berbagai terobosan yakni pengembangan pertanian (yang dimulai dengan pembangunan irigasi) di wilayah hulu sungai Tjiliwong.

Meski kekuasaan Petrus Albertus van der Parra terbilang cukup lama selama 14 tahun (1761-1775) menjadi gubernur jenderal dan berhenti saat masih menjabat, tetapi usia anak-anaknya tidak lama. Dari istri pertama, tiga putri meninggal sebelum meninggal Petrus Albertus van der Parra. Dari istri kedua hanya anak semata wayang, masih muda tetapi sudah menduduki jabatan strategis pada level menengah. Petrus Albertus van der Parra Jr (Junior) meninggal muda pada tahun 1781 (enam tahun setelah Petrus Albertus van der Parra Sr meninggal). Habis sudah penerus Petrus Albertus van der Parra. Lalu setelah sejumlah properti dijual untuk warisan (untuk dua istri yang ditinggalkan) praktis Adriana Johanna Bake hanya memiliki properti bangunan (tempat tinggal di Weltevreden) dan estate di Land Yemans (Cimanggis). Dalam keluarga Petrus Albertus van der Parra, istri kedua di Oost Indisc Adriana Johanna Bake seakan hidup sebatang kara: suami telah meninggal (1775) dan anak semata wayang juga telah meninggal (1781).

Untuk menyambung hidup, Adriana Johanna Bake meneruskan pengelolaan lahan di Land Yemans (Cimanggis). Adriana Johanna Bake yang hidup mewah selama suaminya menjadi Gubernur Jenderal, kini harus membanting tulang di bidang pertanian (estate) di Land Yemans. Tampaknya Adriana Johanna Bake cukup menderita untuk level elit di Oost Indisch. Adriana Johanna Bake boleh jadi menjadi sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal dunia di Weltevreden pada tahun 1787. Anak beranak ini meninggal pada interval waktu enam tahun: Parra Sr (1775); Parra Jr (1781) dan Adriana Johanna Bake (1787). Habis sudah ‘dinasti’ Parra.    

Nasib dinasti Parra berbeda dengan dinasti Riemsdijk. Pengganti Guebernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra adalah Jeremias van Riemsdijk. Meski hanya berkuasa singkat dan hanya dua tahun (1775-1777) tetapi anaka-anak dan istrinya terbilang sukses sebagai pengusaha-pengusaha estate di berbagai land yang tersebar dari Tandjong Oost (kini Pasar Rebo) hingga Tjiampea (lokasi dimana IPB sekarang) termasuk Land Tjiampea, Tjibinong, Tapos, Tjilodong, Kraggan dan Tjiboeboer dan Tnadjong Oost. Keluarga (dinasti) Pada era Pemerintahan Hindia Belanda, keluarga (dinasti) Riemsdijk termasuk salah satu yang tersukses (1833).

Dalam hubungannya dengan sejarah (Kota) Depok yang sekarang membicarakan Saint Martin, Cornelis Chastelein dan van der Parra (Adriana Johanna Bake) tidak cukup. Pada dasarnya harus juga membicarakan van Riemsdijk terutama cucunya Scipio van Riemsdijk di Land Tjilodong.

Itulah sejarah awal Kota Depok, yakni sejarah para pionir yakni sejarah Saint Martin, sejarah Cornelis Chastelein, sejarah Petrus Albertus van der Parra dan sejarah Jeremias van Riemsdijk.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar