Selasa, 30 Juli 2019

Sejarah Tangerang (3): Nama-Nama Land di District Tangerang, Awal Usaha Pertanian di Tangerang; Nama Mook, Fluyt, Tjankarang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini

Terbukanya wilayah Tangerang di sisi timur sungai Tjisadane bagi investor Eropa.belanda merupakan wujud perluasan industri gula yang telah berkembang di Batavia. Perluasan ini juga terjadi ke atah hulu sungai Tjiliwong dan daerah aliran sungai Bekasi. Cornelis Vincent van Mook adalah orang Eropa/Belanda yang membuka lahan di Tangerang. Cornelis Vincent van Mook mendapat izin dari Pemerintah VOC untuk membuka lahan di Tangerang pada tahun 1669. Sejak kehadiran Cornelis Vincent van Mook, lebih-lebih setelah dia berhasil membangun kanal Mookervaart tahun 1687, para investor semakin banyak yang berdatangan. Sejumlah land terbentuk.

Landhuis Tjengkareng (Peta 1902)
Nama-nama tanah partikelir (land) di District Tangerang umumnya mengikuti nama asli (lokal) seperti Babakan, Tjipondok, Tjikokol, Tjiasem, Kalideres. Pandok Poetjoeng dan sebagainya. Namun demikian ada juga nama-nama yang timbul karena keberadaan lahan itu sendiri, seperti nama land yang kemudian dikenal dengan nama Pluit awalnya dikembangkan oleh keluarga de Fluyt (Cristofel Mol). Nama kanal terkenal yang melintas diantara land-land antara Tangerang dan Pesing yakni Mookervaart yang merupakan nama si pembuat kanal Cornelis Vincent van Mook. Tentu saja ada nama-nama yang mengalami proses linguistik seperti land Tjengkareng. Land ini diduga kuat awalnya merupakan perkampungan orang-orang Tjiampea yang migrasi dari pedalaman ke dekat pantai. Di hulu sungai Tangerang/sungai Tjisadane di dekat Tjiampea sudah lebih awal muncul nama kampong Tjankarang. Oleh orang-orang Belanda pelapalannya bergeser menjadi Tjengkareng. Kampong Tjankarang kini berada tepat di dalam kampus IPB Bogor yang sekarang.

Lantas seperti apa awal pengembangan pertanian di Tangerang? Itu dia yang menjadi pertanyaannya. Pertanyaan ini akan mengarahkan kita pada kronologi persebaran land (pemetaan lahan). Sebaran land di District Tangerang ini awalnya di sisi timur, kemudian diperluas ke sisi barat sungai Tjisadane, mualai dari fort Tangerang ke hilir di pantai dan dari fort Tangerang ke hulu hingga Serpong. Untuk menjaga kelangsungan land-land tersebut di hulu sungai Tjisadane kemudian dibangun benteng baru, fort Sampora (lokasinya di sekitar Serpong). Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Land Tangerang di Fort Tangerang: Awal Mula Pertanian Tangerang

Setelah Perang Tangerang (1680-1682), berdasarkan Peta 1724, kawasan di hilir benteng Tangerang di sungai Tjisadane belum ada teridentifikasi nama kampong. Kawasan ini terbilang hutan belantara yang memiliki rawa-rawa dan menjadi sangat basah ketika sungai Tjisadane meluap di waktu banjir. Demikian juga di sepanjang kanal Mookervaart belum ada terindentifikasi nama kampong. Kampong-kampong yang sudah diidentifikasi berada di arah hulu benteng Tangerang. Kampong terdekat dari benteng Tangerang adalah kampong Baroe disusul kampong Babakan dan kampong Bali. Dari sejumlah kampong yang ada, hanya nama kampong Babakan yang bernuansa penduduk lokal.

Benteng (fort) Tangerang (Peta 1724)
Ada satu pola umum jika orang Eropa/Belanda VOC ketika memulai berada di suatu wilayah, mereka mendirikan benteng di area hilir. Tidak ada wilayah hunian yang menyelanya. Ini adalah prinsip pertahanan pertama (escape). Setidaknya itu yang teridentifikasi di sepanjang pantai utara Jawa, seperti di Batavia, Semarang, Soerabaja, Bekasi, Karawang dan Tangerang. Dalam hal ini benteng Tangerang adalah titik pertama dari arah laut sepanjang sungai Tjisadane.   

Kanal Mookervaart dibangun (1681-1687) bukan untuk kebutuhan irigasi tetapi hanya semata-mata untuk kebutuhan navigasi (Tangerang-Batavia). Meski demikian, wilayah antara sungai Tjisadane dan sungai Angke sudah sejak lama ditempatkan eks pasukan pendukung VOC untuk membuka perkampungan untuk pengembangan pertanian (lihat peta lahan 1732). Mereka adalah orang Jawa, Bali, Boegis, Melajou dan sebagainya. Oleh karena itulah pada Peta 1724 di arah hulu kampong Babakan sudah terdapat nama kampong Bali. Kampong Baroe tepat berada di dekat benteng.

Kampong tertua di sekitar banteng Tangerang adalah kampong Babakan. Suatu perkampongan yang diduga sudah ada sejak lama yang dihuni oleh penduduk lokal (setempat). Kampong Baroe adalah suatu perkampungan baru yang ditempati oleh orang Macassar yang diduga eks tawanan Perang Gowa yang diasingkan ke Tangerang. Kampong Baroe ini sudah memiliki pemimpin sendiri ketika orang Eropa/Belanda memulai pembukaan lahan. Orang Eropa/Belanda tersebut yang diberi izin oleh Pemerintah VOC tahun 1669 adalah Cornelis Vincent van Mook. Dalam hubungan inilah terjadi hubungan timbal balik antara Cornelis Vincent van Mook dan orang Macassar. Untuk mendukung usahanya membuka lahan pertanian baru, Cornelis Vincent van Mook mulai mendatangkan pekerja dari Bali, Jawa dan Melajoe. Perselisihan antara Bapak-anak di Kesultanan Banten menyebabkan situasi dan kondisi politik di Tangerang terpengaruh, yang menjadi sebab munculnya Perang Tangerang. Saat inilah Cornelis Vincent van Mook berinisiatif mulai membangun kanal ke Batavia.

Kampong Baroe adalah kampong yang dibuka oleh orang-orang Macassar. Kampong baru ini berada di hilir kampong yang sudah ada, kampong lama Babakan. Cornelis Vincent van Mook membuka lahan tepat berada di benteng Tangerang yang awalnya hanya berupa palisade yang terbuat dari kayu dan bambu. Pasca Perang Tangerang, saat pelukis Prancis Cornelis de Bruijn berkunjung ke Tangerang tahun 1706 bentuk palisade ini masih terlihat jelas. Tidak lama kemudian benteng baru Tangerang dibangun secara permanen tahun 1709. Setelah terjadinya pemberontakan Cina tahun 1740, benteng Tangerang diperkuat dengan desain baru pada tahun 1762.

Benteng Tangerang 1709 dan 1762
Berdasarkan Peta Land 1775, lahan-lahan partikelir (land) yang sudah dipetakan yang berada diantara sungai Tjiliwong dan sungai Tjitaroem. Land-land ini berada di garis jalan darat dari Meester Cornelis hingga Tandjoeng Poera via Bekasi; di daerah aliran sungai Tjitaroem; daerah aliran sungai Bekasi; daerah aliran sungai Tjiliwong; daerah aliran sungai Soenter. Daerah aliran sungai Tjikarang; daerah aliran sungai Tjilengsi; daerah aliran sungai Tjikeas.

Dengan semakin diperkuatnya benteng Tangerang (dan penambahan benteng Sampora di Serpong) boleh jadi situasi dan kondisi keamanan semakin kondusif untuk pengembangan wilayah pertanian. Jumlah land baru antara sungai Angke dan sungai Tjisadane semakin banyak dari waktu ke waktu. Demikian juga terjadi pertambahan jumlah land di arah hulu antara sungai Tjiliwong dengan sungai Tjisadane hingga ke Chiampea.

Pada Peta Land 1730 teridentifikasi kampong Tjisaok, Tjiledoek, Vereschans Tangerang, Babakan, Tjikokol, Bodjong Roempang, Ankee, Tjiadas, Tjiledoek, Kabaleen. Pada Peta Land 1739 teridentifikasi land-land ke arah sungai Tjisadane; het noordenstrandt en de Pasanggarahan, Sampora, veldschans Tanggerang, Tjiledoek, Tjantiga, Pondok Poetjoeng, Theunis, Crul, persil lahan sepanjang Mookervaart yang dimiliki oleh Zwaardecron, van Berendregt, Ni Hoe Kong, Pinet, Muller, de Fluit, Mol, Reguleth, van der Heijden, van der Wiel dan Durven. Peta Land 1750 teridentiffikasi antara Anke dan Tanggerang hingga ke laut adalah Tjipeteh, Tjikokol, Babakan, Grendeng, Zuiderringsloot, Zoerendaal, Groote ringsloot, Kapok, Benteng Alang-Alang. Tjenkarang, Westermede, Concordia, Kadaewa Batoestjeper, Kamal, Klappa, Dadap, Pakadjangan, Tandjong Boeroeng, Dadap Roeboboe dan Tandjong Pasir. Pada Peta Land 1752 persil grond, Sas, Heringa, van den Velde Theunis, Babakan, Tjikokol, Suikermolen, Tjiledoek. Pada Peta Land 1760 nama-nama land di sisi timur sungai Tjisadane teridentifikasi sebagai berikut: Benedenloop der Tji Sadane; Djampong; Westergouw; Salabantar; Tji Mangir. Medang; Alliet' Andemoei; Krangan; Salak; Kademangan; Poetjong; Serpong; Geneterong; Sampora; Babakan; Tji Kotjar; Lengkong; Tjisao; Sajagati; Bodjong Gintong; Priang; Kakoelonan; Kampong Baroe; veldschans Tanggerang; Mookervaart; Paroengkoeda; Bodjongringgit (dimiliki oleh Jacob Mossel); Sabi; oude koningsdoorgraving; Kadoewang. Pada Peta Land 1761-1775 teridentifikasi persil west van de Krokot, Overt watersweg. Zoetendaal, Zuiderringsloot, Oude loop der Ankee, land milik Romp, Marci, Heijn, Nab. Mulhauser, de loopes koster, huisvoorn, Post Tanggeran, tuin Kadowean, Mossel Goesti Badoeloe. Westervrede, Benteng Alan-alang, Tjenkarang, Slingerland, Kamal, Selapadjang, Boedjong Ringit, Telok Naga, Pakadjangan, Malayo, Tandjoeng Boerong, Kadapang, Tagalangoes, Dadap Roeboe, Soengaei Tiram. Pada Peta Land 1780 teridentifikasi land Babaccan, Lengkong. Tjiletrang van Aria Tanggerang. Pada Peta Land 1786 teridentifikasi land Land de Noordzijde der Mookervaart; Kadoewang van Jan Dat; Kadoewang van Dufau de la Longue, Batoe Tjeper; Salapadjang; Paroeng Koeda van de Chin vrouw Limsongsia. Pada Peta Land 1788 teridentifikasi land Kattemangan (antara Ankee dan Tji Sadane). Tjilletrang yang disebut Sampora; Krangan. Pada Peta Land 1789 teridentifikasi land Babakan (antara Ankee dan Tji Sadane), Lenkong Land Tjilletrang di Sampora, Tji Atar dan Tjekatjarre. Pada Peta Land 1790a teridentifikasi land land Tjankaar(ang), Benting Allang Allang, Qual (fort), Canal van Soenje Kamal (uit de Mookervaart noordwaarts). Pada Peta Land 1790b teridentifikasi land land noorden de Mookervaart tot aan zee, bewes ten de Ankee, Fluit, Qual, Slinger land, Kamal. Benteng Alang-Alang. Land dari Westevrede, Goestie Badoeloe, De Keijser, Batoe Tjepper. Dela Longue. Paroengkoeda, Wachsmuth, Soengei Salij. Land Mossel. Kadoewang. Selapadjang. Boedjonge Ringit. Teloknaga. Land de Klerk. Ontong Java. Pada Peta Land 1790c teridentifikasi land sluis bij Tanggerang, Greving, Paroengkoeda, Bangeman, Kadoewang, Salapadjang, Boedjongringgit, Teloknaga, Boode, Pakadjangan. Malajoe, Panoelan, Tagalangoes. Limoeng. Katapan, De Qual, Grens met Bantam, Soengei Tiram, Tandjoeng Pasir, Ontong Djawa. Pada Peta Land 1798 teridentifikasi landen Panjebrangan; Djampang Oedik; Koeripan; Djampang Ilir; Salabantar; Kaloerakan; Medang; Karangan; Katoemangan; Tjilletrang; Babakan; Loenkong; Pondok Johor; Doerian Sariboe; Boedjong Sari; Tjoeroek of Tjinangka; Pondok Petir; Pondok Benda; Pondok Tjabe; Sawangan van Heim; Pondok Terong van Dekken. Land-lamd lainnya adalah Pondok Jakon, Tjisalak, Grendeng. Pada Peta Land 1804 land Babbaccan, Lengkong, land Tjielettrang, Pondok Loo, Djombang. Dadap,  Kossong dan Tjitingang.

Di pusat kota Tangerang tahun 1780 teridentifikasi sejumlah situs penting yang berpusat di Fort Tangerang (Benteng Macassar). Situs tersebut antara lain kebun koffie dan peper (lada), passar (lama), huis (rumah) Aria Koeraal, post Tanggerang, benteng Makassar.  Situs lainnya adalah Pasar Baroe (milik van Von Lutzow Amstelveen van Teisseire). Tidak jauh dari fort terdapat ressor Babakan yang dimiliki oleh Aria. Sementara itu di luar kota, terdapat sejumlah land yang sebagian sudah diakusisi oleh pemerintah.

Sejak era Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) secara bertahap tanah-tanah partikelir dibeli oleh pemerintah. Di district Tangerang, land-land partikelir yang diakusisi pemerintah ini adalah land Serpong, land Lèngkong Oost, land Babakan Zuid, land Pesing Kampong, land Bali, land Djatipadang, land Teloeknaga, land Pasar Baroe, land Babakan Noord, land Panoenggangan, land Mauk, land Pakoelonan of Bergzicht, land Tjipondoh, land Lèngkong West, land Groot Kampong Makasser en Harmendaal, land Kramat Pakoeadji en Bodjong Rèngit (lihat Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, 1917-1939). Pasar Maoek, 1870

Sebagian yang lain, land-land masih dimiliki oleh swasta. Land-land yang masih dimiliki oleh swasta antara lain land Tangerang (di luar batas kota), land Grending, land Babakan dan land Tjikokol. Land Tangerang en Grending diketahui dimiliki oleh  J Eken Holm (lihat  Bataviasche courant, 21-12-1816). Pada tahun 1822 land Grending, land Babakan dan land Tjikokol dijual oleh pemiliknya C Lindam kepada publik (lihat Bataviasche courant, 26-10-1822). Informasi ini menjelaskan land Tangerang en Grending telah dipecah kembali menjadi dua bidang yakni land Tangerang dan land Grending. Dalam hal ini diduga land Tangerang telah lebih awal diakuisisi oleh pemerintah untuk dijadikan ibukota pemerintahan. Yang memiliki land Grending adalah seorang Tionghoa (lihat Bataviasche courant, 24-04-1824).

Di beberapa land sejak awal sudah terbentuk pasar. Pasar-pasar yang ada di sebelah barat Batavia (district Tangerang) adalah pasar Tangerang, pasar Paroeng Corret, pasar  (Tji)Assam, pasar Maoek, pasar Tjantiga dan pasar Grending. Dalam perkembangannya pasar Grending diketahui telah berubah menjadi pasar Baroe sebagaimana tercantum dalam beslit Minister van Staat tanggal 7 November 1829 (lihat Javasche courant, 24-11-1829). Dalam hal ini pasar Grending atau pasar Baroer dibuka pada hari Sabtu. Sementara pasar Tangerang sendiri dibuka pada setiap hari. Sedangkan pasar-pasar lainnya dibuka pada hari Kamis (Tjiassam); hari Rabu (Maoek); dan hari Minggu (Tjantiga).

Land Grending tampaknya telah dipecah menjadi land Grending dan land Pasar Baroe. Land Grending diketahui telah dimiliki oleh Aria Bagoes Soeta Dilaga (lihat Javasche courant, 28-08-1830). Oleh karenanya, pasar yang sebelumnya diindentifikasi sebagai pasar Grending telah berubah menjadi pasar Baroe (letak pasarnya tidak berubah, yang berubah wilayah administrasinya). Pasar baru dalam hal ini mengindikasikan pasar yang dibangun baru yang dibedakan dengan pasar lama (pasar Tangerang). Kedua pasar ini dipisahkan oleh sungai Tjisadane. Land Grending pada tahun 1831 telah berganti kepemilikan (lihat Javasche courant, 02-06-1831).

Aria Bagoes Soeta Dilaga pada tahun 1840 menjual land Grending (lihat Javasche courant, 29-08-1840). Disebutkan Aria Bagoes Soeta Dilaga menjual sejumlah bidang lahan yakni land Tigaraksa, land Krawatji dan sebagian land Grending. Informasi ini dapat diartikan bahwa dalam penjualan ini masih tersisa sebagian land Grending yang tetap dimilikinya. Catatan: land land Pasar Baroe, land Grending dan land Krawatji berdampingan di sisi barat sungai Tjisadane (seberang land Tangerang). Pada tahun 1867 land Krawatji telah beralih kepemilikan dari Luitenant Chinees Oeij Jan Long kepada Oeij Eng Sioe (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 16-09-1867). Oeij Eng Sioe adalah Kapitein Titulair der Chinezen te Karawatji. Pada tahun 1883 land Grending dijual separuh dengan harga f190.000 (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 30-07-1883). Land Grending ini diketahui dimiliki oleh Oeik Ke Thaij (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 26-08-1884). Sejak ini Grending tidak lagi diidentifikasi sebagai land, Kampong Grendeng telah berubah menjadi area urban (wijk). Dengan demikian sejauh ini sudah ada dua land yang telah berubah menjadi wijk, yang pertama Tangerang dan yang kedua adalah Grending. Wijk umumnya dipimpin oleh seorang Eropa/Belanda.

Pada tahun 1895 di Tangerang era baru dimulai dalam usaha pertanian. Ini sehubungan dengan diberikannya izin dalam pendirian perusahaan (NV) Cultuurmaatschappij Karawatji Tjilongok te Tangerang (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-09-1895). Dengan pendirian perusahaan NV (kini PT) dimungkinkan para pendiri dapat memperoleh dana lain dari publik. Perusahaan ini dengan kapital sebesar f600.000 yang bidang lahan yang diusahakan meliputi particuliere landen Karawatji, Tjilongok, Grendeng, Gandoe en Karuwatji-Tjibodas yang mana Oej Khe Thaj sebesar 59 persen saham yang setiap lembar saham f1.000 dengan direktur Oeij Dji San (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-09-1895).

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

1 komentar: