Kamis, 27 Februari 2020

Sejarah Jakarta (101): Sejarah Pesing dan Hubungan Baik Batavia dan Pecking; Kanal Mookervaart Antara Tangerang dan Angke


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Pesing adalah suatu area (kawasan). Salah satu situs penting terkenal di Pesing adalah stasion Pesing. Nama Pesing sendiri adalahnama  suatu kawasan yang sangat tua. Begitu tua sehingga sejarahnya tidak ada yang menulisnya. Pusing, bukan? Tapi kita tidak perlu khawatir, karena data sejarah Pesing sangat melimpah. Masalahnya adalah belum ada yang menulisnya. Karena itulah kita mulai menulisnya.

Peta 1724
Dari berbagai tulisan tentang sejarah Pesing yang dapat dibaca di internet disebutkan asal-usul dengan beragam versi. Padahal sejarah Pesing sejatinya hanya satu versi, yakni versi berdasarkan data sejarah. Dalam hal nama Pesing adalah baru. Jika suatu tempat masih baru maka asal-usulnya dapat mudah diketahui. Yang sulit adalah nama-nama kuno (baca: sebelum era VOC/Belanda). Dalam satu versi nama Pesing berasal dari bahasa Soenda, peusing yakni trenggiling. Versi lainnya Pesing berasal dari bau kencing yakni pesing. Menurut Ridwan Saidi lainnya lagi bahwa Pesing berasal dari nama pohon pesing, padahal menurut kamus botani era kolonial Belanda tidak ditemukan nama tanaman pesing (lihat Nieuw plantkundig woordenboek voor Nederlandsch Indie, 1909). Tiga versi itu tampaknya mengarang-ngarang dan menggunakan metodologi toponimi. Namun toponimi bukanlah metodologi sejarah. Oleh karena itu asal-usul nama Pesing tiga versi itu sangat naif.

Sebelum muncul nama Pesing, nama tempat terkenal adalah benteng (fort) Angke. Benteng Angke di satu sisi telah terhubung dengan Batavia. Dalam perkembangan waktu, (fort) Tangerang dihubungkan oleh kanal yang kemudian disebut kanal Mookervaart (kini lebih dikenal kali di sisi jalan Daan Mogot). Area sekitar benteng Angke inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pesing. Land di area Pesing ini pernah dimiliki oleh Nie Hokong. Untuk lebih menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.  

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Benteng Angke: Nie Hoekong dan Pesing

Pesing adalah nama baru. Baru muncul setelah adanya kanal Mookervaart, kanal yang menghubungkan antara (fort) Tangerang dan fort Anke. Kanal ini awalnya hanya untuk tujuan pelayaran sungai, namun kemudian menjadi fungsi drainase. Pada dua sisi kanal yang mulai mengering lambat laun persil-persil lahan dikapitalisasi sebagai tanah partikelir (land). Salah satu land yang terbentuk adalah land Pesing yang posisi GPSnya berada di pertemuan kanal Mookervaart dengan sungai Angke. Benteng Angke sendiri berada di hilir sungai Angke,

Selama ini (sebelum kanal selesai dibangun tahun 1687) dua tempat ini terpisah dan sangat sulit dilalui karena rawa-rawa. Akses dari Batavia ke Tangerang masih dilakukan lewat sungai Tangerang dari pulau Onrust. Pembangunan kanal ini dimulai oleh Cornelis Vincent van Mook pada tahun 1681 dengan menggali kanal dari lahan miliknya di Tangerang di sisi barat sungai Tjisadane (lihat Bataviaasch handelsblad, 28-02-1872). Pada tanggal 6 Oktober 1687 kanal yang dibangun landdrost Vincent van Mook tersebut telah terhubung antara (sungai) Anke dan (sungai Tjisadane) Tangerang. Dengan adanya kanal ini dimungkinkan komunikasi antara Tangerang dan Batavia tidak hanya lebih pendek dan jarak tempuh lebih singkat tetapi juga perihal navigasi menjadi lebih aman. Kanal ini kemudian disebut kanal Vaart van Moock (lihat Peta lahan 1732). Nama Cornelis Vincent van Mook di tabalkan pada nama kanal sebagai Mookervaart (kanal yang dibuat oleh Mook). Kelak hal serupa juga dilakukan oleh Justinus Vink dengan membuat kanal antara Antjol dan Tjilintjing yang kemudian disebut Vinkevaart (kini sungai Lagoa di Tandjoeng Priok).

Pemilik land di sekitar pertemuan kanal dengan sisi timur sungai Angke (sisi barat Batavia) berdasarkan Peta land 1739 adalah Nie Hoekong (kapitein Cina). Pemilik land lainnya di sekitar kanal hingga ke Tangerang antara lain de Fluyt, Theunis, Crul, Zwaardecron, van Berendregt, Pinet, Muller, Mol, Reguleth, van der Heijden, van der Wiel dan Durven. Sementara itu land di selatan Batavia sudah lama dikapitalisasi sejak van Hoorn, Briel, Anthonij Paviljoen, Cornelis Chastelin, Weltevreden.

Sebelum terjadinya kerusuhan Batavia dimana sekitar 10.000 orang Cina terbunuh pada tahun 1740, hubungan Batavia dan China sangat baik. Hubungan perdagangan antara Batavia dan Pekinse sudah teridentifikasi sejak 1677 (lihat Daghregister). Pada tahun 1680 diketahui bangsa Tartarische menyerang Pecking. Kaisar Cina meminta bantuan ke Batavia dan pada bulan Juni 1680 capteinen Abraham Daniel van Renesse en Hendrick van den Eeden dengan pasukannya ke Pecking. Pada tahun 1685 pasca perdamaian dengan Banten, pemerintah VOC mengirim utusan ke kaisar China di Pekin. Lalu Pemerintah mengangkat Vincent Paats sebagai duta besar di Peckin. Hubungan ini terus berlanjut yang mana pedagang-pedagang VOC membutuhkan keahlian orang Cina untuk pengembangan perkebunan tebu dan pabrik gula. Hubungan baik inilah kemudian yang menyebabkan migran pekerja datang dari China ke Batavia dalam jumlah besar. Satu komunikasi yang intens adalah pemerintah lokal di Quitang in China dengan pejabat-pejabat VOC di Batavia sejak 1738 hingga pertengahan tahun 1739.

Land milik Nie Hoekong inilah yang kemudian disebut land Pesing. Nama itu diduga kuat merujuk nama Pecking yang lambat laun diucapkan dan ditulis dengan nama Pesing. Hubungan baik antara VOC dan China (Pecking) serta ketokohan Nie Hoekong di Batavia menjadi alasan land milik Nie Hoekong disebut land Pecking (dalam hal ini Pesing).

Nama-nama land di seputar Batavia semakin banyak dan semakin meluas hingga jauh ke tiga arah mata angin. Nama-nama land lama pada Peta land tahun 1750 masih disebut berdasarkan pemilik lama, seperti Maarci. Chastelin, Cardeel, Made, van Hoorn, Samuel Jansz. van Outhoorn, Groningen, Lampidja, Coolman Kaptein Maleier, Prins Rotterdam, Christoffel Leser, Weltevreden, Heinsiims, Paviljoen, Bingam, Radder, Praja Wangsa, Koek, Dorsman dan Quevelleirius. Setelah kapitalisasi land di barat Batavia ke arah hulu sungai Tangerang, kapitalisasi land berkembang ke arah utara mencapai garis pantai antara sungai Tjisadane dan sungai/kanal Angke. Sementara itu, kapitalisasi land ke arah timur Batavia baru sampai di Tjilintjing dan Kemajoran.

Pemerintah Hindia Belanda dan Toll di Pesing

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar