Rabu, 12 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (34): Pasukan Pribumi Pendukung Militer VOC Asal Bali; Sejarah Militer pada Era Pemerintah Hindia Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Jumlah orang Belanda dari waktu ke waktu sesungguhnya tidak banyak relatif terhadap luasnya wilayah dan populasi penduduk di Hindia. Di bidang perdagangan orang-orang Belanda sejak era VOC sangat mengandalkan pedagang-pedagang Moor, Armenis, Cina, Arab dan pedagang-pedagang pribumi. Demikian juga untuk mengatur pemerintahan sangat mengandalkan para pemimpin lokal. Tentu saja orang-orang Belanda juga sangat mengandalkan pasukan pribumi untuk mendukung kesatuan militer. Para pasukan pribumi pendukung militer direkrut dari berbagai asal seperti Ambon, Bali, Boegis, Djawa, Makassar dan Malajoe, Ternate dan Tambora.

Pada era VOC pangkat tertinggi militer VOC adalah Majoor. Di bawahnya terdiri dari kapitein, luitenant dan sergeant. Pangkat tertinggi dari korps pasukan pribumi yang tertinggi adalah kapitein (seperti Kapiten Jonker yang terkenal). Pasukan pribumi ini mendapat gaji yang bertugas untuk membantu perang atau membantu menjaga benteng-benteng VOC di berbagai tempat. Untuk mendukung kehidupan para pasukan ini, setiap pemimpin pasukan pribumi diberi lahan di seputar Batavia untuk mengolah pertanian. Komunitas berbagai asal ini menjadi sebab munculnya perkampongan sesuai asal. Penempatan pasukan pribumi di seputar Batavia juga dengan sendirinya bergungsi menjadi pengawal ibu kota (Batavia).

Bagaimana sejarah pasukan pribumi pendukung militer VOC asal Bali? Yang jelas jumlahnya semakin berkurang pada era Pemerintah Hindia Belanda. Mengapa? Yang jelas pada era Pemerintah Hindia Belanda ada beberapa asal yang tidak direkomendasikan oleh para pejabat seperti dari Batak dan Minahasa. Mengapa? Yang jelas dari daerah ini tidak pernah disertakan dalam pemerintahan Hindia Belanda (sebagai bupati). Di Bali, bupati hanya ada di Boeleleng dan Djembrana. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pasukan Pribumi Pendukung Militer VOC

Hampir 3.5 abad kehadiran Belanda, baru tahun 1940 orang Batak direkrut menjadi militer untuk mendukung militer Pemerintah Hindia Belanda. Boleh jadi karena itu terpaksa dan tidak sengaja. Pemerintah Hindia Belanda membutuhkan perwira cadangan untuk menghadapi Perang Pasifik. Pemerintah membuka lowongan itu untuk yang memiliki kualifikasi dan akan dilatih di Akademi Militer di Bandoeng. Dua pemuda Batak yang termasuk memenuhi kualifikasi adalah Abdoel Haris Nasoetion dan TB Simatoepang.

Setelah lulus sekolah guru di Fort de Kock, Abdoel Haris Nasoetion melanjutkan pendidikan guru (HIK) di Bandoeng tahun 1935. Setelah lulus Abdul Haris Nasoetion akan ditempatkan sebagai guru di Bengkoelen. Namun sebelum itu, Abdoel Haris Nasoetion ikut ujian persamaan di AMS-Salemba Afdeeling B (jurusan IPA) dan dinyatakan lulus bulan Juni 1938 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-06-1938). Pada bulan Mei Ir. Soekarno dipindahkan dari pengasingan di Flores ke Bengkoelen (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-05-1938). Sekolah dimana Abdul Haris mengajar di Boengkoelen tidak jauh dari rumah pengasingan Ir. Soekarno. Beberapa waktu kemudian Abdoel Haris Nasution dipindahkan ke Palembang. Bertepatan dengan adanya pengumuman pemerintah pada awal tahun 1940 tentang rekrutmen perwira cadangan, Abdoel Haris Nasoetion mendaftar dengan menggunakan ijazah AMS. Oleh karena diterima maka Abdoel Haris Nasoetion melepaskan guru dan mengikuti pendidikan militer di Bandoeng. Boleh jadi Ir. Soekarno dan Abdoel Haris Nasoetion di Bengkoelen sudah intens memikirkan kemerdekaan Indonesia. Pada awal tahun kedua pendidikan (1941) Sersan Abdoel Haris Nasoetion dipromosikan untuk mengikuti pendidikan perwira profesional  di Akademi Militer di Bandoeng (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 31-03-1941). Disebutkan pelatihan perwira cadangan tahun kedua (akselerasi) di Akademi Militer Kerajaan di Bandoen akan diterima untuk pelatihan sebagai perwira profesional di Wapen der Infanterie, sersan milisi Abdoel Haris Nasoetion, L. Barneveld Binkhuysen, WA Gout, HJ van Moll dan AO Spangenberg dan untuk dilatih sebagai perwira profesional di bidang penerbangan militer ajudan sersan milisi HF Buiskool, R. Groeneveld dan JGC Koes. Sebagai kadet akselerasi, Abdoel Haris Nasoetion akan memulai pendidikan bersama kadet-kadet lain yang dimulai pada tangga 28 Juni 1941 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-06-1941). Dari daftar nama-nama yang memulai pendidikan terdapat tujuh pribumi, yakni: Mas Mohammad Rachmat Kartakoesoema, AE Kawilarang, AH Mantiri, Abdoel Haris Nasoetion, Raden Askari, Tahi Bonar Simatoepang dan Samsoedarso. Namun tidak lama kemudian terjadi pendudukan militer Jepang. Pemerintah Hindia Belanda menyerah. Pada era Jepang, Abdoel Haris Nasoetion sempat diminta untuk menjadi instruktur untuk melatih milisi Jepang (PETA). Jepang menyerrah kepada Sekutu lalu kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Abdoel Haris Nasoetion yang selama pendudukan Jepang tinggal di Bandoeng segera membentuk pasukan di Bandoeng (pasukan itu kemudian dikenal Divisi Siliwangi).

Itulah riwayat terakhir pasukan pribumi pendukung militer Belanda sejak era VOC. Lantas bagaimana mulanya. Itu terjadi jauh di masa lampau. Pasukan pribumi pendukung militer Belanda bermula ketika kebijakan Pemerintah VOC bergeser dari pedagangan yang longgar di pantai-pantai dengan kebijakan baru yang mana penduduk (pribumi) dijadikan subyek pada tahun 1665. Untuk membantu Pemerintah VOC dalam melancarkan kebijakan baru ini (juga) diperlukan penduduk yang terlatih untuk dijadikan sebagai pasukan pendukung militer. Para pasukan ini direkrut dari berbagai tempat, temasuk yang berasal dari Bali.

Asal dari pasukan pribumi ini adalah kerajaan-kerajaan yang memiliki hubungan dekat dengan Pemerintah VOC. Sebelum terbentuk VOCpada tahun 1619 (di Batavia), hubungan Belanda dengan kerajaan Bali (Gelgel) sudah terjadi sejak ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman pada tahun 1597. Hubungan bilateral ini kemudian diperbarui di era VOC tahun 1633 semasa Gubernur Jenderal Hendrik Brouwer. Hal ini terjadi karena ada keinginan radja Bali untuk menyerang Mataram (di Banjowangi) yang juga menjadi musuk Pemerintah VOC. Namun keinginan radja Bali ini tidak segera direalisasikan Belanda karena terjadi perselisihan Pemerintah VOC dengan kerajaan Gowa yang mana gubernur VOC di Soambaopoe N van Vliet terbunuh pada tahun 1638. Pemerintah VOC juga memiliki masalah dengan Portugis (yang kemudian berhasil manaklukkan Malaka tahun 1641. Pada 1655 Pemerintah VOC merelokasi pos perdagangannya di Soembaopoe ke Bima (Soembawa). Pemerintah VOC juga mulai memiliki masalah dengan Atjeh di pantai barat Sumatra (yang kemudian mengusir Atjeh dari Padang tahun 1666. Pasukan pribumi yang berasal dari Bone yang dipimpin oleh Aroe Palaka turut dalam penaklukkan Malaka dan Padang.

Orang Bali sendiri sudah banyak yang berada di wilayah jurisdiksi VOC (lihat Daghregister 30 April 1659). Wilayah jurisdiksi utama berada di Batavia. Pada tahun 1665 surat dari Gusty Pangy dari Bali diterima di Batavia (lihat Daghregister 28 Agustus 1665). Goesti Pandji adalah radja Bali yang baru dari Boeleleng. Komunike ini antara radja Boeleleng dengan Gubernur Jenderal beberapa kali terjadi hingga tahun 1666. Besar dugaan komunike ini dalam hubungannya dengan dukungan Boeleleng sehubungan dengan rencana Pemerintah VOC untuk menaklukkan kerajaan Gowa. Dukungan ini diduga kuat dengan penyediaan pasukan untuk mendukung militer VOC ke Gowa. Pasukan Aroe Palaka yang belum lama pulang dari Padang akan dikerahkan ke Gowa.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Militer di Era Pemerintah Hindia Belanda

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar