Jumat, 06 November 2020

Sejarah Kalimantan (61): Sejarah Kesehatan dan Dokter di Kalimantan; Lulusan Pertama Docter Djawa School di Weltevreden, 1855

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Selatan di blog ini Klik Disini 

Kapan introduksi dokter di Kalimantan untuk pengembangan kesehatan masyarakat. Pertanyaan ini haruslah dikaitkan dengan keberadaan sekolah kedokteran untuk pribumi yang disebut Docter Djawa School. Dokter Eropa untuk orang Eropa-Belanda dan dokter pribumi untuk penduduk pribumi. Lulusan Docter Djawa School inilah yang menjadi ujung tombak pengembangan kesehatan yang sebenarnya di Hindia Belanda.

Sekolah kedokteran pribumi yang disebut Docter Djawa School didirikan pada tahun 1851 di Weltevreden (Batavia). Upaya ini dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam dua hal. Pertama untuk membantu pemberantasan epidemik di berbagai daerah, termasuk wilayah terpencil yang dapat menjangkiti orang Eropa. Kedua untuk membantu militer baik dalam damai maupun dalam perang. Dalam struktur pasukan militer Pemerintah Hindia Belanda terdapat dalam jumlah besar pasukan pribumi penduduk militer Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karena itu dokter-dokter pribumi yang disiapkan ada juga yang disertakan dalam perang. Sekolah Docter Djawa School ini dikelola oleh Militer Hindia Belanda yang penyelenggaraannya diadakan di rumah sakit militer Weltevreden (kini RSPAD).

Lantas bagaimana sejarah dokter dan pengembangan kesehatan penduduk di pulau Kalimantan? Yang jelas, tidak lama setelah Docter Djawa School meluluskan dokter pertama, terjadi perang di Bandjarmasin yang dipimpin oleh Pangeran Antasari. Lulusan Docter Djawa School yang dikirim ke tempat epidemik, beberapa orang disertakan dalam perang. Lalu bagaimana itu semua bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Docter Djawa School dan Perang Banjar (1859-1864)

Setelah beberapa dekade Pemerintah Hindia Belanda menata cabang-vabang pemerintahan di berbagai pulau, termasuk di pulau Kalimantan, pemerintah mulai mengintroduksi guru dan dokter untuk mendukung pengembangan infrastruktur dan pembangunan pertanian. Program ini tentu normal dalam suatu pemerintahan. Pertanian mendukung perekonomian, infrastruktur, mendukung pertanian dan perekonomian. Penduduk yang lebih sehat akan lebih produktif dan penduduk yang memiliki pengetahuan literasi (aksara Latin) akan memudahkan pemerintah mengkomunikasikan pembangunan. Untuk mengintroduksi dokter ini pemerintah menginisiasi pendirian sekolah kedokteran di Weltevreden.

Proposal pengajuan ini dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1846. Namun baru pada akhir tahun 1849 proposal itu diterima dan dikeluarkan berslit No. 22 tanggal 2 Januari 1849 (lihat Arnhemsche courant, 19-02-1852). Disebutkan anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah sebasar f5.400 per tahun. Dalam beslit ini juga ditetapkan antara lain: ‘bahwa sekitar tiga puluh pemuda penduduk Jawa, di rumah sakit militer negara, akan diberi kesempatan untuk melatih diri mereka secara gratis untuk profesi medis dan vaksin penduduk pribumi; Untuk memenuhi tujuan ini lebih disukai memenuhi syarat, orang-orang muda dari keluarga Jawa yang baik yang dapat membaca dan menulis bahasa Melayu dan lebih disukai juga bahasa Jawa, memiliki kecenderungan yang baik dan memiliki keinginan untuk dididik dan setelah empat tahun bersedia untuk ditempatkan sebagai pemberi vaksinasi, setelah melatih diri mereka sendiri sebanyak mungkin untuk memberikan bantuan medis kepada populasi di daerah terpencil dan dari mana mereka berasal. Lalu pada tahun 1850 dikeluarkan beslit 12 Juni 1850 untuk penyelenggaraan sekolah kebidanan untuk perempuan pribumi yang ditempatkan di belakang rumah sakit militer di Weltevreden (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 01-11-1852). Program ini tidak disebutkan berapa tahun.

Untuk memulai program sekolah kedokteran ini dilakukan persiapan dan rekrutmen yang penyelenggaraannya dimulai pada tahun 1851 di rumah sakit militer di Weltevreden. Kawasan ini sudah beberapa dekade didirikan sekolah dasar Eropa, sekolah militer dan sekolah-sekolah lain untuk orang Eropa. Di kawasan ini (bahkan di Batavia dan Weltevreden) belum ada sekolah dasar untuk pribumi. Sekolah kedokteran pribumi ini adalah sekolah pribumi pertama di Weltevreden. Dalam perkembangan sekolah kedokteran ini mulai menerima dari luar Jawa yang pertama yakni dari Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli.

Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws-en advertentieblad, 18-01-1855: ‘Batavia,  25 November 1854. Satu permintaan oleh kepala (pemimpin) Mandailing (Bataklanden) dan didukung oleh Gubernur Sumatra’s Westkust, beberapa bulan yang lalu, ditetapkan oleh pemerintah, bahwa kedua anak kepala suku asli terkemuka [di afdeeling Mandailing Angkola], yang telah menerima pendidikan dasar dibawa untuk akun negara ke Batavia dan akan mengikuti pendidikan kedokteran, bedah dan kebidanan. Para pemuda yang disebut bernama Si Asta dan Si Angan di rumah sakit militer di sana (di Batavia), dua murid ini baru saja tiba melalui pelabuhan Padang disini, dan akan disertakan di pelatihan perguruan tinggi (kweekschool) dokter pribumi’.

Pada bulan Desember 1855 diberitakan bahwa di sekolah kebidanan perempuan pribumi dan sekolah kedokteran untuk pribumi di Weltevreden lulus ujian (lihat De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 06-02-1856). Para bidan dan dokter pribumi besar dugaan adalah lulusan yang pertama. Ini adalah era baru bagi penduduk pribumi dalam dunia kesehatan modern. Catatan: sekolah guru pertama (kweekschool) yang dibuka di Soeracarta tahun 1850 telah menghasilkan lulusan. Sekolah guru ini programnya tiga tahun.

De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 06-02-1856: ‘Pada tanggal 17 Desember 1855, lima wanita Jawa ujian kebidanan, yang dilatih di rumah sakit militer di Weltevreden. Mereka adalah: Rombon dari Pattie (Japnra), Maniesem (Banjoemaas), Rnbinah dan Mardipah (Pekalongan) dan Ritna (Tjiamis, Cherihon). Semua menunjukkan tanda-tanda keterampilan yang cukup untuk diterima di praktik kebidanan. Semuanya pada tanggal 12 ini, kembali ke rumah mereka untuk mempraktikkan profesinya. Pada tanggal 21 Desember 1855, delapan siswa pertama dari Jawa mengikuti ujian sekolah kedokteran di rumah sakit militer di Weltevreden sebagai dokter djawa. Mereka adalah: Mas Soedjono dari Japara. Radhen Lanang (Soerakarta). Mas Kartodrono (Tagal), Hadjo-dhi-Kromo (Bagelen), Wiro Widjoijo (Bagelen), Prawiro Sentono, (Kedirie) Kamiso (Kediri), Mas Soero-dhi-Kromo (Rembang). Nama yang disebut pertama memberikan banyak dalam penelitian dan yang lainnya menunjukkan bukti keahlian yang cukup. Nama yang disebut terakhir meninggal di rumah sakit pada tanggal 13 tahun ini. Para peserta ujian sudah kembali ke tempat lahir mereka.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pengembangan Kesehatan di Kalimantan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar