Minggu, 20 Desember 2020

Sejarah Aceh (12): Danau Laut Tawar Gayo, Bukan Laut Air Asin Tapi Danau Air Tawar; Danau Takengon, Danau Toba, Danau Siais

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Danau Laut Tawar di kabupaten Aceh Tengah. Tempo doeloe nama danau disebut Danau Takengon. Ibu kota kabupaten Aceh Tengah berada di Kota Takengon. Lantas apa hubugan danau Laut Tawar dan kota Takengon. Kota Takengon berada tepat di sisi Danau Laut Tawar. Ibarat Kota Parapat di tepi Danau Toba, begitulah Kota Tankengon di tepi Danau Laut Tawar.

Danau terluas di Indonesia adalah Danau Toba (selatan Tanah Karo) di provinsi Sumatra Utara. Sementara danau terluas di dunia adalah Laut Kaspia. Mengapa disebut laut? Hal ini karena air danau tersebut rasanya asin. Danau terluas kedua di provinsi Sumatera Utara (setelah Danau Toba) adalah Danau Siais di Angkola (Tapanuli Selatan). Sedangkan danau terluas di provinsi Aceh adalah Danau Laut Tawar. Luas Danau Siais dan Danau Laut Tawar kurang lebih sama. Oleh karena itu tiga danau terluas di pulau Sumatra bagian utara adalah Danau Toba, Danau Laut Tawar dan Danau Siais. Lantas mengapa nama Danau Takengon diganti namanya menjadi Danau Laut Tawar? Apakah karena ingin meniru Danau Laut Kaspia? Jelas tidak, karena Danau Laut Kaspia airnya asin, sedangkan Danau Laut Tawar airnya tawar. Lalu mengapa nama Danau Takengon diganti namanya menjadi Danau Laut Tawar? Itu hanyalah sekadar nama.

Okelah, Bagaimana sejarah Danau Takengon atau Danua Laut Tawar sendiri? Bagaimana sejarah Kota Takengon? Yang jelas danau dan kota Takengon berada di pedalaman pulau. Lantas apa pentingnya sejarah Danau Laut Tawar? Karena Danau Laut Tawar berada di wilayah Atjeh. Lalu dari mana dimulai sejarahnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Takengon: Danau dan Kota

Banyak danau di daratan tinggi di pedalaman yang terhubung dengan kota-kota di muara sungai di pantai. Pada hulu sungai tersebut di danau pegunungan juga terdapat kota. Gambaran serupa ditemukan di Minahasa (Tondano dan Manado melalui sungai Tondano), di Tapanoeli (Porsea dan Tanjung Balai melalui sungai Asahan). Di wilayah Atjeh gambaran serupa tersebut adalah hubungan kota Takengon di tepi danau Laut Tawar dan kota Bireuen di pantai melalui sungai Peusangan. Nama danau Laut Tawar paling tidak sudah terinformasikan sejaka tahun 1878.

Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 12-01-1878: ‘Pasangan adalah salah satu kerajaan terbesar di pantai utara [Atjeh] dan berpenduduk banyak. Wilayah ini menghasilkan beras dan pinang dalam jumlah besar, dimana perdagangan ekspor yang cukup besar. Rute ekspor ke distrik-distrik sekitar di pantai utara, sedangkan pinang diekspor ke Poeloe Pinang, Beugalen, Madras, China, dll. Barang ekspor lainnya termasuk sapi, mnyak kelapa, hasil hutan dan kuda dari negara Gajoelanden. Diantara danau pedalaman dan Passangan, distrik-distrik yang berdampingan di pedalaman lalu lintas barang dan penduduk padat. Sungai Passangan berasal dari danau besar di Gajoelanden yang disebut Laut Tawar’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Danau Laut Tawar di Kota Takengon

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar