Jumat, 04 Desember 2020

Sejarah Singapura (15): Diaspora Nama Daeng di Nusantara; Kisah Aroe Palaka di Macassar dan Daeng Marewa di Djohor

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini 

Pada era VOC (Belanda) banyak nama tokoh atau nama suatu gelar yang  begitu penting dan kerap diinformasikan. Satu nama (gelar) yang kesohor dan banyak dicatat adalah Daeng. Pemilik nama Daeng ini tidak satu dua orang, tetapi lebih dari tiga di era yang berbeda-beda. Namun demikian, nama Daeng haruslah menjadi bagian dari sejarah (yang penting). Tokoh-tokoh yang pemilik nama Daeng ini tidak hanya di Celebes, tetapi juga di Jawa, Borneo dan di Semenanjung Malaya.

Dalam berbagai media salah satu peilik nama Daeng yang dihubungkan dengan kerajaan (kesultanan) Djohor adalah Daeng Marewah. Disebutkan Marewah adalah Yang Dipertuan Muda I dari Kesultanan Johor (Kesultanan Lingga). Setelah memenangkan perang melawan Raja Kecik, Sultan Sulaiman Badrul'alam Syah Sultan Johor pada saat itu, maka ia mengangkat Daeng Marewa sebagai Yang Dipertuan Muda Riau I (1721-1729), bergelar Kelana Jaya Putera. Yang Dipertuan Muda adalah sebuah jabatan yang setingkat dengan Perdana Menteri berkuasa penuh, di mana segala wewenang dan urusan pemerintahan berada dalam kekuasaannya (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah para pemilik nama Daeng ini? Pemilik nama Daeng juga ada yang sejaman dengan nama pemilik Aroe yakni Aroe Palaka (yang bekerjasama dengan Pemerintah VOC). tulah yang akan diselidiki. Lalu bagaimana dengan tokoh Daeng Marewa di Djohor, Semenanjung Malaya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah internasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama (Gelar) Daeng Era VOC (Belanda)

Nama Daeng (ditulis Dain) kali pertama muncul dicatat pada tahun 1674 (lihat Daghregister 22 Desember 1674). Disebutkan surat dari Dain Mangappa yang dicatat di Kasteel Batavia yang ditujukan ke Banten (Bantam). Sejak itu nama-nama yang bergelar Daeng semakin banyak seperti Dain Tellelo (1675), Dain Toedjoe, Dain Matara, Dain Mangika, Dain Mangala, Dain Maleuwa, Dain Cicila (1679). Juga muncul nama gelar Kraeng (tidak dibahas dalam hal ini).

Pada tahun 1643 Belanda (VOC) berhasil menaklukkan Malaka. Sejak ini, pengaruh VOC yang dominan di kawasan dan melakukan kerjasama dengan kerajaan Djohor (suksesi kerajaan Malaka). Meski demikian, VOC belum berani membuat kontak dengan raja-raja di Borneo dan Sumatra. VOC kemudian berambisi meratakan jalan dari Ambon hingga Sumatra yang berpusat di Batavia, VOC mulai mengincar Gowa (Celebes) dan mengusir Atjeh dari pantai barat dan pantai timur Sumatra. Pada tahun 1665 militer VOC yang dibantu pasukan Boegis pimpinan Aroe Palakka menaklukkan pantai barat Sumatra. Pada tahun 1667 dilakukan perjanjian antara Gowa dan VOC karena beberapa tahun sebelumnya pedagang VOC terbunuh di Sombaopoe (ibu kota kerajaan Gowa). Pada tahun 1669 VOC berperang dengan Gowa dan berhasil menaklukkan Gowa dan Aroe Palaka mendapat angin di Makassar. Orang-orang Gowa sebagian melarikan diri termasuk ke Banten. Hasil kolaborasi antara VOC dengan Aroe Palaka van Boegis diduga faktor penting munculnya nama-nama yang dicatat dengan gelar Daeng di dalam Daghregister. Sebelumnya VOC sudah bekerjasama dengan Bali, Ternate dan lainnya. Dengan demikian, kekuatan militer VOC didukung pasukan pribumi dari Bali, Boegis, Ternate dan Melayu (Djohor) dan lainnya,

Nama-nama bergelar Daeng yang terhubung dengan Bone tidak hanya di Macassar juga di Jawa. Mereka ini diduga adalah para pemimpin pasukan yang mendukung militer VOC. Aroe Palaka sendiri sudah berdiam di Macassar. Para pasukan ini ditempatkan di berbagai pos atau dimana terdapat benteng VOC.

Setelah selesai berdinas banyak yang tidak kembali ke kampong halaman tetapi menetap dan membuka perkampongan, Hal itulah mengapa di Batavia dan sekitar ditemukan kampong Boegis, kampong Ambon, kampong Banda(n), kampong Bali dan kampong Malajoe.

Pada tahun 1723 muncul nama Daeng Marina di Djohor (lihat Daghregister, 6 Maret 1723). Disebutkan Daeng Marina dan Radja Ketjil di Djohor. Sebelumnya diberitakan bahwa Mahmoed, Sultam Djohor wafat pada tahun 1699. Besar dugaan bahwa Daeng Marina dan Radja Ketjil ke Djohor dalam rangka mengakusisi kraton Djohor.

Namun tidak lama kemudian terjadi perlawanan dari oposisi. Daghregister, 19 Feb. 1725 mencatat bahwa Radja Ketjil Djohor yang ingin melakukan perlawanan kepada Daeng Marewa. Daghregister 9 Mei 1725 mencatat bahwa surat berbahasa Melayu Daeng Marewa dari Djohor diterima di Batavia. Radja Ketjil tersingkir (ke Siak).

Setelah Radja Ketjil tersingkir dari Djohor, kemudian muncul nama Daeng Marewa. Tapaknya nama-nama Daeng telah memainkan peran di kawasan, tidak hanya di sisi Djohor tetapi juga di sisi Siak (Radja Ketjil). Dalam Daghregister, 11 Feb. 1732 dicatat bahwa telah dilakukan beberapa perayaan reseptif oleh Daeng Matacoor dan Radja Ketjil. Nama Daeng Matacoor semakin bersinar karena telah menempati Selangor dan Lingga (lihat 2 April 1742).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Diaspora Nama Daeng di Nusantara

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar