Kamis, 16 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (115): Seberapa Banyak Sejarawan Indonesia di Era Hindia Belanda? Adakah Sejarawan Pribumi?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Satu pertanyaan penting tentang daftar sejarawan Indonesia adalah apakah ada sejarah pribumi pada era Hindia Belanda? Yang jelas umumnya sejarawan Indonesia pada era Hindia Belanda adalah orang Eropa/Belanda. Pertanyaan penting berikutnya adalah seberapa banyak orang Eropa/Belanda yang menjadi sejarawan Indonesia? Siapa yang peduli? Bukan masalahnya disitu? Tetapi sejarah adalah tetap sejarah dan sejarawan tetaplah sejarawan siapap pun dia. Lantas apakah semua sejarawan Indonesia masa kini semuanya benar-benar ahli sejarah?

Sejarawan Indonesia seharusnya ahli sejarah yang memahami sejarah Indonesia. Sejarawan Indonesia yang fokus pada sejarah di luar Indonesia haruslah dikeluarkan dari daftar sejarawan Indonesia. Memang ada orang Indonesia yang ahli sejarah di luar Indonesia? Tentu saja ada. Sejarah Indonesia adalah sejarah di Indonesia. Itu berarti berbicara tentang domain sejarah: wilayah dimana peristiwa sejarah terjadi di masa lampau. Okelah kalau begitu. Domain sejarah tentu tidak pernah berubah, yang berubah adalah rezimnya. Oleh karena itu orang-orang Eropa/Belanda pada era Hindia Belanda sudah barang tentu harus dikelompokkan dalam sejarawan Indonesia. Lalu apakah ada sejarawan Indonesia masa kini yang bukan bangsa Indonesia? Tentu saja ada.

Dalam hal ini, apakah ada orang pribumi yang menjadi sejarawan Indonesia padfa era Hindia Belanda? Lalu seberapa banyak orang Eropa/Belanda yang dapat digolongkan sebagai sejarawan Indonesia pada era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, tidak hanya satu, dua orang tetapi lebih dari tiga orang? Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Apakah Ada Orang Pribumi Menjadi Sejarawan Indonesia Era Hindia Belanda?

Sejak kehadiran orang Belanda di Hindia Timur hingga berakhirnya VOC pada tahun 1799 nyaris semua orang berbicara perdagangan, keuntungan dan kesejahteran. Pendudukan Inggris di Sumatra (sejak 1789) dan pendudukan Jawa (sejak 1811) orang-orang Belanda sangat gagap. Mereka selama ini hanya melihat dan berperilaku dan merasakan setiap orang hanya berkumpul untuk tujuan keuntungan. Orang-orang Belanda hanya puas dengan kontark-kontrak dengan para pemimpin pribumi di berbagai wilayah. Orang-orang Inggris tidak hanya lebih terpelajar, tetapi dari segi pemerintahan lebih kuat, baik di Britania maupun di wiulayah jajahan. Terusirnya Inggris dari Amerika Serikat (sejak 1774) menyebabkan (kerajaan) Inggris mendukung inisiasi nation di wilayah timur (termasuk Australia). Hal itulah mengapa penyelidikan wilayah dan sejarah diperlukan dan menirim para ahlinya.

Sejak kehadiran migran Inggris di Australia (sejak tahun 1779), orang-orang Inggris adalah yang secara sadar menginisiasi arti bernegara (nation) di Timur. Gubernur Jenderal Inggris di Calcutta sebagai wakil kerajaan melihat tanah jajahan sebagai bagian tidak terpisahkan dari vaderland (ibu pertiwi). William Marsden meneliti dan menulis sejarah Sumatra (1781) dan menyusun kamus dan tata bahasa Melayu (1783) diduga kuat bagian dari misi (kerajaan) Inggris dalam konteks nation. Sejarah dan bahasa adalah instrumen penting dalam setiap memulai nation. Memahami sejarah akan mudah mengadministrasikan wilayah. Untuk urusan semacam ini, orang-orang Belanda nyaris absen meski sejak 1778 di Batavia sudah eksis lembaga ilmu pengetahuan. Akhirnya (pemerintahan) VOC harus bubar sejak pendudukan Prancis terhadap Belanda (1799). Melihat gelagat Inggris di Timur, pemerintahan di Hindia Belanda (Napoleon) terutama di bawah gubernur jenderal Daendels kesadaran bernegara ini bangkit diantara orang-orang Belanda yang sudah karatan di Hindia Timur.

Hingga era Gubernur Jenderal Daendels, orang-orang Belanda nyaris melupakan penulisan sejarah Hindia Timur. Inisiasi yang dilakukan sejak pendirian lembaga ilmu pengatahuan Betavia tahun 1778 tidak berkembang. Orang-orang Belanda di vaderland hanya sekadar menerjemahkan karya-karya Inggris seperti The History of Sumatra yang ditulis William Marsden. Itu mungkin bisa dimaklumi, karena VOC sejak 1795 sudah sangat jauh menurun, melemah karena penyakit korupsi. Orang-orang Belanda di Hindia Timur hanya masing-masing ingiu memperkaya diri sendiri. Pada saat pengambilalihan kerajaan Belanda di bawah Napoleon (1800) upaya konsolidasi dan rehabilitasi lebih mengemuka. Hal-hal yang sekunder seperti penyelidikan wilayah dan sejarah kurang mendapat perhatian. Saat orang Belanda belum siap membentuk pemerintahan yang solid terutama (masih terbatas di Jawa) terjadi pendudukan Inggris. Orang-orang Belanda yang ingin membentuk negara menjadi layu sebelum terkembang.

Saat terjadi pendudukan Inggris (sejak 1811), uniknya orang-orang Inggris tetap mempertahankan keberadaan lembaga ilmu pengetahuan Batavia yang juga tengah mati segan hidup tak mau. Orang-orang Inggris membangkitkan lembaga ilmu pengetahuan Batavia tersebut. Orang-orang Inggris sangat terbiasa untuk urusan itu sehingga upaya revitalisasi lembaga ilmu pengetahuan itu tidak terlalu memberatkan. Keseriusan orang-orang Inggrsi tidak hanya di tingkat warga (pedagang) tetapi juga para pejabat pemerintahan. Bahkan Letnan Gubernur Jenderal Raffles menjadi pembinanya, suatu yang tidak pernah terjadi selama era VOC hingga era GG Daendels. Ternyata Raffles tidak hanya sekadar pembina, tetapi juga terlibat dalam penyelidikan wilayah dan penyusunan sejarah dengan karyanya yang terkenal The History of Java,

Pada permulaan era Pemerintah Hindia Belanda (pasca pendudukan Inggris) penulis-penulis Belanda belum muncul dan masih fokus pada pemulihan seiring dengan pembentukan cabang-cabang pemerintahan di berbagai wilayah. Namun, itu tidak berjalan mulus, karena Pemerintah Hindia Belanda menghadapi banyak kendala, terjadi pemberontakan dan kekacauan di sejumlah wilayah. Perang Jawa (1823-1830) sangat menguras energi. Tidak sampai disitu, hal serupa terjadi luar Jawa seperti di pantai barat Sumatra, Sulawesi bagian selatan, Sumatra bagian selatan. Ekspedisi-ekspedisi militer berlangsung saat mana dialkukan pembentukan cabang-cabang pemerintahan. Dalam ekspesisi-ekspedisi militer ini juga disertakan para ahli. Para ahli yang didatangkan bukan dari Belanda, tetapi dari Jerman (tentu saja tidak mungkin dari Inggris).

Dalam pembentukan cabang-cabang pemerintah dan ekspedisi-ekspedisi militer, selain para ahli disertakan, juga para pejabat sipil dan pejabat militer, langsung tidak langsung berpartisipasi dalam penulisan situasi dan kondisi wilayah. Dalam konteks inilah penyelidikan-penyelidikan sejarah di berbagai wilayah muncul. Orang-orang Belanda tampaknya mengikuti cara kerja orang-orang Inggrsi yang mengangap sejarah dan bahasa adalah penting dalam pembentukan nation.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Siapa Saja Sejarawan Indonesia Era Hindia Belanda?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar