Rabu, 06 Oktober 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (155): Trowulan dan Geografi;Perlu Dipertemukan Para Ahli Sejarawan, Arkeolog, Geolog dan Ekonom

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Gambaran zaman kuno spasial ibu kota Majapahit di Jawa Timur, kurang lebih sama dengan gambaran zaman kuno spasial di ibu kota (Kerajaan) Aru di pantai timur Sumatra (Tapanuli). Mempelajari sejarah situs Majapahit sama dengan mempelajari sejarah situs Aru. Pada masa ini, situs Aru ini dapat dikatakan situs zaman kuno yang terluas dimana kini ditemukan banyak candi (percandian Padang Lawas). Saya telah menyimpulkan bahwa situs Aru merupakan ibu kota zaman kuno, yang posisi GPSnya berada di pantai pada muara sungai B-aru-mun dan sungai Pane. Lantas bagaimana dengan situs Trowulan?

 

Trowulan adalah sebuah kecamatan di kabupaten Mojokerto, provinsi Jawa Timur. Kecamatan Trowulan terletak di bagian barat kabupaten Mojokerto, berbatasan dengan wilayah kabupaten Jombang. Trowulan terletak di jalan nasional yang menghubungkan Surabaya-Solo-Yogyakarta. Di kecamatan ini terdapat puluhan situs seluas hampir 100 kilometer persegi berupa bangunan, temuan arca, gerabah, dan pemakaman peninggalan Kerajaan Majapahit. Diduga kuat, pusat kerajaan berada di wilayah ini yang ditulis oleh Mpu Prapanca dalam kitab Nagarakretagama dan dalam sebuah sumber Cina dari abad ke-15. Trowulan dihancurkan pada tahun 1478 saat Girindrawardhana berhasil mengalahkan Kertabumi, sejak saat itu ibu kota Majapahit berpindah ke Daha (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Trowulan? Seperti disebut di atas, Trowulan diduga kuat pada zaman kuno sebagai ibu kota (kerajaan) Majapahit. Lalu apakah ada hubungannya situs Trowulan dengan situs Binanga (Padang Lawas) yang diduga sebagai ibu kota (kerajaan) Aru? Jika ada, apakah secara geografis area situs Trowulan memiliki kemiripan dengan situs Binanga? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Geografi Trowulan dan Padang Lawas: Tempo Doeloe dan Masa Kini Berbeda

Sudah lama tidak ada yang memperhatikan situs di Trowulan. Tiba-tiba nama Trowulan menjadi heboh. Itu bermula ketika peneliti Ir. Maclaine Pont mengajak para anggota Jong Java dan Studiclub di Soerabaja pada tahun 1926 untuk mengunjungi situs Modjopahit di Trowulan (lihat De locomotief, 30-03-1926). Disebutkan rombongan yang terdiri dari 95 orang dengan empat bis pertama melihat Tjadi Bentar yang diduga pentu gerbang dalem Patih Gajahmada dan kemudian candi Badjang Ratoe yang diduga dalem raja Majapahit lalu ke kraton, Menak Djinggo diduga pusat kota yang areanya sekitar 12 Km2. Dalam akhir tour ini Dr. Soetomo mengucapkan terimakasih kepada Maclaine Pont. Identifikasi ibu kota Majapahit pertama kali dilaporkan Maclaine Pont pada tahun 1924 (lihat De Sumatra post, 14-03-1924).

Situs Modjopahit ini sudah diidentifikasi pada era pendudukan Inggris (Raffles). Baru tahun 1926 situs ini mulai diperhatikan. Selalu ada jarak antara tahun penemuan dan tahun memulai penyelidikan. Hal itu juga dengan candi di Tapanoeli Selatan yang ditemukan oleh Ir. Jung Huhn pada tahun 1841 yang saat itu bertugas di Angkola Mandailing dan Padang Lawas. Penyelidikan dimulai, ketika FM Schnitger. Kepala Pusat Kepurbakalan di Palembang (bukan di Jawa) mendapat laporan adanya situs perbakala yang lebih tua di Simangambat (Angkola Mandailing, Res. Tapanoeli). Schnitger, tanpa menunggu segera bergegas berangkat ke Tapanoeli untuk memastikan laporan itu. FM Schnitger dan tim langsung melakukan ekskavasi terhadap candi Simangambat dan laporannya dipublikasikan pada bulan Juni 1935 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-06-1935 dan Bataviaasch nieuwsblad 05-06-1935). Schnitger semakin kaget karena mendapatkan laporan di Simangambat bahwa di Padang Lawas (di sebelah timur gunung) terdapat percandian yang lebih luas lagi. Candi Simangambat yang dibangun abad ke-8 memiliki kemiripan dengan candi-candi di Jawa Tengah seperti candi Sewu. Sedangkan candi di Padang Lawas ada yang mirip dengan candi di Jawa Timur (pada era Singhasari). FM Schmitger menyatakan bahwa Raja Kertanegara adalah penganut fanatik agama Boedha Batak (sekte Bhairawa). Hal itu diduga yang menyebabkan ada satu candi di Malang yang mirip dengan candi-candi Bhairawa di Padang Lawas.

Dr. Soetomo dalam hal ini dapat dikatakan orang pribumi yang berbicara tentang candi di Jawa Timur khususnya situs Majapahit. Sedangkan candi Padang Lawas, orang pribumi pertama yang membicarakan candi-candi tersebut adalah Parada Harahap, pemimpin redaksi surat kabar Bintang Hindia di Batavia sepulang kunjungan jurnalistiknya ke Sumatra dan Semenanjung yang dibukukan dengan judul Dari Pantai ke Pantai yang diterbitkan tahun 1926. Kampong halaman Parada Harahap di Padang Sidempoean tidak jauh dari pusat percandian Padang Lawas. Parada Harahap sendiri adalah sekretaris Sumatranen Bond (di Batavia). Dr. Soetomo dan Parada Harahap untuk kali pertama bertemu pada tahun 1927.

Nama Parada Harahap menjadi heboh pada tahun 1918 di Medan. Hal ini karena Parada Harahap membongkar kasus Poenalie Sanctie (kekejaman planter Eropa./Belanda di perkebunan Deli terutama kepada kuli asal Djawa) yang dimuat pada surat kabar Benih Mardika. Surat kabar itu dibreidel dan Parada Harahap kemudian pulang kampung di Padang Sidempoean dan mendirikan surat kabar Sinar Merdeka (1919). Kekejaman ini sudah pernah disnggung oleg Dr. Soetomo sepulang berugas di Deli tahun 1915 yang disampaikannya di rapat umum Boedi Oetomo cabang Batavia. Parada Harahap tahun 1922 hijrah ke Batavia karena surat kabarnya di Padang Sidempoean dibreidel. Tentu saja Parada Harahap belum pernah mendengar nama Dr. Soetomo. Sejak menjadi pemimpin redaksi Bintang Hindia di Batavia, nama Dr. Soetomo mulai dikenal Parada Harahap dan pernah memberitakan keberadaan klub studi di Soerabaja yang dipimpin Dr Soetomo dan klub studi di Bandoeng yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Pada bulan September tahun 1927 Parada Harahap berinisiatif mempertemukan semua pemimpin organisasi kebangsaan. Lalu diadakan rapat di rumah Husein Djajadiningrrat yang dihadiri oleh Pasoendan, Kaoem Betawi. Sumatranen Bond dan lainnya. Keputusannya adalah dibentuk supra organisasi kebangsaan yang disebut Permofakatan Perhmpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI yang mana ketua didaulat MH Thamrin dan sekretaris Parada Harahap. Keputusan kedua adalah membangun segera gedung baru PPPKI dan ditetapkan kongres PPPKI pada bulan September 1928. Dalam pertemuan ini turut hadir Ir. Soekarno (Perhimpoenan Nasional Indonesia di Bandoeng) dan Dr. Soetomo mewakili Klub Studi Soerabaja (tidak ada wakil Boedi Oetomo). Menjelang Kongres PPPKI ditunjuk Dr Soetomo sebagai ketua panitia yang diintegrasikan deng Kongres Pemuda pada bulan Oktober 1928. Dalam Kongres PPPKI 1928 (kepengurusan hanya berlaku satu tahun) ketua terpilih adalah Dr. Soetomo dan sekretaris Ir. Anwari.

Sejak kunjungan (tour) Jong Java dan Klub Studi Soerabaja, nama Trowulan sebagai situs ibu kota (kerajaan) Majapahit mulai terinformasikan secara kontinu. Seperti disebut di atas, situs ibu kota Kerajaan Aru (di Padang Lawas) baru mulai terinformasikan secara kontinu sejak FM Schnitger melakukan eskavasi candi Simangambat tahun 1935 dan eskavasi candi Padang Lawas pada tahun 1936 (sejak inilah diketahui ada hubungan candi-candi di Tapanuli dengan candi-candi di Jawa).

Penemuan Ir. Maclaine Pont di situs Mojopahit terus mendapat perhatian yang luas terutama diantara orang Eropa/Belanda. Lalu kemudian terinisiasi untuk membentuk perkumpulan peminat yang disebut Oudheidkundige Vereeniging Majapahit yang diketuai oleh Ir. Maclaine Pont dan sekretaris Alberti. Perkumpulan itu dibentuk setelah tersiar tour Dr Soetomo dkk. Situs ini juga semakin diminati pribumi. Pada tahun 1929 diadakan tamasya Pramuka divisi Soerabaja Jong Java Pathfinders (lihat De Indische courant, 10-04-1928). Pada bulan Mei Masyarakat Arkeologi Majapahit melakukan rapat umum membicarakan progres dan rencana ke depan (lihat Soerabaijasch handelsblad, 13-05-1929). Dalam rapat juga hadir Dr. Husein Djajadiningrat. Dalam rapat ini muncul gagasan pembentukan museum di area situs yang berfungsi untuk menampung temuan. Tentu saja dalam rapat ini juga dibicarakan tentang area yang sejatinya milik sebuah perkebunan yang harus mempertimbangkan biaya sewa tanah.

Eskavasi situs ini terus berlangsung, setahap demi setahap. Eskavasi pada masa ini semakin nyata yang dilakukan oleh para ahli Indonesia terutama dari bidang arkeologi. Belum lama ini area situs ditemukan tulisan semacam prasasti yang digurat pada permukaan bata. Anehnya, guratan dalam wujud aksara itu tidak mirip aksara Jawa tetapi justru aksara Batak. Mengapa? Dalam penemuan aksara di Trobulan pada keping bata ditulis dalam aksara Batak yang dapat dibaca sepintas sebagai Ba Gas. Arti kata bagas dalam bahasa Batak di Kerajaan Aru adalah rumah besar (istana). Lantas apa sesungguhnya yang pernah terjadi di masa lampau?

Situs Trowulan sudah lama diketahui, tetapi proses eskavasi yang sebenarnya, baru dimulai tahun 1921 oleh seorang yang bernama Ir. Maclaine Pont, seorang Indo yang menyelesaikan pendidikan di Universiteit te Delft. Jauh sebelum kehadiran Maclaine Pont, area ini sudah dilaporkan memliki banyak barang-barang kuno (lihat Sumatra-bode, 08-03-1916). Disebutkan telah terjadi bandjir di tempat dimana terdapat banyak barang-barang antik di desa Trolojo dan Trowoelan, bekas kerajaan Mojopait dibawa hingga kediaman bupati. Di antara barang antik itu adalah patung Menekdjingo, (mewakili laki-laki dengan kepala anjing), Pribumi sekarang memprediksi banjir kedua dan bahkan lebih besar. Ratusan rumah konstruksi alang-alang telah terendam air selama dua bulan, sehingga penanaman pertanian hancur total, sedangkan kebun mengalami banyak kerusakan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Situs Kuno Trowulan: Sejarawan, Arkeolog, Geolog dan Ekonom

Sejarah adalah bidang ahli sejarah. Para ahli sejarah seharusnya menggunakan berbagai metode untuk menjelaskan peristiwa sejarah (fakta). Namun pada masa kini, tidak cukup hanya sekadar teks (tulisan) tetapi juga peta-peta kuno bahkan hingga peta-peta digital zaman Now seperti googlemap atau googleearth. Tentu saja informasi dari video drone juga bisa digunakan. Namun semakin tua peristiwa sejarah, para ahli sejarah tidak bisa lagi bekerja sendiri dan harus dibantu oleh para ahli lain terutama para argkeologi. Sejarah zaman kuno, seperti jaman candi pada era Hindoe-Boedha peran arkeolog sangat sentral tetapi juga tidak bisa bekerja sendiri dan harus dibantu oleh ahli sejarah dan bahkan oleh ahli-ahli yang tidak diperhitungkan.

Seperti metodologi sejarah, sumber data dari teks (surat kabar, majalah dan buku) tidak cukup. Meski masih sangat jarang, seharusnya sumber teks dikombinasikan dengan sumber data peta, sumber data foto dan bahkan sumber-sumber data audio visual terkini seperti peta satelit, peta digital dan peta drone. Dengan demikian dimunkinkan dari berbagai segi ruang dan waktu. Demikian juga bahwa semakin tua persitiwa sejarah ahli arkeolog dan ahli sejarah tidak cukup lagi. Peran ahli lain juga dapat membantu untuk menjelaskan. Para ahli geologi, ahli ahli kelautan diperlukan. Para ahli geografi dan ahli ekonomi nyaris tidak dilibatkan. Hal ini karena ahli ekonomi hanya dianggap bukan ahli, hanya sekadar peminat sejarah.

Belum lama ini seorang ekonom bisa membuktikan dimana letak pulau Taprobana yang dipetakan oleh Ptolomeus pada abad ke-2. Peta Taprobana ini sejak era Portugis hingga masa ini tidak ada yang berhasil membuktikan dimana pulau Taprobana berada. Ekonomi tersebut bisa membuktikan secara tepat. Penemuan itu dapat dibaca pada artikel pada blog ini. Lantas bagaimana dengan letak geografis kota Majapahit yang telah disebut dalam teks Negarakertgama (1365)? Apakah arkeolog dan sejarawan sudah cukup untuk menjelaskannya?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar