Minggu, 31 Oktober 2021

Sejarah Padang Sidempuan (23): Panangian Harahap,Guru Melawan Belanda di Batavia; Satu dari 7 Revolusioner ke Jepang, 1933

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Panangian Harahap bukanlah orang biasa. Namun sejarahnya tidak pernah ditulis. Padahal, Panangian Harahap yang terang-terang menentang Belanda di Batavia (kini Jakarta). Saat Soekarno belum mengetahui politik praktis, Parada Harahap dan Panangian Harahap telah merekrut WR Soepratman dari Bandoeng untuk membimbingnya menjadi seorang yang revolusioner di Batavia.

Parada Harahap dan Panangian Harahap adalah orang pertama yang meminta Ir. Soekarno yang baru lulus THS Bandoeng untuk ‘turun gunung’ tidak hanya berbicara dan menulis di kampus dan klub studi tetapi terjun ke dunia politik praktis. Sejak itulah Ir. Soekarno aktif di Perhimpoenan Nasional Indonesia di Bandoeng dan mewakilinya ketika Parada Harahap di Batavia mengundang semua pimpinan organisasi kebangsaan pribumi (Indonesia) dalam peembentukan supra organisasi kebangsaan yang disebut Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (PPPKI) di Batavia bulan September 1927.  Pada tahun 1933, ketika Ir. Soekarno, revolusioner Indonesia yang paling diicar intelijen Belanda, ditangkap dan akan diasingkan, Parada Harahap dan Panangian Harahap berangkat ke Jepang (membelakangi Belanda, menghadap teman baru Jepang)..

Lantas bagaimana sejarah Panangian Harahap? Seperti disebut di atas, tidak ada yang pernah menulis sejarahnya. Oleh karena perannya cukup penting dalam sejarah menjadi Indonesia, ada baiknya ditulis sejarahnya. Memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak di tangan satu orang dan satu kelompok, tetapi diperankan oleh banyak orang, termasuk Panangian Harahap. Lalu bagaimana sejarah Panangian Harahap? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Panangian Harahap, Guru Menentang Belanda di Batavia

‘Jangan berpolitik!’. Itulah kata-kata yang mungkin dialamatkan orang (Belanda) kepada seorang guru HIS di Batavia, Panangian Harahap, Ini sehubungan dengan dikeluarkannya surat keputusan Wali Kota Batavia tanggal 23 September 1925 No.4505 yang berisi tentang pemecatan sementara guru pribumi Panangian [Harahap] gelar Mangaradja Goenoeng Toea yang akan dibawah dewan kota (gemeenteraad) Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-10-1925). Tampaknya tidak tertolong, meski sudah dirapatkan anggota dewan. Mungkin ada pembelaan dari anggota dewan yang berasal dari pribumi, tetapi kalah suara. Di lain pihak, boleh jadi Panangian Harahap tidak mempermasahkan karena ‘nasi sudah jadi bubur’.

Pananguan Harahap adalah lulusan sekolah guru Normaalschool di Pematang Siantar, Sekolah guru ini dipimpin oleh Soetan Martoewa Radja (ayah dari Ir AFP Siregar gelar MO Parlindungan). Lalu Panangian ditempatkan pemerintah sebagai guru pemerintah di sekolah HIS di Perbaoengan. Panangian Harahap menikah di Perbaoengan pada tanggal 1 Februari 1920 (lihat Deli courant, 03-02-1920). Panangian Harahap mengikuti ujian akte guru setara Eropa/Belanda di Medan dan lulus (lihat Sumatra post, 31-05-1920). Tidak diketahui sejak kapan Panangian Harahap hijrah ke Batavia, tetapi diduga segera setelah mendapat akte guru setara Eropa/Belanda di Medan. Yang jelas sejak 1922 Parada Harahap sang abang, pemimpin redaksi surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean telah hijarah ke Batavia dan mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Pada tahun 1922 ini juga, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan telah dipindahkan dari Ambon menjadi direktur sekolah guru Normaaj School di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Soetan Casajangan adalah alumnsi sekolah guru (kweekschh) Padang Sidempoean (1887), sementara Soetan Martoewa Radja alumni 1891. Panangian Harahap adalah salah satu pemain top tennis di Batavia yang juga menjadi anggota West Java Lawntennisbond (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1923).

Dewan Kota Batavia yang terdiri dari 27 orang, lebih dari separuhnya adalah Eropa/Belanda dan sisanya pribumi dan dua Tionghoa. Dua anggota pribumi saat ini adalah MH Thamrin dan Dr. Lumentut. Tentu saja Panangian Harahap tidak sulit untuk menemukan pekerjaan baru. Panangian Harahap akan memasuki dunia jurnalistik. Seperti pernah dikatakan oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda di Padang tahun 1897 bahwa pendidikan (guru) dan jurnalistik sama pentingnya karena sama-sama mencerdaskan bangsa.

Pada tahun 1925 Parada Harahap pemilik dan sekaligus kepada editor surat kabar Bintang Hindia mendirikan kantor beritas Alpena (kantor  berita pribumi pertama). Kantor berita yang sudah ada saat itu (Eropa.Belanda) adalah Aneta. Kantor berita pribumi yang baru ini direkrut WR Soepratman dari Bandoeng. WR Soepratman sendiri tinggal di pavilium rumah Parada Harahap.

Soal anggota dewan yang mandul di semua level dewan belum lama dikritik oleh anggota Volksraad Dwidjosewojo di Rapat Umum Boedi Oetomo di Batavia (lihat De locomotief, 19-05-1925). Disebutkan bahwa Dwidjosewojo mengartakan ‘…dewan kabupaten (afdeelingraad) adalah omong kosong, bahkan tidak mencerminkan suara rakyat, dewan kabupaten tidak lebih sebagai dewan raja. Demikian juga Volksraad hanyalah macan ompong, setiap keputusan yang kita buat di Volksraad itu harus dibahas di DPR, dimana tidak ada perwakilan pribumi. Dewan juga di gemeeteraad Batavia yang terdiri dari 27 anggota yang lebih dari separuhnya orang Eropa dan hanya delapan orang pribumi. Ini tidak proporsional, karena dengan cara ini pribumi akan selalu mati ketika harus dilakukan voting…’.

Besar dugaan, anggota Volksraad termotivasi dari kritik Parada Harahap sebelumnya. Dwidjosewojo menambahkan (lihat De locomotief, 19-05-1925): ‘Di sini saya ingin mengingat kembali apa yang pernah dikatakan oleh Pemimpin Redaksi Bintang Hindia. Pak Parada Harahap mengatakan, antara lain sebagai berikut: ‘'Kami tidak puas dengan situasi sekarang. Apakah kita sudah matang untuk apa yang kita inginkan? Kalau begitu, ayo tunjukkan’. Parada Harahap mulai terjun ke dunia politik praktis (turun langsung). Langkah pertama yang dilakukan Sebelumnya Parada Harahap telah menghimpun kekuatan para jurnalis pribumi (lihat De locomotief, 04-09-1925). Disebutkan bahwa pertemuan diadakan di Weltevreden di kantor kantor berita Alpena untuk membentuk serikat wartawan di bawah kepemimpinan Mr Parada Hvrahap, pemimpin redaksi Bintang Hindia. Tujuannya adalah untuk menciptakan persatuan diantara rekan-rekan, namanya adalah ‘Journalisten Bond’ yang terdiri dari pribumi, Cina, dan Arab dapat menjadi anggota. Pengurus sementara telah mengangkat Tabraui (Hindia Baroe) sebagai ketua, [WR] Soepratman (Alpena;, sekretaris), Bee Giauw Tjoen (Sin Po) sebagai bendahara, dan sebagai anggota antara lain Parada Harabap dan Djamaloeddin (nama yang kelak dikenal dengan nama Adinegoro).

Apakah ada hubungannya atau tidak dengan pemecatan sang abang sebagai guru di HIS Batavia atau tentang kritiknya terhadap para wakil pribumi di berbagai level dewan, yang jelas pada pertengah tahun 1926 Parada Harahap mendirikan surat kabar yang baru, surat kabar yang lebih radikal yang diberi nama Bintang Timoer. Memang tidak seradikal nama surat kabarnya di Padang Sidempoean Sinar Merdeka yang dibreidel, tetapi nama baru surat kabarnya Bintang Timoer bisa jadi diasosiasikan dengan merujuk (tidak lagi bintang di barat/Eropa tetapi bintang di timur/Asia/Jepang.

Parada Harahap diketahui, sebelumnya telah mendoronhg Thabrani dkk dari golongn muda untuk menyelenggarakan Kongres Pemoeda. Kongres ini diselenggarakan di Weltevreden pada bulan April 1926 yang mana panitia kongres terdiri dari Thabrani (Ketua), Bahder Djohan (Wakil Ketua), Soemarto (Sekretaris), J. Toule Solehuwij (Bendahara) dan Paul Pinontoan (Komisaris). Parada Harahap sendiri adalah Sekretaris Sumatranen Bond. Dalam hal ini wakil ketua Bahder Djohan mahasiswa STOVIA/Geneeskundigeschool adalah ketua Jong Sumatranen Bond (organisasi pemuda dari Sumtranen Bond). Dalam hal ini, Thabrani dari kalangan jurnalis dan Bahder Dhohan dari kalangan mahasiswa berada di bawah arahan Parada Harahap.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Panangian Harahap: Satu dari Revolusioner ke Jepang, 1933

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar