Rabu, 19 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (365): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Anak Agung Bagus Sutedja; Residen dan Gubernur Bali (NKRI)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Anak Agung Bagus Sutedja di (pulau) Bali dapat dianggap tokoh penting. Hal ini karena Anak Agung Bagus Sutedja dalam era NKRI pernah menjadi Residen Bali dan juga Gubernur Bali. Anak Agung Bagus Sutedja masih muda, karirnya masih panjang tetapi disebutkan menghilang pada tanggal 29 Juli 1966 di Jakarta. Bagaimana bisa menghilang adalah satu hal. Hal lain yang lebih penting dalam hal ini mengapa Anak Agung Bagus Sutedja begitu penting di Bali. Nama yang penting juga ada Anak Agoeng Bagoes Djelantik.

Anak Agung Bagus Sutedja (lahir 1923-27 Juli 1966) adalah Kepala Daerah Bali yang pernah dua kali memimpin Bali. Pertama kali menjabat pada tahun 1950 sampai 1958, diangkat berdasarkan keputusan Dewan Pemerintahan Daerah sebagai pemimpin badan eksekutif Bali, sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) menggantikan wewenang Paruman Agung yang terdiri dari wakil-wakil delapan kerajaan di Bali sebagai badan legislatif. Setelah diselingi oleh I Gusti Bagus Oka sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah Bali pada tahun 1958 sampai 1959, ia kembali terpilih pada bulan Desember 1959 sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali. Masa jabatannya yang kedua berakhir beberapa bulan setelah terjadinya G30S/PKI tahun 1965. Selanjutnya ia digantikan oleh I Gusti Putu Martha. Anak Agung Bagus Sutedja menghilang pada tanggal 29 Juli 1966 di Jakarta. Ia diperkirakan menjadi korban penculikan politik yang terjadi pada masa itu. Sutedja mengawali karier dalam birokrasi pemerintahan Bali ketika daerah tersebut sedang mengalami transisi sistem politik dari era aristokrasi-kerajaan menuju integrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pasca proklamasi dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) Bali terbentuk sebagai lembaga legislatif terbentuk di awal tahun 1950-an. DPRDS ini bersifat menggantikan Dewan Paruman Agung yang merepresentasikan persekutuan delapan kerajaan di Bali. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Anak Agung Bagus Sutedja? Seperti disebut di atas, Anak Agung Bagus Sutedja pernah menjadi Residen Bali dan Gubernur Bali pada era Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini mengindikasikan Anak Agung Bagus Sutedja sangat penting di Bali pada era NKRI. Lalu bagaimana sejarah Anak Agung Bagus Sutedja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Anak Agung Bagus Sutedja di Bali

Pulau Bali sangat menarik perhatian Presiden Soekarno. Tentu saja, karena ibunya berasal dari Bali. Bukan itu yang dimaksud, tetapi di Bali sudah ada PNI yang dimotori oleh para golongan Muda. Salah satu tokoh PNI di Bali ini adalah Anak Agung Bagus Sutedja, putra Radja Djembrana. Pada saat RIS dibubarkan dan kembali ke NKRI, putra Bali pemegang portofolio tertinggi salah satu diantaranya adalah Anak Agung Bagus Sutedja,. Sebagai tokoh PNI di Bali, menjadi jalan untuk diangkat sebagai Residen Bali (Provinsi Soenda Ketjil yang mana sebagai Gubernur adalah Soesanto Tirtoprodjo).

PNI cabang di Bali didirikan oleh eks partai Parindo (Partai Rakyat Indonesia) yang telah dilarang pada tahun 1947 oleh pemerintah Negara Indonesia Timur. Meski demikian, dalam pemilihan anggota dewan di Negara Indonesia Timur (Parlementsleden in Oost-Indonesie) sejumlah kandidat telah terpilih diantaranya Anak Agung Bagus Sutedja dari daerah pemilihan (dapil) Djembrana (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-10-1949). Disebutkan juga dari berbagai daerah di Bali yang terpilih di Buleleng adalah I Gusti Njoman Wirja,; Badung, Ida Bagus Putra Manuaba; Gianjar, Anak Agung Gde Oka; Tabanan, I Made Mendera; dan Klungkung, Tjokorde Anom Putra,

Seiring dengan dibubarkannya RIS provinsi Soenda Ketjil tetap dilanjutkan tetapi di dalam konteks NKRI lalu dengan sendirinya gubernur dan para residen di Soenda Ketjil lengser. Dalam mengisi jabatan ini Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri mengangkat Anak Agung Bagus Sutedja sebagai Residen Bali dan juga sebagai pejabat gubernur Soenda Ketjil menggantikan I Gusti Bagus Oka  (lihat Pasca Het nieuwsblad voor Sumatra, 25-10-1950).

Dewan Radja-Radja di Bali diketuai oleh Anak Agung Gde Oka, yang dulu bertanggung jawab atas Bali, yang telah dibubarkan dan sekarang bertindak sebagai badan penasehat. Sebuah parlemen sementara telah dibentuk. Paruman Agung (bekas parlemen) juga telah dilikuidasi. Ketua parlemen sementara saat ini adalah I Gusti Putu Merte dari PNI, partai yang memiliki 10 dari 41 kursi. Bali adalah negara PNI, kata beberapa pejabat pemerintah. PNI memiliki lebih dari 1.000 anggota di Denpasar dan lebih dari 10.000 anggota terdaftar di seluruh pulau Bali. Posisi PNI di Bali mernuru Merte adalah sosial demokrasi nasional dan PNI mendukung anti-iraperialisme dan anti-feodalisme. Namun, kita tidak melupakan kenyataan jika orang ingin memiliki Raja. Namun radja yang dimaksud tidak memiliki kuasa lagi karena telah dibubarkan oleh pemerintah pusat.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Anak Agung Bagus Sutedja: Residen dan Gubernur Bali Era NKRI

Gubernur Sarimin Reksodihardjo sudah lama menjabat (sejak 1953) sudah waktunya masa bertugas selesai. Untuk menjabat sementara pada posisi Gubernur diperankan oleh I Gusti Bagus Oka hingga ditetapkannnya gubernur baru. Lalu yang diangkat gubernur baru di provinsi Nusatenggara (sebelumnya Soenda Ketjil) adalah Daoedsjah.

Seperti halnya Sarimin Reksodihardjo dalam persiapan pembentukan provinsi Sumatra Utara (menggabungkan tiga residentie Tapanoeli, Atjeh dan Sumatra Timur) pada tahun 1950 yang mana saat itu residen Atjeh adalah T Daoedsjah. Setelah secara definitif terbentuk provinsi Sumatra Utara lalu diangkat gubernnur pertama pada tanggal 2 Januari 1951 yakni Abdoel Hakim Harahap. Sarimin kembali ke Kementerian Dalam Negeri, hingga tahun 1953 menjadi pejabat gubernur di provinsi Soenda Ketjil. Selama menjadi gubernur Soenda Ketjil Sarimin pernah sakit selama tiga bulan dan baru kembali bertugas pada bulan Februari 1957 (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 04-02-1957). Untuk menjabat gubernur selama Sarimin sakit dikirim pejabat dari Kementerian Dalam Negeri (Residen) Daoedsjah. Pada penghujung masa tugas Sarimin sebelum ditetapkan secara definitif gubrnurt baru dijabat oleh I Gusti Bagus Oka (pejabat yang ditunjuk dari Kementerian Dalam Negeri). Sarimin terhitung sejak 1 April pensiun (lihat  Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 02-04-1957). Namun situasi terus berubah, peristiwa politik di Sumatra (Letnan Kolonel Achmad Husein) berdampak di Indonesia Timur yang mana panglimanya adalah Letnan Kolonel Sumual. Di Timor terjadi kerusuhan sebelumnya yang menyebabkan Resident Timor mengundurkan diri (lihat (lihaat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-04-1957). Akibatnya dilakukan SOB. Foto: Daoedsjah (1939)

Kini, pada tahun 1957 rekannya di Sumatra Utara sebelumnya, Daoedsjah menggantikan Sarimin di Soenda Ketjil (yang telah berubah menjadi Nusatenggara). Penunjukkan Daoedsjah dalam hal ini dihubungkan dengan masalah Sumual dan kerusuhan di Timor serta rencana reorganisasi di provinsi Nusatenggara yakni melikuidasi provinsi Nusatenggara dan kemudian membentuk tiga provinsi baru (Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur). Dalam proses reorganisasi ini Gubernur Daoedsjah bekerjasama dengan Ketua Dewan provinsi Nusatanggara WF Loemban Tobing (yang masih menjabat saat itu). Catatan: T Daoedsjah sebgai residen di Sumatra Utara sejak Maret 1955 ditarik ke Kementerian Dalam Negeri.

Pada saat ini dimana gubernur baru Daoedsjah selain didampingi ketua dewan provinsi Nusatenggara WF Loemban Tobing, juga dibantu dua residen yakni Residen Anak Agung Bagus Sutedja (Bali) dari Residen Timor. Meski St Ndoedn meminta mengundurkan diri di Timor akibat adanya kerusuhan, tetapi pemerintah pusat tetap menginginkan St Ndoen pada posisinya. Catatan: T Daoedsjah diangkat menjadi Gubernur provinsi Nusatenggara sejak awal April 1957 (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 10-04-1957). T Daoedsjah pejabat karir adalah pejabat daerah berpengalaman yang memulai karir sebagai kepada daerah di Idie, Atjeh tahhun 1930. Dia adalah seorang Republiken pada perang kemerdekaan di Sumatra Utara yang kemudian pada saat Negara Sumatra Timur dibubarkan dan kembali ke Negara Kesatuan (NKRI) diangkat sebagai Resident Atjeh yang mendampingi pejabat Kementerian Dalam Negeri Sarimin Reksodihardjo dalam proses pembentukan provinsi Sumatra Utara yang secara definitif gubernurnya dilantik pada tanggal 2 Januari 1951 (Abdoel Hakim Harahap). Abdoel Hakim Harahap sendiri juga adalah seorang Republiken, yang menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta tahun 1950. Anak Agung Bagus Sutedja di Bali juga adalah seorang Republiken (pendukung Republik Indonesia). Tidak lama kemudian pada bulan Juli untuk memperkuat keamanan di provinsi (sehubungan dengan Letnan Kolonel Sumual di Indonesia Timur) diangkat komandan baru di daerah Nusatenggara (Letnan Kolonel Minggu) yang dilantik langsung KASAD Major Jenderal Abdoel Haris Nasution di Singaradja (ibu kota provinsi).

Dalam perkembangannya dibentuk provinsi Nusa Tenggara Barat dengan mengangkat secara resmi gubernur pertama tanggal 14 Agustus 1958 Ruslan Tjakraningrat. Residen Anak Agung Bagus Sutedja sendiri ditarik ke Kementerian Dalam Negeri dan ditunjuk I Gusti Bagus Oka sebagai Residen Bali. Lalu kemudian menyusul dibentuk provinsi Nusa Tenggara Timur dengan mengangkat gubernur pertama secara resmi pada tanggal 20 Desember 1958 WJ Lalamentik. Bersamaan dengan pelantikan gubernur Nusa Tenggara Timur selesai sudah tugas Gubernur Daoedsjah di provinsi Nusatenggara. Sementara untuk wilayah Bali masih tetap sebagai residentie dengan residennya I Gusti Bagus Oka (sekaligus pejabat Gubernur Bali). Pembentukan provinsi Bali masih berlangsung karena harus lebih dahulu dilakukan reorganisasi pada pemerintahan yang lebih rendah. Sebagai pejabat Kementerian Dalam Negeri, reorganisasi di Bali dilakukan oleh residen I Gusti Bagus Oka sendiri.

Di pusat persiapan provinsi Bali terus berjalan. Peran mantan residen Bali Anak Agung Bagus Sutedja di Kementerian Dalam Negeri sangat penting. Besar dugaan Anak Agung Bagus Sutedja yang akan digadang-gadang untuk menjadi gubernur pertama provinsi Bali. Tiga kekuatan parlemen di pusat adalah PNI, NU dan PKI (setelah partai Masjumi menarik jarak dengan pemerintah pusat dan Presiden Soekarno).

Akhirnya proses pembentukan provinsi Bali tuntas dan gubernur yang ditetapkan di Bali, sebagaimana diperkirakan adalah Anak Agung Bagus Sutedja.  Gubernur Bali, Anak Agung Bagus Sutedja dilantik pada tanggal 14 Agustus 1959 (setahun setelah gubernur Nusa Tenggara Barat dilantik). Di provinsi NTB maupun provinsi NTT tampaknya sudah stabil, lebih-lebih pengaruh Letnan Kolonel Sumual (Permesta) sudah mulai meredup. Namun di provinsi Bali memiliki persoalan sendiri.

Anak Agung Bagus Sutedja sebenarnya adalah anak seorang Radja (Djembrana) tetapi memiliki sikap yang demokratis dan kerap bertentangan dengan sikap para radja-radja Bali yang cenderung masih konservatif. Anak Agung Bagus Sutedja dapat dikatakan generasi baru Bali. Sebagian mayaraat Bali boleh jadi sudah nyaman dengan Residen I Gusti Bagus Oka, tetapi kini yang datang sebagai gubernr baru Bali adalah Anak Agung Bagus Sutedja.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Gubernur Bali Anak Agung Bagus Sutedja (1959-1965): Chaos di Bali

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar