Sabtu, 17 Desember 2022

Sejarah Madura (41): Sepulu di Pantai Utara Madura; Sepoeloeh (1878) Sapoeloe (1885), Sapolo(1883) Sapoelo(1903) Sepoelo(1906)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini

Tempo doeloe nama tempat adakalanya ditemukan dengan nama bilangan seperti pulau Dua (Bangka), pulau Seribu (Banten), pulau Sambilan (pantai timur Sumatra). Apakah dalam hal ini nama tempat Sepulu di pulau Madura (kini nama kecamatan) juga adalah nama bilangan? Yang jelas di dekat kota Bangkalan ada nama tempat disebut Sambilangan. Dalam bahasa Jawa, 'sapoelo' berarti (angka bilangan) 'sepuluh' (lihat Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der konsten en weetenschappen, 1784). 


Sepulu, Bangkalan. Sepulu sebuah kecamatan di Kabupaten Bangkalan, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Daerah ini terletak di Pulau Madura. Dari sejarahnya nama Sepulu ada dua versi, (1) Sepulu berasal dari 1 pulau kecil (se pulau) yang konon daerah ini jika air laut pasang maka membentuk pulau kecil sehingga masyarakat memberi nama Sepulau (Sepulu). (2) Sepulu berasal dari jumlah sumur-sumur yang dulunya dikeramatkan dan biasa dijadikan sumber air minum oleh masyarakat, rasanya enak dibandingkan sumber air lainnya, sepanjang tahun airnya takpernah kering. Sumur-sumur itu berjumlah 10 Sepuluh (Sepulu) sumur (sumber) sehingga kerena air merupakan sumber kehidupan manusia maka dinamakanlah desa tersebut Sepulu. Sampai saat ini sumur-sumur yang masih dijadikan sumber air minum sebagian masih ada dan difungsikan dengan baik. Kecamatan Sepulu terdiri dari desa-desa: Bangsereh, Banyior, Gangseyan, Genelap, Kelbung, Klabetan, Klapayan, Labuhan, Lembung Paseser, Maneron, Prancak, Saplasah, Sepulu, Tanagura Barat, Tanagura Timur (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Sepulu di pantai utara pulau Madura? Seperti disebut di atas nama tempat Sepulu adalah nama kecamatan pada masa kini di kabupaten Bangkalan. Namun kini namanya dipertanyakan apakah sepuluh atau sepulau. Soal nama dan pergeserannya ada sejarahnya: Sepoeloeh (1878); Sapolo (1883), Sapoeloe (1885), Sapoelo (1903), Sepoelo (1906). Lalu bagaimana sejarah Sepulu di pantai utara pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. 

Sepulu di Pantai Utara Pulau Madura; Sepoeloeh (1878); Sapolo (1883), Sapoeloe (1885), Sapoelo (1903), Sepoelo (1906)

Nama Sepulu, mana yang benar: nama bilangan (sepuluh) atau nama penyatuan daratan (sepulau)? Sebelum memastikan yang benar mari kita perhatikan nama-nama geografis. Nama Bandar Sapoeloe adalah salah nama tempat (suku) di pantai barat Sumatra (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie 1839). Wilayah Bandar Sapoeloe berada diantara Padang dan Bengkulu, penduduknya terbilang Melayu. Nama Bondar Sappoeloe juga ditemukan di pedalaman Tapanoeli dan nama gunung Sapoeloe di Broenai. Masih di pantai barat Sumatra Bandar adalah salah satu marga di district Kaoer dan di district Kroei, Residentie Bengkoelen (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1874). Tentu saja banyak nama tempat menggunakan nama tempat seperti Bandar Lampoeng dan termasuk Bandjarmasin. Tentu saja ada nama district Bandar di Residentie Pekalongan.


Sapoeloe adalah bilangan sepuluh dalam bahasa Jawa, bahasa Melayu, bahasa Dayak. Bahasa Batak adalah sappoeloe. Dalam bahasa Makassar disebut sampoeloe dan bahasa Bone sebagai sapoeloe. Lalu mengapa dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia masa kini menjadi sepuluh?

Nama tempat Sapoeloe di pantai utara Madura diduga kuat adalah nama bilangan yang menjadi nama tempat. Diantara nama-nama yang mengidentifikasi tempat di pantai utara Madura Sepoeloeh, Sapolo, Sapoeloe, Sapoelo dan Sepoelo, penggunaan nama Sapoeloe yang paling umum dan juga dapat dikatakan nama yang disebut jauh lebih awal dari yang lainnya. Oleh karena itu nama tempat Sepulu yang sekarang di Madura, sebelumnya ditulis Sapoeloe (Sapulu). Lalu mengapa kini bergeser menjadi Sepulu? Bagaimana dengan Sepoelo yang diartikan sepulau?


Pertanyaannya apakah di wilayah Sepulu terdapat tanda-tanda secara geomorfologis yang mengindikasikan telah terjadi perubahan pada masa lampau dibandingkan dengan masa kini. Seperti kita lihat nanti di wilayah Ambunten tampak ada perubahaan geomorfologis. Perubahan geomorfologi sangat nyata di Sumenep dan di Bangkalan. Dalam Peta 1884 dapat diperhatikan di kota Sapoeloe tempo doeloe terdapat area yang dipisahkan oleh sungai dengan laut. Dalam area ini terdapat nama tempat Tandjoeng. Besar dugaan di masa lampau di dalam teluk Sapoeloe terdapat suatu pulau, dimana area yang berlawanan dengan pulau yang menyatu dengan daratan membentuk tanjong. Lalu lambat laut pulau/tanjong itu kini telah menyatu sepenuhnya menjadi daratan. Oleh karena itu nama Sapoeloe yang disebut Sepoelo (sepulau) dianggap merujuk pada proses penyatuan itu. Boleh jadi asosiasi pemaknaan nama Sapoeloe itu menjadi Sepoelo (sepulau) ada benarnya, tetapi nama Sapoeloe (bilangan sepuluh) adalah hal yang lain (penamaan tempat). Peta 1884

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sepoeloeh (1878); Sapolo (1883), Sapoeloe (1885), Sapoelo (1903), Sepoelo (1906): Bagaimana Sejarah Sepulu?

Pada tahun 1857 dilakukan perjanjian (traktat) di wilayah Madura. Sejak pembentukan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda di Madura, yang awalnya tiga distrik dibentuk menjadi empat afdeeling: Madura/Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Soemanap. Dalam perkembangannya di dalam afdeeling-afdeeling dibentuk distrik-distrik.


Dalam Almanak 1867 Afdeeling Madura dengan ibukota di Bangkalan dibagi menjadi lima district: Bangkalan Daija (96 kampong); Bangkalan Tenga (154 kampong); Bangkalan Laut (81 kampong); Baklega Daija (23 kampong); dan Balega Laut (114 kampong). Untuk afdeeling Sampang terdiri dari tiga district; afdeeling Pamekasan tiga distrik dan afdeeling Soemanap sebanyak 19 district.

Dalam perkembangannya tahun 1870 dilakukan reorganisasi pemerintahan termasuk di wilayah (residentie) Madura. Nama Afdeeling Madoera diubah menjadi Afdeeling Bangkalan (seusai dengan nama ibu kota). Dalam reorganisasi ini jumlah district menjadi enam dimana nama-nama district yang lama sebagian besar diubah namanya. Setelah menjadi district dengan ibu kota dio Sapaoeloe, kemudian didirikan sekolah. Keberadaan sekolah di Sapoeloe diketahui tahun 1879 (lihat Soerabaijasch handelsblad, 22-08-1879).


Soerabaijasch handelsblad, 24-09-1879: ‘Dari Madura. Dear Redaksi. Dari Bangkalan ke pos 17 [Sapoeloe]. Sebagian besar tampak ada kelambatan diamati antara Bangkalan dan ibu kota Tandjoeng di distrik Sapoeloe. Tapi saya tidak terlalu banyak mengeluh, kalau tidak saya mungkin akan sangat kecewa. Namun saya tidak ingin menahan sesuatu dari tempat-tempat ini, seorang Eropa, yang bertugas di kampung, diusir, dianiaya dan diancam dengan rumput mungkin) [arit]. Terdakwa tentang hal ini melarikan diri dari gerombolan polisi dan dihukum dengan hukuman 8 [delapan] hari apa yang saya tidak tahu. Orang Eropa lain dari seksi kesebelas dirajam sampai mati, dan para pelaku membayar kesenangan itu dengan denda sebesar 3 gulden, konon. hanyalah dua contoh keberanian orang Madura. Tentunya mereka tidak jahat dan merampok dari kebodohan! Jadi seseorang berbicara. Namun, beberapa kasus tersebut telah mencoreng hati orang Madura yang baik hati, sebagaimana mereka menyebut disini, yang bekerja untuk negara di hutan dan hutan belantara. Penegakan hukum! Polisi, dimana kamu? Apa yang kamu lakukan?’. Peta 1883

Nama-nama district di afdeeling Bangkalan adalah sebagai berikut: district Bangkalan ibu kota di Bangkalan; district Arosbaja di Arosbaja; district Sapoeloe di Sapoeloe; district Tanah Merah di Tanah Merah; district Kwanjar di Kwanjar; dan district Belega di Balega (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1886). District Sapoeloe dibagi ke dalam tiga onderdistrict. Yang menjadi wedana di district Sapoeloe adalah Raden Pandjie Noto Sastro (sejak 1885). Ada dua asisten wedana yang mana masing-masing ditempatkan di Tandjoeng Boemi dan dan di Kokop.


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-09-1885: ‘Pemerintahan pribumi di Madura. Diumumkan bahwa sesuai dengan otorisasi Raja, berlaku mulai 1 November 1885, hal-hal berikut akan ditentukan: 1. Pemerintahan sendiri pribumi dengan segala kelengkapannya, sepanjang masih berjalan di bekas panembahan Madura, dianggap telah dihapuskan, sedangkan bekas panembahan itu dibagi menjadi dua afdeeling, yaitu Bangkalan dan Sampang, yang berada di bawah pemerintahan langsung afdeeling Residentie Madura ditunjuk; 2. Khususnya penguasaan atas tanah-tanah tertentu (desa dan ladang-ladang) - tanah-tanah yang dipergunakan oleh anggota-anggota barisan yang aktif melayani dan pensiunan, termasuk tanah-tanah tertentu yang disebut mantri-barisan, dikecualikan - yang tidak dipungut oleh umum peraturan mengenakan pajak dan pelaksanaan kekuasaan atau otoritas atas penduduk oleh pejabat dan kepala selain yang ditunjuk oleh Pemerintah, tidak termasuk administrator desa; 3. Formasi inspektur pada internal pemerintahan di Jawa dan Madura diperluas untuk kepentingan afdeeling Bangkalan dan Sampang dengan 1 inspektur golongan pertama dan 2 inspektur golongan kedua sehingga bertambah menjadi 110 inspektur, dimana 43 inspektur golongan pertama. dan 67 dari kelas dua. Dengan pengaturan ini, (nama) Asisten Residen Madura, juga dikenal sebagai Bangkalan, untuk selanjutnya hanya akan disebut dengan nama yang belakangnya dalam dokumen resmi. Kedua asisten residensi baru ini masing-masing akan dibagi menjadi dua masing-masing Conteoleur dan dengan 6 dan 4 distrik, yakni Bangkalan, Kwanjar, Tanah Merah, Belaga, Arosboja, Sapoulu, Sampang-Laut, Sampang-Timur, Sampang-Barat dan Sampang-Daja’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar