Sabtu, 27 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (11): Sekolah Pamong OSVIA di Bandoeng Magelang Probolinggo Serang Madiun Blitar Fort de Kock; Mosvia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Dalam artikel sebelumnya sudah dideskripsikan sekolah kedokteran (Docter Djawa Svhool menjadi SYOVIA) dan sekolah guru (kweekschool menjadi normaalschool). Sekolah pamong Hoofden School kemudian menjadi OSVIA. Dalam hal ini setiap era memiliki kebutuhannya sendiri-sendiri. Sekolah pamong dibutuhkan untuk kebutuhan pemerintahan di tingkat local (penduduk pribumi).


Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) sekolah pendidikan bagi calon pegawai-pegawai bumiputra pada zaman Hindia Belanda. Setelah lulus mereka dipekerjakan dalam pemerintahan kolonial sebagai pamong praja atau ambtenaar. Sekolah ini dimasukkan ke dalam sekolah ketrampilan tingkat menengah dan mempelajari soal-soal administrasi pemerintahan. Masa belajarnya lima tahun, tetapi tahun 1908 masa belajar ditambah menjadi tujuh tahun. Pada umumnya murid yang diterima di sekolah ini berusia 12-16 tahun. Sebelumnya sekolah OSVIA bernama Hoofden School (sekolah para pemimpin). Sekarang OSVIA bertransformasi menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Hoofden School tersebar di Jawa, masing-masing di Bandung, Magelang, dan Probolinggo. Pada tahun 1900 sekolah-sekolah ini mengalami reorganisasi dan diberi nama baru, yakni OSVIA. Di Bandung, sebagian muridnya berasal dari Jawa Barat. OSVIA Magelang, menarik siswa-siswa dari Jawa Tengah, sedangkan OSVIA Probolinggo bagi siswa dari Jawa Timur. Pada tahun 1900, OSVIA membuka cabang lagi di tiga tempat, yakni Serang, Madiun, dan Blitar. Pembukaan cabang itu dilakukan karena jumlah murid OSVIA meningkat dua kali lipat. Pada tahun 1918, OSVIA membuka cabang di Bukittinggi, Sumatra Barat. Pada tahun 1927 seluruh cabang OSVIA digabungkan menjadi MOSVIA (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) berpusat di Magelang. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah sekolah pamong OSVIA di Bandoeng, Magelang, Probolinggo, Serang, Madioen, Blitar dan Fort de Kock? Seperti disebut di atas sekolajh pamong ini disebut Hoofden School yang kemudian menjadi sekolah OSVIA. Untuk meningkatkan kualitas sekolah pamong kemudian dibentuk sekolah MOSVIA. Lalu bagaimana sejarah sekolah pamong OSVIA di Bandoeng, Magelang, Probolinggo, Serang, Madioen, Blitar dan Fort de Kock? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sekolah Pamong OSVIA di Bandoeng, Magelang, Probolinggo, Serang, Madioen, Blitar, Fort de Kock; MOSVIA

Ada kaitan antara sekolah guru (kweekschool) dengan sekolah pamong (hoofdenschool). Sekolah yang sudah ada baru sekolah guru. Hingga tahun 1865 sudah ada tiga sekolah guru di Hindia Belanda di bawah pemerintah, yakni di Soerakarta (dibuka 1852), di Fort de Kock (1856) dan di Tanobato (1862). Selain itu, ada sekolah guru di Amboina, yang didirikan misionaris tahun 1834 (namun kualitasnya berada di bawah sekolah guru pemerintah). Pada tahun 1865 dibangun sekolah Hoofden School di Tondano.


De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-02-1865: ‘Di Minahasa, sebuah sekolah telah didirikan di Tondano untuk anak-anak Hoofden. Gedung sudah siap, guru-guru sudah diangkat, dan tak lama kemudian sekolah akan beroperasi. Anak laki-laki berusia 13-17 tahun belajar. Sejauh menyangkut pendidikan, segala macam mata pelajaran yang berguna akan diajarkan disana, untuk membentuk manusia yang praktis seperti geometri tanah, pengetahuan konstruksi tanah, fisika, dll, dll’.

Lulusan sekolah diangkat menjadi guru. Lulusan sekolah pamong diangkat menjadi demang (camat pada masa ini). Guru akan memimpin sekolah untuk mengajar murid. Demang akan memimpin suatu district/onderdistrict untuk membantu kepala district/bupati. Dalam hal ini bupati berkoordinasi dengan Controleur/asisten residen. Sementara sekolah pamong pertama (di bawah pemerintah) di Tondano, pada tahun 1866 sekolah guru di Bandoeng dibuka. Ini menambah jumlah sekolah guru pemerintah.


Sekolah pamong di Tondano dibuka pada bulan Febrerui 1865 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-07-1865). Disebutkan sejauh ini berjalan dengan baik yang diasuh oleh guru van der Hoek. Jumlah siswa sebanyak 40 eleves. Bahasa pengantar adalah bahasa Melayu. Lama studi diperkirakan tiga tahun. Sejumlah pelajaran diajarkan termasuk aritmatika dan bahasa Belanda. Para siswa yang juga datang dari berbagai tempat di Minahasa sebagian besar kos di luar sekolah.

Inspektur Pendidikan JA van der Chijs mengunjungi sekolah pamon di Tondano (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 21-02-1868). Disebutkan van der Chijs akan melakukan penilaian terhadap sekolah baru ini. Dalam kunjungan ini diperoleh keterangan bahwa sekolah-sekolah komunitas yang berada di bawah pengawasan misionaris meminta untuk diambil alih oleh pemerintah. Sekolah pamong di Tondano van der Hoek dibantu oleh guru kedua L Mangindaan.


Sekolah guru, sekolah kedokteran dan dalam hal ini sekolah pamong adalah sekolah menengah dimana siswa yang diterima adalah lulusan sekolah dasar pribumi. Dalam system pendidikan, pendidikan di Belanda terhubung dengan pendidikan di Hindia Belanda (orang Eropa/Belanda) dan pendidikan pribumi. Sekolah menengah adalah lembaga pendidikan yang secara langsung terhubung dengan peradaban Belanda. Bahasa Belanda baru diajarkan dengan intens bahasa Belanda. Dalam hal ini di sekolah pamong mulai ditanamkan ilmu-ilmu barat, pelajaran mata pelajaran Barat ke dalam (calon) pemimpin pribumi (Indisch Hoofden).

Tunggu deskripsi lengkapnya

MOSVIA: Dari Hoofden School hingga IPDN

Sekolah pamong di Tondano sejati inisiatif di daerah oleh Resident. Berbeda dengan di wilayah lain, residen/asisten residen lebih membutuhkan sekolah guru seperti di Padangsche, Angkola Mandailing (Tapanoeli) dan Bandoeng (Preanger). Sekolah guru di Soerakarta adalah inisiatif pemerintah. Boleh jadi karena di Minahasa (residentie Manado) sudah banyak sekolah-sekolah komunitas di bawah pengawasan misionaris, sekolah pamong dianggap lebih diperlukan.


Namun dalam perkembangannya, persoalan muncul, kecilnya subsidi pemerintah, diantara resident dan penduduk muncul polemic karena kenaikan uang sekolah dan soal tempat tinggal (di asrama atau di luar). Sementara itu, permintaan agar sekolah komunitas diambil pemerintah terus menguat. Sebab, pemerintah pusat dari waktu ke waktu mendirikan sekolah dasar pemerintah di Jawa dan Sumatra. Kualitas lulusan sekolah dasar di Minahasa menjadi jauh tertinggal. Juga sekolah guru di Amboina (yang didirikan misionaris, yang juga memasok guru-guru di residentie Manado) dianggap tidak memenuhi syarat sebagai sekolah guru.

Pada tahun 1868 pemerintah untuk pertama kali Menyusun statistic/laporan pendidikan yang kompregensif. Statistik ini termasuk jumlah sekolah, jumlah guru, jumlah siswa, tingkat kehadiran siswa dan sebagainya. Para pengamat/pegiat pendidikan terus mereview situasi dan kondisi pendidikan dan bagaimana mencari solusi permasalahan yang ada. Hal in dipicu oleh hasil kunjungan Inspektur Pendidikan ke berbagai tempat termasuk ke Angkola Mandailing dan Minahasa. Kualitas kendidikan di Angkola Mandailing sangat maju. Isu pendidikan menjadi diskusi dan perdebatan.


Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels, nieuws- en advertentieblad, 20-03-1865: ‘Izinkan saya mewakili orang yang pernah ke daerah ini. Di bawah kepemimpinan Godon daerah ini telah banyak berubah, perbaikan perumahan, pembuatan jalan-jalan. Satu hal yang penting tentang Godon telah membawa Willem Iskander studi ke Belanda dan telah kembali kampungnya. Ketika saya tiba, disambut oleh Willem Iskander, kepala sekolah dari Tanabatoe diikuti dengan enam belas murid-muridnya, Willem Iskander duduk di atas kuda dengan pakaian Eropa murid-muridnya dengan kostum daerah….Saya tahun lalu ke tempat dimana sekolah Willem Iskander didirikan di Tanobato…siswa datang dari seluruh Bataklanden…mereka telah diajarkan aritmatika, ilmu alam, prinsip-prinsip fisika, sejarah, geografi, matematika…bahasa Melayu, bahasa Batak dan bahasa Belanda….saya sangat puas dengan kinerja sekolah ini’. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-11-1868/ Soerabayasch Handelsblad, 05-11-1868: ‘Mari kita mengajarkan orang Jawa, bahwa hidup adalah perjuangan. Mengentaskan kehidupan yang kotor dari selokan (candu opium). Mari kita memperluas pendidikan sehingga penduduk asli dari kebodohan’. Orang Jawa, harus belajar untuk berdiri di atas kaki sendiri. Awalnya Chijs mendapat kesan (sebelum ke Tanobato) di Pantai Barat Sumatra mungkin diperlukan seribu tahun sebelum realisasi gagasan pendidikan (sebaliknya apa yang dilihatnya sudah terealisasi dengan baik). Kenyataan yang terjadi di Mandailing dan Angkola bukan dongeng, ini benar-benar terjadi, tandas Chijs’

Satu hal yang bersifat dilematis, terutama di Jawa, siswa yang hadir di sekolah dasar pemerintah justru cenderung oleh penduduk biasa, sebaliknya penduduk dari kelas atas atau prijaji ((lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 16-09-1871). Akibat dari itu, para calon/pemimpin local justru dari keluarga prijaji, dalam urusan pengetahuan dan pendidikan kalah dibandingkan dengan lulusan sekolah guru (Soerakarta dan Bandoeng).  


Sekolah pamong yang didirikan di Tondano, akhirnya pemerintah mengarahkannya untuk membentuk guru-guru yang diperlukan. Idem dito, kemudian sekolah guru di Amboina yang awalnya di bawah pengawasan misionaris akhirnya diambil alih oleh pemerintah. Sebelumnya, telah terbit beslit keputusan Gubernur Jenderak pada tanggal 19 Agustus. 1868, No.12, otorisasi telah diberikan untuk memproduksi berbagai buku dengan jenis huruf Melayu (aksara Jawi), Jawa, Soenda, Batak dan Makasar (Bugis).

Dalam perkembangannya, pemerintah tampaknya telah menemukan solusi antara dikotonomi sekolah pamong dengan sekolah guru. Sekolah guru adalah suatu hal, sekolah pamong adalah hal lainnya. Namun dalam hal ini pemerintah mendirikan sekolah guru baru, tetapi juga ada yang mengubah sekolah guru menjadi sekolah pamong. Sekolah pamong yang direncanakan adalah sekolah pamong yang juga lulusannya bisa menjadi guru.


De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 29-06-1872: ‘Kami sekarang juga mendapatkan sekolah dari 't Gouvernement untuk guru-guru pribumi, di mana sekolah untuk kepala suku dan anak laki-laki di Tondano mungkin akan dibubarkan. Itu akan menjadi hiasan yang indah; yang biayanya ± 40.000 gulden setahun. Saat ini sekolah pamong di Tondano selain guru gambar dan guru senam, diinformasikan bahwa dengan demikian ada empat guru yang ditugaskan di lembaga (sekolah pamong) itu untuk mendidik lima puluh orang eleves’.

Sekolah pamong di Tondano adalah sekolah pionir. Namun nasibnya, karena berbagai alasan, dan juga adanya pertimbangan pemerintah, akhirnya harus dibubarkan. Namun sebagai gantinya di wilayah Minahasa (residentie Manado) akan didirikan sekolah guru (kweekschool). Bagaimana dengan sekolah guru yang lainnya? Tampaknya sekolah di Fort de Kock selama ini ternyata tidak terselenggarakan lagi. Mengapa? Idem dito dengan di Jawa, sekolah guru di Soerakarta dan Bandoeng yang tidak hanya jumlah siswa yang tidak berkembang, juga lulusannya hanya beberapa orang setiap tahun. Last but not least: bagaimana dengan sekolah guru terbaik di Tanobato, Angkola Mandailing?

 

De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 01-10-1872: ‘Kweekscholen. Langkah-langkah telah diambil oleh pemerintah dengan keputusan tanggal 24 bulan lalu untuk dapat melanjutkan secepat mungkin pembukaan sekolah pelatihan untuk guru di Fort de Kock (pantai barat Sumatera) dan di Tondano (residentie Menado). Untuk mengantisipasi pendirian bangunan permanen untuk bekas sekolah, sebesar f9000 telah disediakan untuk pembangunan ruang kelas sementara. Sekolah guru pelatihan di Tondano akan menggunakan gedung pedesaan yang selama ini digunakan untuk sekolah pamong yang dibubarkan’.

Pada tahun 1874 sekolah guru (kweekschool) di Soerakarta direlokasi ke Magelang. Mengapa? Ada keinginan pemerintah, bahwa sekolah guru sulit dijadikan sebagai pintu peradaban Eropa/Belanda., lalu sekolah guru di Megelang salah satu materi penting, pengajaran bahasa Belanda ditekankan. Inilah yang membedakan dengan sebelumnya di Soerakarta. Sementara pemerintah akan membangun beberapa sekolah pamong, juga pemerintah telah merencanakan untuk peningkatan mutu sekolah guru dan peningkatan mutu guru.


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-03-1874: ‘Dengan keputusan tanggal 6 bulan ini, Radja mengambil keputusan yang diperlukan di bawah otorisasi untuk mengirim kepala sekolah di kweekschool untuk guru Inlandsche di Tanah-Bato (residentie Tapanoeli, province Sumatra’s Westkust), Willem Iskander, dan tiga pribumi lainnya, ke Belanda, agar untuk dilatih studi dua tahun lebih lanjut untuk pendidikan inlandsch. yang akan ditemani Iskandcr, yaitu pemuda Batak Si Banas, Soendanees Raden Ardi Sasmita, sekarang menjadi guru di sekolah pribumi di Madjalengka (residentue Tjirebon) dan Raden Soerono, guru di Soerakarta. Sehubungan dengan keberangkatan Iskander sementara menutup sekolah guru  di Tanah-Batoe’.

Sekolah guru terbaik di Tanobato, akhirnya harus ditutup. Tampaknya tidak ada orang yang bisa menggantikan peran Willem Iskander yang akan berangkat ke Belanda untuk membimbing tiga guru muda dari Angkola Mandailing, Bandoeng dan Soerakarta. Guru-guru muda ini setelah lulus di Belanda diproyeksikan akan menjadi guru di sekolah guru Magelang, sekolah guru Bandoeng dan sekolah guru yang akan dibangun di Padang Sidempoean (dimana Willem Iskander akan menjadi direktur sekolah). Eks sekolah guru di Soerakarta, diduga kuat dijadikan sebagai sekolah dasar negeri. Hal ini sesuai yang terinformasikan bahwa tanggal 12 April yang lalu di ibu kota Soerakarta sebuah sekolah Gouvernements Inlandsche school dibuka dengan 84 leerlingen (lihat Nederlandsche staatscourant, 11-06-1875).


Dalam laporan pendidikan tahun 1876 banyak hanya yang dibahas (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 06-11-1876). Statistik pendidikan yang terbaru dideskripsikan. Dalam laporan ini juga dua sekolah guru di Magelang dan Bandoeng juga dibicarakan. Dua sekolah ini juga mendapat perhatian untuk diarahkan dengan kurikulum berbasis sekolah pamong. Pembahasan peningkatan kualitas sekolah dan guru versus perluasan pendidikan juga dibahas (catatan: masih banyak wilayah yang belum ada sekolah, dan wilayah yang ada jumlahnya masih sedikit dari yang dibutuhkan). Pengajaran bahasa Belanda untuk sekolah menengah (sekolah guru dan sekolah pamong) dibicarakan. Sekolah-sekolah misionaris juga dibicarakan, jika tujuannya hanya exclusive agama atau sekolah yang dapat diakses oleh umum (catatan: pemerintah tidak membedakan agama).

Pada tahun 1878 diumumkan pembukaan sekolah pamong di Bandoeng, Magelang, Probolinggo dan Tondano (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 03-04-1878). Pemberitahuan ini telah memastikan rumor yang sebelumnya menjadi perbincangan telah menjadi kenyataan terbentuknya empat buah sekolah pamong. Bagaimana sekolah pamong ini terbentuk, dalam sidang Tweede Kamer di Belanda yang diselenggarakan bulan September 1877 telah diratifikasi (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 21-09-1877). Tiga sekolah guru telah berubah fungsi, sementara sekolah guru di Tondano sejatinya masih sekolah pamong meski sebelumnya sudah diubah menjadi sekolah guru seperti di Fort de Kock.


Bagaimana dengan sekolah guru di Fort de Kock, ketiga dua sekolah guru terawal telah dijadikan sebagai sekolah pamong? Sekolah pamong di Probolinggo sendiri adalah sekolah baru dibentuk untuk sekolah pamong. Seperti disebut di atas, sekolah guru di Tanobato telah ditutup tahun 1873. Lantas bagaimana dengan rencana pembangunan sekolah guru di Padang Sidempoean?

Sekolah menengah bagi pribumi telah bertambah, dari semula hanya sekolah kedokteran dan sekolah guru, kini sudah ada sekolah pamong. Jika inisiatif sekolah guru bermula di Soerakarta, sekolah pamong bermula di Tondano. Sekolah kedokteran di Batavia (Docter Djawa School) tetap terselenggara dengan baik dan kurikulumnya terus ditingkatkan.


Hingga tahun 1879 selain sekolah pamong di Magelang, Bandoeng, Probolinggo, dan Tondano, sekolah guru yang ada terdapat di Fort de Kock, Amboina, Banjarmasin (sejak 1875), Makassar (sejak 1876), dan Padang Sidempuan yang dibuka pada tahun 1879. Di sekolah guru Padang Sidempoean, yang menjadi direktur adalah Mr Harmsen, sebab Willem Iskander yang diproyeksikan, telah meninggal dunia di Amsterdam pada tahun 1876.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar