Jumat, 02 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (18): Kota Muncar di Wilayah Banyuwangi, Apa Keutamaannya? Teluk Blambangan dan Sungai Setail Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Muncar di wilayah Banyuwangi. Apa pentingnya? Nah, itu dia. Okelah, tidak apa. Tentu saja Muncar memiliki sejarahnya sendiri. Hanya saja selama ini kurang terinformasikan. Pada masa ini Muncar hanya dikenal sebagai pelabuhan perikanan. Sejarah Muncar haruslah dikaitkan dengan sejarah kerajaan Blambangan dan sungai Setail.


Muncar adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Di kecamatan Muncar ini terdapat pelabuhan ikan terbesar se-pulau Jawa yaitu Pelabuhan Muncar yang merupakan pelabuhan penghasil ikan laut terbesar kedua setelah Bagan Siapi-api. Kecamatan Muncar juga dikenal sebagai sentra penghasil buah semangka terutama di Desa Tembokrejo dan Desa Sumbersewu sedangkan tempat wisata yang paling populer dan masih alami di kecamatan Muncar adalah Teluk Biru. Desa/kelurahan yang terdapat di kecamatan ini adalah: Blambangan, Kedungrejo, Kedungringin, Kumendung, Sumberberas, Sumbersewu, Tambakrejo, Tapanrejo, Tembokrejo, Wringin Putih. Wilayah kecamatan ini dilewati oleh beberapa sungai seperti Sungai Binau, Sungai Bomo, dan Sungai Lumbun. Suku Bangsa yang mendiami Kecamatan Muncar adalah, Suku Osing, Jawa, Mandar, Bugis dan Madura (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Muncar di wilayah Banyuwangi, apa keutamaannya? Seperti disebut di atas, sejarah Muncar kurang terinformasikan. Fakta bahwa sejarah Muncar terkait dengan teluk Blambangan dan sungai Setail tempo doeloe. Lalu bagaimana sejarah Muncar di wilayah Banyuwangi, apa keutamaannya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Muncar di Wilayah Banyuwangi, Apa Keutamaannya? Teluk Blambangan dan Sungai Setail Tempo Doeloe

Nama Muncar mungkin merujuk pada moentjar (cemerlang). Nama tempat Muncar sudah ada sejak lama. Nama tempat Mucar juga ada nama tempat, district Moentjar di afdeeling Temanggoeng (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-11-1889). Pada masa ini district adalah setingkat kecamatan dan afdeeling setingkat kabupaten.


Nama Moentjar juga ada di Jawa Tengah sebagai nama desa di district Tengaran afdeeling Salatiga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-12-1892). Nama Moentjar juga ada sebagai nama sungai yakni Kali Moentjar di afdeeling Bodjonegoro (lihat Soerabaijasch handelsblad, 25-03-1896). Tentu saja ada nama Moentjar sebagai nama desa di wilayah afdeeling Banjoewangi (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-10-1902).

Nama desa Moentjar, seperti kita lihat nanti, sebenarnya begitu penting dalam sejarah wilayah Banjoewang semasa (kerajaan) Balambangan (era Hindoe). Pada era kerajaan Balambangan besar dugaan nama Moentjar belum ada. Mangapa? Yang ada adalah nama kota Balambangan di daerah aliran sungai Balambangan (kini sungai Setail).


Di masa lampau pada era Portugis, di barat pulau Jawa, ada kehidupan Hindoe yang berpusat di Pakwan Padjadjaran. Ancaman dari Demak dan Cheribon terhadap Pakwan Padjadjaran dari dua arah yakni di Tjeribon dan di Banten. Pengepungan Pakwan Padjadajran dari arah pantai, di wilayah Banjoewangi datang dari satu arah, yakni dari arah pedalaman. Seperti halnya Pakwan Padjadjaran (jalur escape ke pantai selatan Jawa), di wilayah Balambangan masih ada jalur escape ke perairan (ke arah Bali). Dalam konteks inilah nama Moentjar menjadi penting.

Kota Balambangan ibu kota (kerajaan) kehidupan populasi Hindoe yang masih tersisa di pulau Jawa. Kehidupan Hindoe cenderung jauh di belakang pantai. Besar dugaan ibu kota ini bera di kota Kradenan yang sekarang. Namun dimana posisi GPS tidak terinformasikan. Ada yang menyebut kota itu masih menyisakan peninggalan pemukiman dimana masih ada berupa benteng dan batu-batu berserakan (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-10-1902). Disebutkan lebih lanjut sejak hancurnya kota Balambangan, pusat kerajaan (Hindoe) dibangun di suatu tempat sekitar pantai yang diduga di dekat desa Moentjar. Dimanakah?


Sejarah Balambangan dan sejarah Banjoewangi adalah dua hal yang berbeda, berbeda orientasi wilayah dan berbeda masa. Sejarah Balambangan di sekitar teluk Balambangan di daerah aliran sungai Balambangan (sungai Setail), suatu sejarah yang merujuk pada pusat dan kerajaan Hindoe pada masa lampau. Sedangkan sejarah Banjoewangi bermula pada era VOC/Belanda dengan didirikannnya benteng Banjoewangi. Sejarah Balambangan di selatan arahnya ke utara hingga gunung Baluran, sebaliknya sejarah Banjoewangi arahnya ke berbagai arah: selatan ke wilayah pusat Balambangan, ke utara hingga gunung Baluran, ke timut ke selat sempit, selat Bali dan ke barat kea rah pegunungan tinggi (Mataraman). Hal itulah pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda wilayah eks Balambangan dibagi dua district: District Banjoewangi dan District Rogodjampi.

Pada masa permulaan Pemerintah Hindia Belanda, mengapa ibu kota district hanya ada di Banjoewangi dan di Rogodjampi? Tentu saja ada alasannya dan juga ada sejarahnya ke belakang. Namun dalam ini tidak sedang membicarakan nama Banjoewangi dan nama Rogodjampi, tetapi membicarakan kota Muncari yang letaknya di teluk Balambangan. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, Moentjar hanya sebuah pemukiman setingkat desa kecil/kampong.


Pada masa ini, Muncar menjadi nama kecamatan dengan ibu kota di Muncar. Wilayah kecamatan ini dilewati oleh beberapa sungai seperti sungai Binau, sungai Bomo, dan sungai Lumbun. Sebagaimana kita lihat nanti, kota Genteng ibu kota kecamatan Genteng tidak ada nama desa Genteng; di kota Muncar juga tidak ada nama desa Muncar. Mengapa? Nama desa Muncar menjadi nama wilayah (kota/kecamatan). Namun yang perlu dicatat di kecamatan Muncar ada nama desa Blambangan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Teluk Blambangan dan Sungai Setail Tempo Doeloe: Bagaimana Wilayah Muncar Terbentuk?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar