Senin, 07 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (3): Guru-Guru Muda Studi ke Belanda,Peningkatan Kualitas Guru dan Sekolah; Tan Tjoen Liang - Oei Jan Lee


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Siapa Tan Tjoen Liang dan Oei Jan Lee? Mereka berdua berangkat studi ke Belanda semasa Pemerintah Hindia Belanda tengah memprioritas peningkatan kulaitas guru dan sekolah pribumi dengan mengirim guru-guru pribumi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru. Itu dimulai dengan tiga guru muda pertama: Barnas Lubis, Raden Seorono dan Raden Adi Sasmita. Sementara itu Tan Tjoen Liang dan Oei Jan Lee studi ke Belanda atas inisiatif sendiri, seperti halnya yang dilakukan sebelumnya oleh Willem Iskander dan Ismangoen Danoe Winoto.

 

Sebagai kelanjutan dari Keputusan Raja, tanggal 30 September 1848, tentang pembukaan sekolah dasar negeri maka untuk memenuhi kebutuhan guru pada sekolah-sekolah dasar tersebut dibuka sekolah pendidikan guru negeri pertama di Nusantara pada 1852 di Surakarta didasarkan atas keputusan pemerintah tanggal 30 Agustus 1851. Pada waktu sebelumnya, Pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru yang diberi nama Normaal Cursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru Sekolah Desa. Sekolah guru di Surakarta ini murid-muridnya diambil dari kalangan priyayi Jawa. Bahasa pengantarnya adalah bahasa Jawa dan Melayu. Sekolah ini pada 1875 dipindahkan dari Surakarta ke Magelang. Setelah pendirian sekolah guru di Surakarta berturut-turut didirikan sekolah sejenis di Bukittinggi (Fort de Kock) 1856, Tanah Batu, Tapanuli 1864, yang kemudian ditutup 1874, Tondano 1873, Ambon 1874, Probolinggo 1875, Banjarmasin 1875, Makassar 1876, dan Padang Sidempuan 1879. Adanya perubahan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan sehingga beberapa sekolah ditutup dengan alasan penghematan keuangan negara. Kweekscool yang ditutup di Magelang dan Tondano 1875, Padang Sidempuan 1891, Banjarmasin 1893, dan Makassar 1895. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah guru-guru muda studi ke Belanda, upaya peningkatan kualitas guru dan sekolah? Seperti disebut di atas tiga guru muda pertama Barnas Lubis, Raden Seorono dan Raden Adi Sasmita. Guru-guru muda juga diberikatan beasiswa oleh pemerintah. Sementara itu, Tan Tjoen Liang dan Oei Jan Lee atas inisiatif sendiri. Lalu bagaimana sejarah guru-guru muda studi ke Belanda, upaya peningkatan kualitas guru dan sekolah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Guru-Guru Muda ke Belanda, Upaya Peningkatan Kualitas Guru dan Sekolah; Tan Tjoen Liang dan Oei Jan Lee

Pemerintah Hindia Belanda kembali mengirim guru-guru muda ke Belanda untuk studi keguruan. Ada tiga guru muda, yakni Raden Kamil, Raden Soejoed dan Hamsah. Satu dari tiga guru muda sebelumnya yang dikirim, Raden Ardi Sasmita masih di Belanda (dua yang lain telah meninggal dunia). Raden Kamil, Raden Soejoed dan Hamasah di Belanda akan dididik di bawah pengawasan D Hekker.


Raden Kamis, Raden Soejoed dan Hamsah berangkat ke Belanda dengan menumpang kapal ss Koning der Nederlanden pada bulan Juni 1877 (lihat Algemeen Handelsblad, 30-06-1877). Disebutkan kapal ss Koning der Nederlanden berangkat dari Batavia dengan tujuan akhir Nederland dimana terdapat nama penumpang Raden Kamil, Raden Soejoed dan Hamsah. Dari puluhan penumpang hanya mereka bertiga yang bernama non Eropa/Belanda.

Pada tahun 1878 Pemerintah Hindia Belanda kembali mengirim dua guru muda untuk studi ke Belanda. Dua guru muda tersebut adalah Jozias Ratulangi dan Elias Kandou. Mereka berdua berangkat dengan kapal ss Prins van Oranje dari Batavia dengan tujuan akhir Nederland (lihat Bataviaasch handelsblad, 27-04-1878). Dari puluhan penumpang hanya mereka bedua yang bernama non Eropa/Belanda.


Dalam dua tahun terakhir Pemerintah Hindia Belanda telah mengirim lima guru muda untuk studi ke Belanda yakni Raden Kamil. Raden Soejoed, Hamsah, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou. Dengan demikian di Belanda ada enam guru muda termasuk Raden Ardi Sasmita.

Pada tahun 1879 guru muda Hamsah setelah beberapa lama di Belanda, dan belum menyelesaikan studi, kembali ke tanah air (lihat Het vaderland, 14-04-1879). Disebutkan kapal st Amalia dari Nieuwediep dengan tujuan akhir Batavia dimana di dalamnya terdapat penumpang bernama S Hamsah. Dalam manifes kapal juga terdapat nama Mas Ardi Sasmita. Dari puluhan penumpang hanya mereka berdua bernama non Eropa/Belanda.


Lantas mengapa Hamsah kembali ke tanah air. Tidak terinformasikan. Raden Ardi Sasnita berangkat ke Belanda tahun 1874 dan Hamsah berangkat tahun 1877. Lalu apakah Raden Sasmita telah menyelsaikan studinya? Juga tidak terinformasikan.

Dengan kepulangan Hamsah dan Mas Ardi Sasmita, guru muda yang meneruskan studi di Belanda tinggal sebanyak empat orang, yakni Raden Kamil, Soejoed, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou. Pada tahun 1880 tiga dari empat guru muda telah menyelesaikan studi (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 10-11-1880). Disebutkan tiga dari empat pemuda pribumi yang dilatih di Amsterdam baru saja lulus ujian untuk asisten guru dan akan segera kembali ke Hindia Belanda. Guru muda yang keempat masih belum siap untuk melakukan ujian.


Raden Kamil, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou kembali ke tanah air pada bulan Desember 1880 (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 06-12-1880). Disebutkan dari Amsterdam tanggal 4 Desember berangkat dengan tujuan akhir Batavia kapal ss Prins van Oranje dimana diantara penumpang terdapat nama Raden Kamil, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou. Dari puluhan penumpang hanya mereka bertiga nama non Eropa/Belanda. Tampaknya guru muda yang belum menyelesaikan studi di Belanda adalah Raden Soejoed yang berasal dari Magelang. Apa yang menyebabkan Raden Soejoed mengalami kesulitan dalam studi di Belanda. Dua guru yang berasal dari Minahasa yang datang belakangan telah lulus di Belanda. Apakah ada faktor non akademik yang mempengaruhinya?

Sementara itu Pemerintah Hindia Belanda kembali mengirim tiga guru muda satu dari Residentie Padangsche Benelanden dan dua dari Residentie Ambon. Namun yang terinformasikan dua guru muda dari Ambon berangkat ke Belanda. Kedua guru dari Ambon tersebut adalah ME Anakotta dan JH Wattimena berangkat tahun 1881 (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 16-09-1881). Disebutkan kapal ss Conrad dari Batavia menuju Amsterdam pada tanggal 13 Agustus 1881 dimana terdapat dua penumpang bernama ME Anakotta dan JH Wattimena. Dalam manifest kapal ini hanya mereka berdua dengan nama non Eropa/Belanda.


Pada tahun 1881 sekolah guru yang ada di Hindia Belanda berada di Magelang (suksesi Soeracarta), Fort de Kock. Tondano (didirkan 1873), Ambon (didirikan 1874), Probolinggo (didirikan 1875), Banjarmasin (1875), Makassar (1876) dan Padang Sidempuan (1879). Hingga tahun 1881 tidak ada lagi guru muda yang dikirim ke Belanda. 

Pada tahun 1881 Oei Jan Lee melanjutkan studi ke Belanda. Oei Jan Lee  disebut terakhir sekolah HBS di Batavia (lulus kelas tiga). Disebutkan beberapa bulan yang lalu Oei Jan Lee dengan HBS tiga tahun berangkat ke Leiden pada usia 19 untuk studi (lihat Algemeen Handelsblad, 13-12-1881). Disebutkan surat pertama Oei Jan Lee dari Belanda untuk orang tuanya di Bandaneira telah diterima. Oei Jan Lee adalah orang Cina yang pertama di Belanda.


Pada tahun 1882 akhirnya Raden Soejoed berasal dari Magelang lulus mendapat akta guru di Belanda (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 28-04-1882). Disebutkan di Amsterdam 27 April lulus ujian guru diantaranya Raden Soejoed.

Pada tahun 1883 Tan Tjoen Liang lulus ujian akhir HBS di KW III Batavia (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-07-1883). Tan Tjoen Liang adalah anak kapten Cina di Buitenzorg (lihat De nieuwe vorstenlanden, 03-08-1883). Disebutkan anak kapiten Cina di Buitenzorg. Tan Tjoen Liang akan berangkat ke Belanda dengan cita-cita menjadi seorang insinyur. Pada bulan Agustus ini kapal ss Egeron berangkat dengan sejumlah penumpang diantaranya Tan Tjoen Loang (lihat Bataviaasch handelsblad, 13-08-1883).


Sementara Oei Jan Lee diketahui tengah mengikuti atau meneruskan sekolah HBS di Belanda, juga diketahui teman Oei Jan Lee di HBS Batavia, Tan Tjioen Liang sudah berada di Belanda (lihat Delftsche courant, 11-12-1883).

Disebutkan di Politeknik di Delft terdaftar Tjoen Liang Tan, seorang Cina, putra kapten Cina di Buitenzorg. Oei Jan Lee lulus ujian akhir di Leiden (lihat Het nieuws van den dag : kleine courant, 09-07-1884). Disebutkan di Leiden ujian (ujian masuk perguruan tinggi) di Gymnasium diantaranya Oei Jan Lee afdeeling a (bidang hukum).

 

Pada tahun 1884, JH Wattimena dikabarkan lulus sekolah guru di Amsterdam dan mendapat akta guru Lager Onderwijs (LO) (lihat Algemeen Handelsblad,  07-04-1884). ME Anakotta tidak berumur panjang, ME Anakotta meninggal selama pendidikan karena penyakit paru-paru di Amsterdam. Setelah semua urusan beres di Belanda, JH Wattimena kembali ke tanah air. Dalam manifes kapal yang diberitakan Algemeen Handelsblad,  06-09-1884 terdapat nama JH Wattimena. Kapal Prins van Oranje yang ditumpangi JH Wattimena berangkat dari Amsterdam menuju Batavia pada tanggal 6 September 1884. Sekali lagi, dalam daftar penumpang ini tidak ada nama pribumi selain JH Wattimena. 

Pada tahun 1885 Oei Jan Lee lulus ujian kandidat di bidang hukum di Rjiksuniversiteit te Leiden (lihat Het vaderland, 19-10-1885). Oei Jan I.ee, putra Oei Soei Tjoan, letnan Cina di Banda (Kepulauan Maluku). Oei Jan Lee diberitakan di Belanda telah mengajukan diri untuk dinaturalisasi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-11-1886). Oei Jan Lee juga tinggal selangkah lagi untuk mendapat gelar sarjana hukum (Mr). Pada tahun 1887 Tan Tjoen Liang lulus ujian transisi (overgangs-examen) di Polytechnische School di Delft (lihat Delftsche courant, 15-06-1887).


Disebutkan sore ini di Polytechnische School di Delft diketahui hasil ujian transisi berdasarkan art 61, art 62, art 63, art 64 dan art 65. Nama-nama yang lulus ujian sarjana kedua (tweede gedeelte) art 64 (werktuigkundig ingenieur) antara lain Tan Tjoen Liang. Sekitar 100 mahasiswa yang lulus ujian transisi pada art yang berbeda-beda hanya Tan Tjoen Liang yang bernama non Eropa/Belanda. Tan Tjoen Liang mengambil jurusan insinyur mesin.

Oei Jan Lee akhir lulus ujian dan mendapat gelar sarjana hukum (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 15-10-1888). Oei Jan Lee tampaknya belum puas, lalu melanjutkan studi ke tingkat doktoral. Pada bulan Januari 1889 Mr Oei Jan Lee meraih gelar doktor bidang hukum di Leiden (lihat Nieuwe Vlaardingsche courant, 16-01-1889). Bagaimana dengan Tan Tjoen Liang?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tan Tjoen Liang dan Oei Jan Lee: Pendidikan Program Sarjana dan Program Doktor

Oei Jan Lee di Belanda mendapat gelar sarjana hukum (1888) dan meraih gelar doktor bidang hukum (1889). Apa artinya? Di Belanda sudah ada orang non Eropa/Belanda yang mampu meraih gelar sarjana dan bahkan doctor. Non Eropa/Belanda yang dimaksudkan dalam hal ini berasal dari Hindia (baca: Indonesia). Selama ini, di Hindia Belanda yang menyandang gelar sarjana dan doctor adalah orang Eropa/Belanda. Sarjana-sarjana pertama Belanda yang bertugas di Hindia adalah dokter (umumnya ditempatkan di garisun-garnisun militer).


Para sarjana di Hindia Belanda sejak awal yang terkenal diantaranya FW Jungh Huhn, seorang sarjana geologi asal Jerman yang pada tahun 1840 ditugaskan Gubernur Jenderal P Merkus melakukan ekspedisi ilmiah di Tanah Batak (Jung Huhn kemudian ditugaskan di Jawa untuk ekspedisi gunung-gunung berapi). Dr PL Onnen, seorang dokter di lingkungan militer (angkatan laut) yang memulaik kegiatan pengukuran klimatologi dan geofisika. Pada tahu 1850 seorang sarjana yang baru berhasil meraih gelar doktor di Belanda dikirim ke Hindia untuk melakukan studi bahasa di Tanah Batak. Namanya NH van der Toek, PhD yang telah berhasil menyusun kamus dan tata bahasa Batak (tata bahasa pertama di Hindia Belanda). Van der Toek kemudian studi bahasa di Lampong dan terakhir di Bali. Pada tahun 1850 ini juga di Batavia dibentuk himpunan para peminat ilmu pengetahuan alam di Batavia dan menerbnitkan majalah/jurnal ilmu pengetahuan alam (lihat Algemeen Handelsblad, 27-01-1851). Adapun pengurus perhimpunan ilmu alam di Hindia Belanda ini antara lain berikut ini, yang sebagian besar sudah terkenal di bidang ilmu pengetahuan, Dr P Bleeker; Dr JH Croockewit, Hz.; Corn. de Groot, insinyur untuk industri pertambangan; PJ Maier, apoteker kelas satu di lab kimia. di Batavia; Dr CM Schwaner (presiden perhimpunan) dan Dr C Swaving (seretaris perhimpunan). Sebagai anggota kehormatan Teysman dari kebun raya Buitenzorg. Yang akan menjadi kepala editor jurnal adalah Dr P Bleeker. Majalah/jurnal pertama di Hindia Belanda adalah Tijdschrift voor Neèrlands Indie (terbit sejak 1838) dan pada tahun 1844 telah menambah suplemen yang khusus tentang Natuur- en Geneeskundig Archief voor Nederlandsch Indie. Namun suplemen ini dihentikan hingga kemudian muncul jurnal/majalah baru yang diterbitkan oleh perhimpunan. Pada bulan April 1852 sekolah guru pribumi dibuka di Soerakata yang dipimpin oleh Dr. Palmer van den Broek. Untuk asistennya direkrut JL Winter yang sudah lama di Soerakarta sebagai pengajar bahasa Jawa di Java Instituut. Palmer van den Broek sendiri baru tahun 1851 menyelesaikan studi doktornya di bidang teologi di Groninger Hoogeschool (dan kemudian berangkat ke Hindia).

Meski sudah mulai banyak sarjana Belanda yang bekerja di Hindia Belanda, tetapi jumlahnya masih terbilang sedikit dari yang dibutuhkan. Tidak mudah mengirim sarjana dari Belanda ke Hindia, karena di Belanda sendiri kebutuhan sarjana apalagi doctor masih kurang. Itu semua karena perguruan tinggi di Belanda juga belum banyak, bahkan belum ada universitas, yang ada adalah sejumlah sekolah tinggi (hoogeschool), akademi dan politeknik. Untuk menjadi dosen di perguruan tinggi dengan pangkat professor (guru besar) hanya didasarkan pada pengalaman (tidak harus memiliki gelar doctor). Para professor membimbing kandidat doctor.


Untuk siswa-siswa Belanda di Hindia umumnya masih di sekolah dasar Eropa/Belanda (ELS). Sekolah-sekolah ELS tersebut umumnya dikelola oleh pemerintah dan belum ada sekolah menengah. Beberapa sekolah menengah yang ada dikelola oleh perorangan atau swasta. Sekolah kedokteran pribumi yang dibuka 1851 (di Batavia di rumah sakit militer) dan sekolah guru yang dibuka di Soerakarta secara teoritis dapat dikatakan sekolah menengah. Sekolah menengah pemerintah baru dibuka pada tahun 1860 di Batavia (Koningin Willem III School). KWS ini awalnya hanya tiga tahun (setara sekolah menengah pertama) dan kemudian ditingkatkan menjadi lima tahun (HBS, yang dapat meneruskan studi ke perguruan tinggi di Belanda).

Sejak dibukanya HBS di Batavia, mulai terbuka siswa-siswa Belanda di Hindia Belanda untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Belanda. Babak baru dalam Pendidikan di Hindia Belanda. Pada tahun 1875 di Soerabaja dibuka sekolah HBS yang baru; yang kemudian disusul dengan pembukaan sekolah HBS di Semarang pada tahun 1877. Siswa-siswa yang diterima di tiga HBS yang ada adalah lulusan sekolah ELS. Dalam konteks inilah muncul nama Tan Tjoen Liang dan Oei Jan Lee sebagaimana disebut di atas. Oei Jan Lee di Belanda mendapat gelar sarjana hukum tahun 1888 dan gelar doctor tahun 1889.


De avondpost, 30-12-1896: ‘Menyusul keputusan Gubernur Jenderal, menyamakan Tan Tjoen Liang, seorang Cina setara dengan orang Eropa, majalah Insulinde baru-baru ini menyatakan: ‘'Pasti ada cukup alasan untuk membuat orang Cina ini menjadi orang Eropa, seperti yang terjadi pada Oei Jan Lee, pengacara yang memperoleh gelar doktor di Belanda.' Memang, ada alasan yang sangat memadai disini. Yakni, Insulinde menulis sebagai berikut: “Tan belajar di Delft dengan dua langkah. Ia adalah putra mendiang kapten Cina di Buitenzorg, Tan Goan Piauw. Setelah lulus ujian kandidat untuk insinyur mesin di Delft, dia harus berhenti sekolah dan kembali ke Buitenzorg, dimana dia harus berperilaku lagi sesuai dengan kebiasaan orang Cina. Setelah harta warisan pamannya Tan Pauw dipisahkan, ia memiliki kekuatan untuk kembali ke Delft dan melanjutkan studinya yang terhenti. "Dalam daftar terbaru dari nama-nama yang tergabung 'Asosiasi Insinyur Sipil' di Delft, yang berisi insinyur, lulusan Sekolah Politeknik', ditemukan (pada baris No. 911) bahwa pada tahun 1894 diploma Insinyur Mesin diperoleh oleh Tan Tjoen Liang ".

Ismangoen Danoe Winoto, cucu Sultan Jogja yang berhasil mendapat gelar diploma di akademi pemerintahan di Belanda pada tahun 1876, pendidikan sekolah HBSnya yang menjadi syarat, diselesaikan di Belanda. Seperti disebutkan di atas, Oei Jan Lee mengikuti Pendidikan HBS tiga tahun di KWS Batavia yang kemudian melanjutkan HBS di Belanda dan Tan Tjoen Liang sendiri menyelesaikan HBS lima tahun di KWS Batavia sebelum berangkat studi ke Belanda pada tahun 1883.


Tan Tjoen Liang sudah diketahui diterima di Polytechnische School di Delft tahun 1883. Pada tahun 1887 Tan Tjoen Liang lulus ujian transisi (overgangs-examen) di Polytechnische School di Delft (lihat Delftsche courant, 15-06-1887). Namun setelah ini nama Tan Tjoen Liang menghilang, yang diduga kerena ayahnya meninggal dan haru kembali ke Hindia di Buitenzorg. Setelah beberapa tahun Tan Tjoen Liang kembali ke Belanda untuk menyelesaikan pendidikan di Delft dan berhasil menjadi insinyur mesin pada tahun 1894.

Tan Tjoen Liang dan Oei Jan Lee  diterima di HBS (Batavia) seiring dengan kebijakan Pemerintah Hindia Belanda dimungkinkan siswa non Eropa/Belanda diterima di HBS (dengan kuota terbatas). Di HBS Semarang, Raden Mas Oetojo lulus ujian akhir (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-06-1891). Disebutkan berita yang diterima dari surat kabar di Batavia, ujian akhir HBS sebanyak empat siswa lulus dimana Raden Oetojo dengan nilai 119 sebagai rangking kedua.


Jika menghitung mundur lima tahun, jika dan hanya jika R Oetojo lancar studi, besar kemungkinan Oetojo diterima di HBS Semarang tahun 1886. Bandingkan dengan Oei Jan Lee lulus HBS di KWS Batavia tahun 1883. Sejauh yang dapat ditelusuri, orang pribumi pertama yang sekolah di HBS adalah R Oetojo.

Pada saat Raden Oetojo lulus tahun 1891 di HBS Semarang, pada tahun ini Raden Kartono diterima. Raden Kartono menyelesaikan studi di HBS Semarang pada tahun 1896 dan kemudian langsung berangkat ke Belanda dan diterima di Polytechnische School di Delft.


Lembaga pendidikan di Belanda dan di Hindia Belanda berkembang dengan caranya sendiri-sendiri, mulai dari sekolah menengah hingga bertransformasi menjadi perguruan tinggi. Setelah berkembang Technische School dibentuk Polytechnische School (di Delft) dimana nama-nama Tan Tjoen Liang dan Raden Kartono). Demikian juga dengan sekolah guru kweekschool di Belanda kemudian dibentuk Rijskweekschool di Leiden (dimana nama Radjieoen Harahap gelar Soetan Casajangan). Sekolah perdagangan (Handelschool) dengan dibentuknya Handelshoogeschool) dimana nama Sjamsi Widagda. Di Delft Polytechnische School ditingkatkan statusnya menjadi Technischehoogeschool te Delft. Di Wageningen Landbouwschoool kemudian dibentuk Landbouwhoogeschhol; di Utreht sekolah kedokteran hewan (Veeartsenchool) menjadi Veearsenhoogeschool (dimana nama Sorip Tagor). Demikian seterusnya seperti Geneeskundigehoogeschool dan Rechthoogeschool. Dalam konteks inilah kemudian di Belanda sejulah perguruan tinggi (hoogeschool) disatukan membentuk universitas seperti Universiteit te Amsterdam, Universiteit te Leiden, Universiteit te Delft. Idem dito di Hindia Belanda sekolah guru (kweekschool) menjadi Hogere Kweekschool; sekolah kedokteran Docter Djawa School di Batavia ke STOVIA (1902) dan NIAS (1915) dan Geneeskundigeschool (GHS) tahun 1927, Rechtschool di Batavia sejak 1907 menjadi Rechthoogeschool (RHS) tahun 1924; dan Techische School menjadi Technische Hoogeschool di Bandoeng tahun 1920; serta Veeartsenschool di Buirtenzorg tahun 1907 menjadi Ned. Indie, Veeartsen School tahun 1928. Sejumlah hoogeschool/faculteit yang ada di Hindia Belanda pada tahun 1940 dibentuk Universiteit van Ned. Indie.   

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar