Selasa, 26 Desember 2023

Sejarah Bahasa (198): Bahasa Melayu di Kepulauan Maluku dan Bahasa Melayu di Daerah Non Melayu; Mengapa-Bagaimana?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Melayu di masa lampau pernah menjadi lingua franca. Namun kini bahasa Indonesia yang menjadi lingua franca dari Sabang hingga Merauke. Bahasa Melayu sendiri kini menjadi bahasa daerah di Indonesia dengan berbagai dialek. Di wilayah Maluku bahasa Melayu antara lain terdapat di Layeni, Teon Nila Serua, Maluku Tengah; Kaiely, Teluk Kaiely, Buru; Bula, Bula, Seram Timur; Luang Timur, Mndona Hiera, Maluku Barat Daya; Salarem, Aru Selatan Timur.

 

Bahasa Melayu Maluku Utara adalah dialek bahasa Melayu yang dituturkan di hampir seluruh wilayah provinsi Maluku Utara. Di wilayah Kepulauan Sula, masyarakat di sana biasanya menggunakan Melayu Sula (bahasanya mirip Melayu Ambon, tetapi strukturnya masih mengikuti bahasa-bahasa di Maluku Utara), sedangkan di Bacan, Mandioli, dan wilayah di sekitar Bacan menggunakan Bahasa Melayu Bacan. Oleh sebab itu, Maluku Utara mempunyai tiga bahasa pasar, tetapi hanya Melayu Maluku Utara yang digunakan sebagai lingua franca. Di Maluku Utara sendiri, namanya dikenal oleh masyarakat di sana sebagai Bahasa Pasar. Nama ini diambil karena bahasa ini adalah percakapan sehari-hari masyarakat Maluku Utara. Bahasa ini mempunyai pengucapan yang cepat dan nadanya yang datar serta intonasinya yang agak kasar, sehingga masyarakat di sebelah barat Indonesia kebanyakan akan tidak mengerti bahasa ini. Bahasa ini juga dikenal sebagai bahasa Melayu Ternate, karena basis bahasa ini terletak di Ternate. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Melayu di kepulauan Maluku, bahasa Melayu di daerah non Melayu? Seperti disebut di atas di sejumlah tempat di wilayah Maluku terdapat penutur bahasa Melayu. Mengapa dan bagaimana? Lalu bagaimana sejarah bahasa Melayu di kepulauan Maluku, bahasa Melayu di daerah non Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Melayu di Kepulauan Maluku, Bahasa Melayu di Daerah Non Melayu; Mengapa dan Bagaimana?

Kelompok populasi di pantai timur Sumatra dan pulau-pulau di sebelah timurnya berbahasa Melayu biasanya disebut orang Melayu. Bagaimana jika kelompok populasi berbahasa (mirip) bahasa Melayu jauh dari pantai timur di Sumatra. Lantas mereka itu yang berada di kepulauan Maluku dan pantai barat dan pantai utara Papua adalah juga orang Melayu?


Kelompok populasi berbahasa Jawa di wilayah Melayu di Sumatra Timur apakah disebut orang Jawa? Demikian juga dengan kelompok populasi berbahasa di Lampung, apakah juga orang Jawa? Tentu saja orang Jawa berbahasa Jawa. Mengapa? Asal usul mereka sangat belum lama berlangsung dan cukup data yang menjelaskannnya. Bahkan kelompok populasi berbahasa Jawa di Suriname dapat dijelaskan secara akurat.

Kelompok-kelompok populasi berbahasa Melayu di kepulauan Maluku sudah terinformasikan sejak masa lampau. Namun tidak ada informasi yang menjelaskan bahwa mereka yang berbahasa Melayu itu adalah orang Melayu. Mengapa? Satu yang jelas mereka tidak mengidentifikasi sebagai orang Melayu, tetapi merasa sebagai penduduk asli. Warna kulit mereka juga mirip dengan warna kulit yang agak gelap sebagaimana umumnya penduduk asli di wilayah Maluku.


Seperti dikutip di atas di wilayah Maluku bahasa Melayu dituturkan antara lain terdapat di desa Layeni, kecamatan Teon Nila Serua, kabupaten Maluku Tengah; desa Kaiely, kecamatan Teluk Kaiely, kabupaten Buru; desa Bula, kecamatan Bula, kabupaten Seram Bagian Timur; desa Luang Timur, kecamatan Mndona Hiera, kabupaten Maluku Barat Daya dan desa Salarem, kecamatan Aru Selatan Timur kabupaten Kepulauan Aru. Bagaimana di desa-desa yang berjauhan ini eksis bahasa Melayu?

Desa Layeni terdapat di beberapa tempat di wilayah Maluku. Nama Lajeni sebagai tempat juga ditemukan di Homgaria.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mengapa dan Bagaimana? Bahasa Melayu di Wilayah Melayu vs Bahasa Melayu di Wilayah Non Melayu

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar