Sabtu, 06 Januari 2024

Sejarah Bahasa (221): Bahasa Huaulu Orang Huaulu di Pedalaman Bagian Utara di Pulau Seram di Lereng Gunung Binaya; Suku Asli


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Huaulu adalah sebuah bahasa yang dituturkan di Pulau Seram bagian Utara oleh penduduk suku Huaulu.Penutur Bahasa Huaulu di Desa Huaulu di bawah kaki Gunung Binaya, kecamatan Seram Utara, kabupaten Maluku Tengah. Nama desa lainnya di kecamatan Seram Uyara adalah Air Besar, Besi, Elemata, Hatuolo, Huaulu, Kaloa, Kanikeh, Malaku, Manusela, Maraina, Masihulan, Olong, Oping, Pasahari, Roho, Rumahsokat, Sawai, Siatele, Solea dan Wahai.


Suku Huaulu Masih Gunakan Cawat. Senin, 30 Maret 2015. Ambon (Antara Maluku) - Masyarakat adat Suku Huaulu yang mendiami Desa Huaulu di bawah kaki Gunung Binaya, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, masih mempertahankan tradisi pembuatan cidaku (cawat) dari kulit kayu untuk digunakan dalam proses inisiasi pendewasaan anak laki-laki. "Penelitian kami untuk tradisi dan pengelolan sumber daya budaya di Huaulu Februari kemarin, menunjukan bahwa kebudayaan mereka sejak zaman holosen masih sangat kental, salah satunya adalah pembuatan cawat secara tradisional," kata Arkeolog Lucas Wattimena di Ambon, Senin. Ahli antropologi dari Balai Arkeologi Ambon itu mengatakan, cawat atau cidaku dalam bahasa setempat, adalah salah satu barang penting yang digunakan dalam ritual pataheri yang merupakan praktek inisiasi pendewasaan seorang anak laki-laki Suku Huaulu. 

Lantas bagaimana sejarah bahasa Huaulu Orang Huaulu di pedalaman bagian utara pulau Seram di lereng gunung Binaya? Seperti disebut di atas bahasa Huaulu dituturkkan orang Huaulu df Huaulu. Suku asli Maluku? Lalu bagaimana sejarah bahasa Huaulu Orang Huaulu di pedalaman bagian utara pulau Seram di lereng gunung Binaya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Huaulu Orang Huaulu di Pedalaman Bagian Utara Pulau Seram di Lereng Gunung Binaya; Suku Asli Maluku

Hanya ada satu teluk (yang lebih) besar di pantai utara pulau Seram. Di bagian dalam teluk ini bermukim kelompok populasi yang disebut Hoea Oeloe. Kawasan teluk ini nyaris tak pernah dikunjungi oleh orang Eropa/Belanda. Mengapa? Orang Belanda sejak era VOC hanya terbatas di kota-kota perdagangan utama seperti Amboina, Ternate dan lainnya. Pedagang-pedagang local yang melakukan interaksi dengan penduduk local di teluk Hoea Oeloe.


Ada beberapa orang Eropa yang melakukan ekspedisi ke wilayah-wilayah terpencil di kepulauan Maluku. Salah satu diantaranya adalah Hermann von Rosenberg pada tahun 1840an. Namun von Rosenberg di wilayah timur pulau Seram hanya mengunjungi muara singai Bobat (Werinama). Salah satu pejabat, Residen Amboina Dr Riedle termasuk yang rajik blusukan ke wilayah atau pulau-pulau terpencil, tetapi tidak terinformasikan apakan mengunjungi pantai utara Seram. Pantai utara dan timur pulau Seram selama ini sepi sendiri dari orang Eropa. Artinya, tidak ada pengetahuan yang terinformasikan dari wilayah tersebut.

Pada tahun 1875 Pemerintah Hindia Belanda memperluas cabang pemerintahan hingga ke bagian timur pulau Seram. Lalu satu ekspedisi yang disebut ekspedisi Wahaai dikirim 29 Juni di bawah komando Kapten Schulze. Ada perlawanan penduduk (berg-alfoeren) di Hoeaoeloe Hatoe dengan sedikit senjata api dan klewang dan busur. Akhirnya wilayah dapat diduduki dimana disebut di pihak ekspedisi ada sekitar 20 orang tewas dan terluka (lihat Bataviaasch handelsblad, 11-08-1875).


Ekspedisi dengan kapal perang Bali yang bermula di Wahaai merangsek ke bagian dalam teluk hingga ke kampong Bessi. Lalu kemudian perlawanan yang bermula di pantai, lalu ekspedisi mengejar hingga ke padalaman di Hoea Oeloe. Kampung tersebut dicapai sekitar tengah hari. Kampong Hoea Oeloe dibakar habis. Lalu dalam perkembangannya setelah menaklukkan Hoea Oeloe ekspedisi dilanjutkan ke perlawananan di Manoetoe. Wilayah Noesawele, Manoetoe dan anoesela ini hanya bisa dilalui melalui Wahaai. Perlawanan kampong-kampong ini sengit tetapu akhirnya dapat diduduki dan dibakar.

Perlawanan kelompok populasi Hoea Oeloe dan Nisawela tidaklah mudah, namun mereka tidak menyerah. Mereka meninggalkan perkampongan mereka, yang kemudian dibakar pasukan ekspedi, lalu mereka menghindar jauh ke padalaman di lereng gunung tinggi.


Dalam hal ini kelompok populasu Hoeaoeloe adalah kelompok populasi yang awalnya bermukim di belakang pantai, tetapi kemudian terdorong lebih ke dalam (ke pegunungan). Wilayah belakang pantai adalah sumber pangan utama mereka berupa pohon sagu. Kehadiran pendatang di wilayah pesisir (Islam) telah mendorong mereka ke pedalaman, lalu kemudian dengan kehadiran pemerintah juga membuat kelompok populasu (alifoeren) Hoeaoeloe lebih jauh lagi ke pedalaman.

Dalam perkembangannya, seiring dengan pembentukan pemerintahan local, wilayah Hoeaoeloe dan Sekenima berada di bawah Bessi dan Hatoe berada di bawah Sawaai. Bessi dan Sawaai didiami oleh penduduk Muslim (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1893)

Tunggu deskripsi lengkapnya

Suku Asli Maluku: Kelompok Populasi di Pulau Seram

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar