*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini
Sebelum
Kota Perak yang sekarang berkembang, penduduk asal Sumatra (Mandailing dan
Angkola) sudah bermukim di pedalaman di hulu sungai Perak. Ibu kota Perak
sendiri yang waktu itu masih bernama Kwala Perang berada di pantai (muara
sungai). Penduduk asal Mandailing dan Angkola juga sudah bermukim di hulu
sungai Klang di kampong Kwala Loempoer. Pada saat itu ibu kota Selangor masih
berada di Kwala Selangor (di pantai di muara sungai Selangor). Nama tempat
utama di muara sungai Klang adalah
Klang.
Nama Malaya sudah lama dikenal. Hal itulah
nama kota Malaya ini kemudian menjadi nama semenanjung (Malaya). Orang-orang
Moor menyebutnya dengan Malaka dan orang Portugis menulisnya sebagai Malaca.
Dalam laporan Mendes Pinto (1545) mencatatan nama-nama sungai si sekitar
Malaka, antara lain Salangor, Quedam, Parles dan Sambilan. Tiga nama yang
pertaa diduga kuat kini bernama Selangor, Kedah dan Perlis, tiga nama sungai
(tempat) yang sudah lama adanya. Sedangkan nama pulau (sungai) Sambilan diduga
kuat telah berganti nama menjadi Perak (Ferah). Nama Ferah atau Perak diduga
merujuk pada nama pulau di tengah lautan (pulau Vera). Pada era VOC (Belanda),
nama-nama tempat semuanya berada di pantai. Sementara itu di seberang lautan di
pulau Sumatra penduduk sudah bermukim di pedalaman di daerah hulu sungai
Beroemoen (Kerajaan Aroe) yang kemudian penduduknya dikenal sebagai Mandailing
dan Angkola. Seperti halnya pada era VOC orang-orang Boegis, pada era Hindia
Belanda sebagian besar penduduk Mandailing dan Angkola eksodus (karena Perang
Padri 1805-1838) ke Semenanjung Malaya (juga dalam hal ini penduduk
Minangkabau). Eksodus ini masih berlanjut pada era Koffiestelsel (1840-1875).
Mereka yang sudah di Semenanjung Malaya (Inggris) kemudian bermigrasi dari
pantai ke pedalaman (seperti hulu sungai Klang dan hulu sungai Perak).
Lantas
bagaimana sejarah Perak, Kedah dan Perlis? Tentu saja sudah banyak ditulis.
Namun narasi sejarah tidak pernah berhenti selagi fakta dan data baru
ditemukan. Salah satu yang menarik dalam hal inilah terdapatnya nama (kampong)
Batak Rabit di daerah aliran sungai Perak. Nama kampong ini diduga sebelumnya
bernama Batoe Rabit. Namun setelah munculnya perkebunan karet (1900an) nama
Batoe Rabit bergeser menjadi Batak Rabit. Lalu apakah penduduk kampong ini
berasal dari Mandailing dan Angkola? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah internasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.