Senin, 06 September 2021

Sejarah Makassar (65): Bahasa Tolaki di Semenanjung Tenggara Sulawesi; Bahasa Buton di P Buton, Bahasa Muna di P Muna

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya di provinsi Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat), provinsi Sulawesi Tengah dan provinsi Sulawesu Utara (termasuk Gorontalo), di provinsi Sulawesi Tenggara juga terdapat ragam bahasa. Secara umum ragam bahasa di provinsi Sulawesi Tenggara terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, yaitu Bungku-Tolaki yang terdiri dari bahasa-bahasa Wawonii, Kulisusu, Moronene dan Tolaki. Kelompok kedua, yaitu Muna-Buton yang terdiri dari Busoa, Kambowa, Muna, Wolio, Cia-Cia dan Wakatobi. Penutur bahasa kelompok bahasa Bungku-Tolaki umumnya terdapat di (daratan) Semenanjung Tenggara Sulawesi dan penutur bahasa kelompok Muna-Buton di pulau-pulau selatan semenanjung.

Secara umum penutur bahasa Tolaki tersebar di tujuh kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tenggara yang meliputi Kota Kendari, kabupaten Konawe, kabupaten Konawe Selatan, kabupaten Konawe Utara, kabupaten Kolaka, kabupaten Kolaka Utara dan kabupaten Kolaka Timur. Penutur bahasa Tolaki disebutkan berawal dari dari kerajaan Konawe di wilayah tradisi pegunungan Mekongga (Wikipedia). Salah satu raja Konawe yang terkenal adalah Haluoleo (delapan hari). Kota Kendari yang kini menjadi ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari penduduk dengan ragam bahasa. Secara umum ragam bahasa di Kota Kendari adalah Tolaki sebesar 36 persen, Muna (19 persen), Buton (26%), Moronene (10%) dan Wawonii (9%). Penduduk asli Kota Kendari berasal dari penutur bahasa Tolaki. Bahasa Tolaki sendiri secara khusus memiliki beberapa dialek seperti dialek-dialek Mekongga, Konawe, Nawoni, Moronene, Kalisus dan Kabaena.

Lantas bagaimana sejarah bahasa Tolaki? Seperti disebut di atas penutur bahasa Tolaki terbilang besar dan tersebar luas khususnya di wilayah (daratan) semenanjung tenggara pulau Sulawesi. Penduduk penutur bahasa Tolaki juga disebut sebagai penduduk asli di Kota Kendari (ibu kota provinsi). Lalu bagaimana sejarah bahasa Tolaki dan penduduk di semenanjung tenggara Sulawesi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 05 September 2021

Sejarah Makassar (64): Sejarah Orang Bajo; Nomaden Tidak Hanya Pegunungan, Orang Bajo Orang Laut Tradisi Nomaden di Laut

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Siapa Orang Bajo? Hingga sekarang masih banyak peneliti sejarah yang masih bingung soal asal usul Orang Bajo. Mengapa bisa? Yang jelas keberadaan Orang Bajo kali pertama diindentifikasi seorang pelaut Eropa (Belanda) Vosmaer pada tahun 1831. JN Vosmaer memperkenalkan Orang Badjo ke dunia internasional setelah mengidentifikasinya di perairan sekitar teluk Kendari. Para peneliti tersentak. Nama Orang Badjo menghiasi jurnal-jurnal ilmiah. Bagaimana bisa? Orang Badjo hidup dan memiliki kehidupan di laut. Para antropolog saaat itu yang menyebar di seluruh penjuru bumi tidak menyangka ada penduduk nomaden di lautan. Mereka hanya berpikir nomaden hanya terjadi di gurun pasir, padang stepa dan wilayah pedalaman diantara hutan belantara.

Suku Bajau atau Suku Sama adalah suku bangsa yang tanah asalnya Kepulauan Sulu, Filipina Selatan. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut. Suku Bajau menggunakan bahasa Sama-Bajau. Suku Bajau sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke negeri Sabah dan berbagai wilayah Indonesia. Suku Bajau juga merupakan anak negeri di Sabah. Suku-suku di Kalimantan diperkirakan bermigrasi dari arah utara (Filipina) pada zaman prasejarah. Suku Bajau yang Muslim ini merupakan gelombang terakhir migrasi dari arah utara Kalimantan yang memasuki pesisir Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan dan menduduki pulau-pulau sekitarnya, lebih dahulu daripada kedatangan suku-suku Muslim dari rumpun Bugis yaitu suku Bugis, suku Mandar. Saat ini, Suku Bajau menyebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia (terutama Indonesia Timur), bahkan sampai ke Madagaskar. Kebanyakan Suku Bajau yang menyebar mulai tinggal menetap dan berbaur dengan suku-suku lain (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Orang Bajo? Nah, itu dia. Seperti disebut di atas Orang Badjo diidentifikasi kali pertama oleh JN Vosmaer di perairan teluk Kendari 1831. Sejarah Orang Bajo bahkan hingga ini hari masih diperbicangkan. Mengaapa? Sejarah Orang Bajo dianggap masih misteri. Apa, iya? Bukankah kehidupan di atas laut lebih mudah dikenal dan diidentifikasi sejak zaman kuno? Nah, itu dia. Lalu bagaimana sejarah Orang Bajo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (63): JN Vosmaer dan Teluk Kendari;Siapa Orang Bajo di Perairan Semenanjung Tenggara Pulau Sulawesi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Siapa JN Vosmaer? Apa pentingnya nama Vosmaer dalam sejarah awal Kota Kendari. JN Vosmaer tidak hanya membuka ruang ekonomi baru di pantai timur semenanjung tenggara Sulawesi, khususnya di teluk Kendari, JN Vosmaer juga memperkenalkan Orang Badjo ke dunia internasional. Siapa JN Vosmaer? Jaques Nicolas Vosmaer hanya dikenal sebagai Asisten Residen di Gorontalo. Bagaimana riwayat hidupnya? Nah, itu dia. Tidak ada yang pernah menulisnya. Padahal nama Vosamaer begitu penting di teluk Kendari, bahkan Pemerintah Hindia Belanda mengusulkan nama Vosmaer sebagai nama baru teluk Kendari.  

Dalam sejarah Indonesia pada era (pemerintah) Hindia Belanda terdapat banyak nama-nama Eropa (Belanda) yang melegenda, tidak hanya diantara orang Eropa (Belanda) sendiri, tetapi diantara penduduk setempat. Di teluk Poso terkenal nama Kruijt dan Andriani, di Priangan terkenal dengan nama KF Holle, di Jogjakarta terkenal dengan nama Groneman dan di Angkola Mandailing terkenal dengan nama Edward Douwes Dekker dan AP Godon. Mereka itu individu-individu yang secara personal sangat humanis dan sangat peduli pengembangan wilayah yang mengedepankan penduduk. Umumnya, penduduk di wilayah dimana para humanis ini, mendapat apresiasi dari para pemimpin lokal dan penduduknya. Edward Douwes Dekker (yang kemudian dikenal Multatuli) terkenal sangat membela penduduk Angkola Mandailing karena kebrutalan dan rasis rekan-rekan senegaranya terhadap penduduk dan AP Godon memperkenalkan pendidikan modern aksara Latin bagi penduduk Angkola Mandailing. Demikian juga dengan KF Holle mengembangkan pendidikan dan mendokumentasi budaya Soenda di Priangan. Lantas, apa kontribusi JN Vosmaer di Kendari atau Laiwoei? Nah, itu dia.

Lantas bagaimana riwayat Jaques Nicolas Vosmaer dan peran apa saja yang pernah dilakukannnya selama hidup. Seperti disebut di atas, JN Vosmaer adalah orang Eropa (Belanda) pertama yang mengunjungi teluk Kendari. JN Vosmaer yang mengidentifikasi Orang Badjo dan lewat tulisannya. Orang Badjo dikenal secara luas. Bagaimana semua itu terjadi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 04 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (109): Lingsir Wengi, Kini Lagu Mendunia Fingerstyle Ala Alip Ba Ta;Tanda Waktu Borngin dan Wengi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Lagu Lingsir Wengi yang kini dipopulerkan oleh pemusik fingersty Alip Ba Ta tidak hanya menasioanl tetapi sudah mendunia. Lantas apa arti Lingsir Wengi dan bagaimana sejarah pemahaman Lingsir Wengi yang pada masa ini dijadikan judul lagi yang kemudian dipopulerkan Ali Ba Ta dengan gaya musik fingerstyle. Boleh jadi pertanyaan tidak penting-penting amat, tapi karena lagu Lingsir Wengi yang telah mendunia melalui Alip Ba Ta menjadi penting untuk diketahui sejarah tanda waktu. Lingsir Wengi dalam hal ini bukan terminologi masa kini tetapi terminologi yang sudah ada sejak zaman kuno.

 

Lagu-lagu berbahasa Batak banyak menggunakan kata borngin seperti Borngin Na Ngali (malam yang dingin), Borngin Di Ujung Taon (malam penghujung tahun), Di Tonga Borngin (pada tengah malam) dan lainnya. Penanggalan dan tanda waktu pada penduduk Angkola Mandailing sejak zaman kuno dinamai secara berbeda, tidak hanya nama abad, juga nama tahun, nama bulan, nama hari bahkan juga nama jam. Tonga Borngin adalah tanda waktu tengah malam pukul 12 malam (tidak dikenal tanda waktu pukul 24.00, karena baru sekarang penggunaan itu ada). Lalu ada juga nama sendiri untuk pukul 11 malam, pukul 10 malam dan seterus, juga ada namanya sendiri untuk pukul 1 malam, pukul 2 malam dan seterusnya.

Seperti halnya lagu terkenal yang kemudian dipopulerkan oleh Alip Ba Ta dengan gaya musik fingerstyle Bohemian Rhapsody, hal itu juga dengan lagu Lingsir Wengi. Dalam hal ini Lingsir Wengi bukanlah terminologi masa kini, tetapi sudah dikenal sejak jaman lampau. Pemusik terkenal Paul Sieleg (1909) telah menggubah lagu berirama musik tradisi di dalam kuping Erop dengan judul Bohemian Javaasche. Oo, begitu? Iya, betul. Sejarah tidak berdiri sendiri. Sejarah bersifat historis dan memiliki relasi satu sama lain. Seperi kata ahli sejarah tempo doeloe bahwa sejarah adalah narasi fakta dan data. Sejarah selalu ada mulanya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.