Kamis, 02 Februari 2023

Sejarah Surakarta (73): Republik Indonesia Serikat (RIS) vs Negara Kesatuan Republik Indonesia;Federalis vs Republiken Surakarta


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Hingga saat Indonesia masih tetap bersatus Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu bermula ketika bangsa Indonesia menyatakan merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kemudian bentuk negara Indonesia sebagai Republik (Republik Indonesia). Kehadiran Belanda/NICA menyebkan terbentuknya negara-negara federal yang kemudian terbentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun itu tidak lama karena para Republiken terus berjuang sehingga kembali ke bentuk persatuan dan kesatuan: NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). 


Republik Indonesia Serikat disingkat RIS, adalah sebuah negara republik parlementer federal 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950. RIS terbentuk setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda 27 Desember 1949, merupakan perserikatan antara Republik Indonesia dan negara-negara federal yang dibentuk Belanda (1946-1949). Federasi RIS lahir hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar, yakni Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Federal (BFO); dan Belanda. Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan pada 17 Agustus 1950 dan digantikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. RIS bermula diskusi antara Inggris dan Belanda (Hubertus van Mook) mengusulkan penentuan nasib sendiri untuk persemakmuran Indonesia. Pada Juli 1946, Belanda menyelenggarakan Konferensi Malino di Sulawesi di mana perwakilan dari Kalimantan dan Indonesia bagian timur mendukung proposal untuk berdirinya Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federal, yang memiliki hubungan dengan Belanda. Selanjutnya pada tanggal 15 November dengan Perjanjian Linggarjati, di mana Republik Indonesia menyatakan secara sepihak menyetujui prinsip Indonesia federal. Belanda kemudian mendirikan negara-negara bagian di wilayah-wilayah yang mereka duduki, antara lain Sumatra Timur (Desember 1947); Madura dan Jawa Barat (Februari 1948); Sumatra Selatan (September 1948; dan Jawa Timur (November 1948). Para pemimpin di wilayah ini kemudian membentuk apa yang disebut sebagai Majelis Permusyawaratan Federal / Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO). Konferensi Meja Bundar antara Belanda dan Indonesia di Den Haag (Agustus-November 1949), menghasilkan kesepakatan yang menyatakan bahwa Belanda setuju untuk menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda kepada Indonesia (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Republik Indonesia Serikat RIS versus Negara Kesatuan Republik Indonesia? Seperti disebut di atas, proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 kemudian menetapkan Negara Republik Indonesia. Namun keinginan Ratu Belanda untuk Kerjasama, maka konsep negara federal dimunculkan yang akhirnya terbentuk negara RIS, tetapi kemudian Kembali ke bentuk NKRI. Dalam hal ini bagaimana Federalis vs Republiken di Surakarta? Lalu bagaimana sejarah Republik Indonesia Serikat RIS versus Negara Kesatuan Republik Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 01 Februari 2023

Sejarah Surakarta (72): Serangan Umum di Soerakarta, Bagaimana? Serangan Umum di Jogjakarta, Apa Ada Lagi di Tempat Lain?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Dalam masa perang kemerdekaan Indonesia, ada yang disebut tindakan bumi hangus dan ada yang disebut serangan dengan taktik gerilya. Di Jogjakarta dilakukan serangan gerilya yang melibatkan berbagai pihak. Serangan ini pada masa kini disebut Serangan Umum. Dalam narasi sejarah masa kini juga ada serangan umum yang dilakukan dikenal sebagai serangan umum Soerakarta. Dalam hubungan ini apakah ada serangan umum yang lain di tempat lain? .


Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang terjadi pada tanggal 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Ini bermula setelah Agresi Militer Belanda II (Desember 1948), TNI mulai menyusun strategi pukulan balik. Awal Februari 1948, Letkol. dr. Wiliater Hutagalung perwira teritorial sejak September 1948 ditugaskan membentuk jaringan persiapan gerilya di wilayah Divisi II dan III. Ia bertemu dengan Panglima Besar Sudirman dan menginstruksikan memikirkan langkah-langkah harus diambil. Hutagalung menjadi penghubung antara Panglima Sudirman dengan Panglima Divisi II, Kolonel Gatot Subroto dan Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng. Rapat Pimpinan Tertinggi Militer dan Sipil di wilayah Gubernur Militer III, 18 Februari 1949 juga dihadiri Gubernur Militer/Panglima Divisi III Kol. Bambang Sugeng dan Letkol Wiliater Hutagalung, Komandan Wehrkreis II, Letkol. Sarbini Martodiharjo, dan pucuk pimpinan pemerintahan sipil. Letkol Wiliater Hutagalung sebagai penasihat Gubernur Militer III menyampaikan gagasan yang telah disetujui oleh Panglima Besar Sudirman, dan kemudian dibahas bersama-sama. Dalam menyebarluaskan berita ini ke dunia internasional dibantu Kol. TB Simatupang. Sebagaimana telah digariskan dalam pedoman pengiriman berita dan pemberian perintah, perintah yang sangat penting dan rahasia, harus disampaikan langsung oleh atasan kepada komandan pasukan yang bersangkutan. Rencana penyerangan atas Yogyakarta yang ada di wilayah Wehrkreise I di bawah pimpinan Letkol. Suharto, akan disampaikan langsung Kolonel Bambang Sugeng. Setelah semua persiapan matang (keputusan diambil tanggal 24 atau 25 Februari), serangan akan dilancarkan tanggal 1 Maret 1949, pukul 06.00. Puncak serangan dilakukan terhadap kota Yogyakarta (ibu kota negara) 1 Maret 1949, dibawah pimpinan Letnan Kolonel Suharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Serangan Umum di Surakarta, bagaimana terjadinya? Seperti disebut di atas, Serangan Umum yang terkenal terjadi di Jogjakarta. Tentu saja juga disebut ada serangan umum di Soerakarta. Apakah ada serangan umum di tempat lain? Lalu bagaimana sejarah Serangan Umum di Surakarta, bagaimana terjadinya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (71): Kolonel Abdul Haris Nasoetion dan Soerakarta; Kota Solo dan Panglima Jawa Era Perang Kemerdekaan RI


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Apa hubungan (kota) Soerakarta dengan Abdoel Haris Nasoetion? Jelas berbeda dengan Parada Harahap dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap yang cukup kenal dengan Soerakarta pada era Pemerintah Hindia Belanda. Yang kenal dengan Soerabaja semasa adalah Radjamin Nasoetion. Hubungan Abdoel Haris Nasoetion dengan Soerakarta baru dimulai pada saat perang kemerdekaan Indonesia (1945-1949). Jika dulu Parada Harahap adalah The King Java Press, Abdoel Haris Nasoetion pada era perang kemerdekaan Indonesia adalah Panglima Jawa. 


Jenderal Besar TNI (Purn.) Dr. (H.C.) Abdul Haris Nasution (3 Desember 1918 – 6 September 2000) adalah seorang jenderal dan politikus Indonesia. Ia menjadi anggota KNIL, tetapi setelah invasi Jepang bergabung dengan Pembela Tanah Air (Peta). Setelah proklamasi kemerdekaan, ia mendaftar di angkatan bersenjata Indonesia yang masih muda, dan bertempur selama Revolusi Nasional Indonesia. Pada tahun 1946, ia diangkat menjadi komandan Divisi Siliwangi, unit gerilya yang beroperasi di Jawa Barat. Setelah revolusi nasional berakhir, ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. Abdul Haris Nasution sendiri dilahirkan di Desa Hutapungkut, Mandailing dari keluarga Batak Muslim. Ayahnya seorang pedagang, yang religius dan anggota organisasi Sarekat Islam. Namun, setelah lulus dari sekolah pada tahun 1932, Nasution menerima beasiswa untuk belajar di Sekolah Raja Bukittinggi. Pada tahun 1935 Nasution pindah ke Bandung untuk melanjutkan studi, Setelah lulus pada tahun 1937, Nasution kembali ke Sumatra dan mengajar di Bengkulu. Setahun kemudian Nasution pindah ke Tanjung Raja, dekat Palembang, dimana dia melanjutkan mengajar. Pada tahun 1940, pemerintah kolonial Belanda membentuk korps perwira cadangan yang menerima orang Indonesia. Nasution kemudian bergabung, dia dikirim ke Akademi Militer Bandung. Pada bulan September 1940 dia dipromosikan menjadi kopral, tiga bulan kemudian menjadi sersan. Dia kemudian menjadi perwira KNIL. Pada tahun 1942 Jepang menyerbu dan menduduki Indonesia, Nasution di Surabaya, ditempatkan untuk mempertahankan pelabuhan. Nasution kemudian menemukan jalan kembali ke Bandung dan kemudian membantu milisi PETA yang dibentuk oleh penjajah Jepang (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Abdoel Haris Nasoetion dan Soerakarta? Seperti disebut di atas, Abdoel Haris Nasoetion baru lebih intens mengenal Soerakarta pada era perang kemerdekaan Indonesia. Pada masa ini Abdoel Haris Nasoetion sebagai Panglima Jawa dan kerap berkunjung ke Soerakarta. Lalu bagaimana sejarah Abdoel Haris Nasoetion dan Soerakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 31 Januari 2023

Sejarah Surakarta (70): Soerakarta versus Jogjakarta,Masa ke Masa 1755-1955;Selama Apa Rentang Waktu Dua Abad Lamanya?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Soerakarta versus Jogjakarta atau Jogjakarta vis-à-vis Soerakarta. Kota mana yang lebih tua? Jelas yang lebih tua Jogjakarta, karena yang menjadi kota Mataram tempo doeloe. Sebagaimana diketahui Kota Sarakarta (dimana terdapat kraton Soerakarta) yang sekarang bermula di kraton Kartasoera (kota kecamatan Kartosura yang sekarang). Diantara Jogjakarta (Mataram) dan Soerakarta (Kartasoera) terletak Jatinom dan Klaten.


Sama-sama Kerajaan Mataram, Apa Perbedaan Keraton Solo dan Yogyakarta? Soloraya 02 February 2022. Solopos.com, Kira-kira apa perbedaan antara Keraton Solo dengan Yogyakarta? Keraton Solo dan Keraton Yogyakarta merupakan Kerajaan Mataram terbagi dua berdasarkan Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755. Dalam perjanjian disebutkan Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua, Kasunanan Surakarta Hadiningrat dipimpin Susuhunan Paku Buwono III dan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat dipimpin Sultan Hamengku Buwono I. Meski sama-sama Kerajaan Mataram, Keraton Solo dan Yogyakarta ternyata mempunyai perbedaan, apa saja? Melansir situs resmi milik Keraton Yogyakarta, Kratonjogja.id, perbedaan terletak pada cara berpakaian, adat istiadat, bahasa, gamelan, hingga tari-tarian. Perbedaan diatur dalam Perjanjian Jatisari pada 15 Februari 1755. Dalam perjanjian dijelaskan Sultan Hamengku Buwono I memilih untuk melanjutkan tradisi lama budaya Mataram. Keraton Solo sepakat untuk memberikan modifikasi atau menciptakan bentuk budaya baru. Perbedaan Keraton Solo dan Yogyakarta bisa dilihat segi bangunannya, menurut situs Goodnewsfromindonesia.id, bangunan Keraton Yogyakarta terlihat identik dengan Hindu klasik, saat memasuki area ini, banyak ornamen Jawa yang kental. Sedangkan untuk Keraton Solo, ornamen dan patung-patung lebih banyak bergaya Eropa. Perbedaan Keraton Solo dan Yogyakarta juga bisa dilihat dari gamelannya. Yogyakarta sendiri susunan gamelan lebih renggang dan lebar dengan warna lebih cerah. Solo lebih rapat dengan warna cokelat kayu paduan emas. Cara berpakaian antara abdi dalem juga mempunyai perbedaan terletak pada blangkon, surjan, serta beskap. Ciri khas blangkon Keraton Yogyakarta terdapat pada mondolan atau benjolan sebagai tempat gelungan rambut. Hal ini berbeda dengan Keraton Solo mengikuti budaya cukur rambut seperti bangsa Eropa. Sedangkan untuk surjan dan beskapnya, Keraton Yogyakarta lebih bermotif, salah satunya bunga-bunga, seperti yang dipakai Sri Sultan Hamengku Buwono. Untuk beskap yang digunakan abdi dalem Keraton Solo lebih berwarna gelap dan tak bermotif (https://www.solopos.com/)

Lantas bagaimana sejarah Soerakarta versus Jogjakarta, masa ke masa 1755-1955? Seperti disebut di atas, Soerakarta dan Jogjakarta adalah Mataram yang berbagi dua bahkan sejak 1755 namun baru lebih menyatu secara kekeluargaan pada tahun 1955. Selama apa rentang waktu dua abad lamanya? Lalu bagaimana sejarah Soerakarta versus Jogjakarta, masa ke masa 1755-1955? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (69): Amir Sjarifoeddin Harahap dan Kota Surakarta; Mengapa Amir Sjarifuddin Dibunuh Orang Bangsa Sendiri?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Amir Sjarifoeddin Harahap dan Kota Soerakarta adalah dua hal yang berbeda. Namun Kota Soerakarta bukan asing bagi Amir Sjarifoeddin Harahap. Mengapa? Yang jelas Amir Sjarifoeddin Harahap adalah seorang aktivis politik sejak usia muda dan pada era perang kemerdekaan Amir Sjarifoeddin Harahap membebaskan Soetan Sjahrir di Soerakarta. Mengapa? Dalam hubungan itulah Kota Soerakarta tidak terpisahkan dengan perjalanan politik Amir Sjarifoeddin Harahap. Namun sangat disayangkan narasi sejarahnya pada masa ini terkesan simpang siur, tidak didukung bukti. 


Amir lahir dari keluarga bangsawan Batak Angkola asal Pasar Matanggor. Kakeknya, Sutan Gunung Tua, seorang jaksa di Tapanuli. Ayahnya, Baginda Soripada, juga seorang jaksa di Medan. Amir lahir dalam keluarga berada dan memiliki tradisi intelektual. Ia melanjutkan pendidikan hukum di Batavia. Selama bersekolah di Belanda, Amir mempelajari filsafat Timur dan Barat. Amir beralih agama Islam ke Kristen tahun 1931, pernah kotbah di gereja HKBP Batavia. Amir pendidikan di ELS di Medan pada tahun 1914 hingga selesai Agustus 1921. Atas undangan saudara sepupunya, T.S.G. Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad dan belajar di kota Leiden sejak 1911, Amir pun berangkat ke Leiden. Tak lama setelah kedatangannya dalam kurun waktu 1926-1927 dia menjadi anggota pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem, selama masa itu pula Amir aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok kristen misalnya dalam CSV-op Java yang menjadi cikal bakal GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Ia tinggal di rumah guru pemeluk Kristen Calvinis, Dirk Smink, dan di sini juga Mulia menumpang. Namun pada September 1927, sesudah lulus ujian tingkat kedua, Amir kembali ke kampung halaman karena masalah keluarga. Kemudian Amir masuk Rechtshoogeschool te Batavia dengan bantuan beasiswa pemerintah kolonial, dan menumpang di rumah Mulia (sepupunya) yang telah menjabat sebagai direktur sekolah pendidikan guru di Jatinegara. Kemudian Amir pindah ke asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, Kramat 106, ia ditampung oleh senior satu sekolahnya, Mr. Muhammad Yamin. Amir pernah divonis penjara karena dituduh bersalah dalam kasus delik pers pada tahun 1933. Ia nyaris dibuang ke Boven Digoel namun diselamatkan oleh Gunung Mulia dan salah satu gurunya (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Amir Sjarifoeddin Harahap dan Kota Soerakarta? Seperti disebut di atas, Amir Sjarifoeddin Harahap bukan orang biasa, tetapi memiliki banyak peran penting dalam perjalanan bangsa hingga mencapai kemerdekaan. Akan tetap sejarahnya banyak yang tidak terinformasikan, dari narasi yang ada saat ini terkesan simpan siur. Namun yang tetap menjadi pertanyaan mengapa Amir Sjarifoeddin Harahap harus dibunuh oleh orang-orang bangsa sendiri? Lalu bagaimana sejarah Amir Sjarifoeddin Harahap, masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 30 Januari 2023

Sejarah Surakarta (68):Perang Kemerdekaan Indonesia,1945-49;Mengapa Ibukota Negara Dipindah di Jogjakarta, Bukan ke Surakarta?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Perang kemerdekaan Indonesia adalah satu hal, pemindahan ibu kota negara adalah hal lain lagi. Semua bermula ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam penetapan statute negara dan penentuan (para kepala) pemerintahan disebutkan ibu kota berada di Djakarta dan pemimpin pemerintahan tertinggi RI adalah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta. Lengkap sudah negaras Republik Indonesia. Namun tidak lama kemudian terjadi peristiwa demi peristiwa yang pada akhirnya ibu kota pemerintahan dipindahkan ke Jogjakarta. Mengapa? Apakah situasinya darurat? 


Mengapa Ibu Kota Indonesia Pernah Dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta? Kompas.com - 22/02/2022. Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945. Bangsa penjajah masih berusaha mengambil alih kedaulatan Indonesia. Hal itu memberi dampak pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta 4 April 1946 karena situasi keamanan di Jakarta semakin memburuk. Setibanya di Indonesia, pasukan Sekutu melakukan razia dan penangkapan pada para pejuang kemerdekaan. Bahkan, juga terjadi upaya penculikan dan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno dan para pejabat tinggi. Kondisi di Jakarta yang tidak aman, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Pakualam VIII mengirimkan surat 2 Januari 1946. Isi dari surat itu adalah apabila pemerintah RI bersedia, mereka bisa memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta hingga kondisi aman kembali. Dalam sidang kabinet tertutup, tawaran tersebut didiskusikan oleh Soekarno bersama kawan-kawannya, Presiden Soekarno setuju memindah ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta. Pada 3 Januari 1946, Presiden Soekarno melakukan evakuasi, mengingat saat itu Jakarta diawasi ketat NICA, maka salah satunya jalan untuk bisa melakukan proses evakuasi adalah lewat kereta api. Pada 3 Januari 1946 tengah malam, gerbong kereta api C. 2809 buatan Jerman yang melintas dimatikan lampunya. Harapannya, Sekutu atau NICA akan mengira kereta api tersebut hanyalah kereta biasa yang sedang melintas menuju Stasiun Manggarai. Soekarno menyusup ke dalam gerbong.  Pada 4 Januari 1946 pagi buta, kereta api membawa Soekarno dan rombongan ke Yogyakarta. Setiba di Stasiun Tugu, Soekarno dijemput Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Pakualam VIII, Panglima TKR Jenderal Soedirman, dan pejabat tinggi negara lainnya. Pada 4 Januari 1946, ibu kota Indonesia dipindahkan secara diam-diam dari Jakarta ke Yogyakarta. Sampai 1948, Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia, sebelum akhirnya Agresi Militer II pada 19 Desember 1948, seluruh pemimpin Indonesia ditangkap dan diasingkan, akibatnya, pemerintah RI terpaksa membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara di Sumatera Barat. Ibu kota Indonesia kembali lagi ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949 dan baru dipindahkan kembali ke Jakarta pada 17 Agustus 1950 (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah perang kemerdekaan Indonesia, 1945-1949? Seperti di berbagai tempat di Indonesia ibu kota (pemerintahan daerah) dipindahkan ke kota lain, demikian yang terjadi dengan ibu kota yang pada akhirnya dipindahkan dari Djakarta. Pemindahan itu mengapa ibu kota negara ke Jogjakarta, bukan ke Soerakarta? Lalu bagaimana sejarah perang kemerdekaan Indonesia, 1945-1949? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.