Sabtu, 15 April 2017

Sejarah Kota Padang (13): Ombilin dan WH de Greve; Batubara Terbaik Dunia Moda Transportasi Kereta Api dan Kapal Laut

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Eksploitasi batubara di Ombilin, Residentie Padangsche Bovenlanden, Province Sumatra’s Westkust adalah sebuah lompatan kemajuan ekonomi. Ombilin tidak hanya menyimpan deposit batubara yang sangat banyak, juga kualitasnya berada di atas kualitas batubara monopoli Inggris selama ini. Biaya angkut yang besar karena medan yang berat antara Ombilin dan pelabuhan Kota Padang (yang berjarak 100 Km) dapat diimbangi oleh petensi ekonomi (pertanian) di sekitarnya.

Makam Ir, WH de Greve di Doerian Gedanng, 1872
Tambang batubara Ombilin tidak hanya ‘mempercantik’wajah ekonomi di Province Sumatra’s Westkust, tetapi juga memperkuat pertumbuhan ekonomi perkebunan di Jawa (kina dan teh) dan Sumatra’s Oostkust (tembakau dan karet), Batubara Ombilin juga menggandakan keunggulan efisiensi ekonomi pelayaran (domestic kepulauan) dan pelayaran internasional (ke Eropaa/Belanda) lebih-lebih terusan Suez dibuka pada tahun 1869. Singkat kata:batubara Ombilin memainkan peran yang strategis kala itu.

WH de Greve: Netscher, Hennij dan Petel

Dua orang yang bersemangat untuk eksploitasi tambang batubara Ombilin adalah Gubernur Province Sumatra’s Westkust dan sekretaris bidang ekonomi Mr. WA Hennij. Kedua orang ini mendukung habis-habisan pekerjaan WH de Greve yang terus melakukan kajian potensi ekonomi batubara Ombilin. WH de Greve memulai pekerjaannya berdasarkan kajian awal terdahulu oleh C. de Groot van Embden.

Keberadaan potensi tambang di Ombilin kali pertama dilaporkan oleh Junghuhn yang melakukan pemetaan geologi dan botani di Tapanoeli. Ini bermula di tahun 1840. Ketika situasi keamanan lebih kondusif pasca Perang Bondjol (1837) dan Perang Pertibie (1838) Gubernur General P. Merkus di Batavia merasa perlu segera memeriksa peta geologi dan botani di Tapanoeli dengan mempekerjakan FW Junghuhn (dimulai dari teluk Tapanoeli hingga ke Padang Lawas). FW Junghuhn cukup lama di Padang Lawas (nama baru Pertibie) selama dua tahun yang merangkap sebagai pejabat pemerintah (setingkat controleur). Ini mudah dipahami karena wilayah ini sudah terkenal sejak jaman kuno sebagai daerah tambang emas (antara Ophir dan hulu sungai Baroemoen). Untuk tugas mapping geologi, pekerjaan Junghuhn diperluas ke utara (Toba) dan ke selatan (Singkarak). FW Junghuhn menghasilkan buku fenomenal pemetaan geologi. Petunjuk Junghuhn inilah yang diteruskan oleh C. de Groot van Embden.   

Netscher dan WA Hennij adalah dua teknokrat yang sama-sama memulai karir di Tapanoeli. Pada tahun 1858 Netscher, Resident Tapanoeli dipindahkan menjadi Residen Riaou yang berkedudukan di Pulau Bintan (Tandjong Pinang). Wilayah perairan kepulauan Riaau yang luas juga mencakup wilayah Sumatra’s Oostkust di Deli. Netscher adalah yang mengetahui potensi ekonomi perkebunan di Pantai Timur Sumatra sejak Netscher kali pertama melakukan ekspedisi ke Deli tahun 1863. Ibarat kata: Netscher bekerja di Pantai Timur Sumatra untuk mendukung kebijakan juniornya Resident Tapanoeli dan seniornya Gubernur Sumatra’s Westkust di Pantai Barat Sumatra.

Netscher terbilang sebagai Resident di atas laut. Waktu kerjanya lebih banyak di atas kapal perang yang menghubungkan satu tempat ke tempat lain mulai dari Tnadjoeng Pinang ke Natuna, lalu ke Deli hingga ke pedalaman Sumatra lewat jalur sungai Indragiri, sungai Kampar, sungai Siak. Semua itu dilakukannya demi membebaskan ‘gangguan’ Inggris di Pantai Timur Sumatra selama ini bebasis di Singapoera dan Penang. Situasi yang semakin kondusif di Pantai Timur Sumatra dengan sendirinya membantu rekan-rekannya bekerja dengan tenang di Pantai Barat Sumatra.

Kini, Netscher setelah sukses membuka ruang ekonomi di Pantai Timur Sumatra pulang kandang ke Pantai Barat Sumatra, tidak sebagai Residen Tapanoeli tetapi dipromosikan sebagai Gubernur Sumatra’s Westkust (sejak 24 Februsri 1870). Di kantor Gubernur Sumatra’s Westkust di Kota Padang, Netscher dibantu oleh seorang teknokrat muda yang memiliki gelar sarjana pertanian, WA Hennij sebagai sekretaris gubernur bidang ekonomi yang karirinya melejit dan memulai karir sebagai controleur di Angkola (tahun 1858). WA Hennij adalah pionir pengembangan produktivitas kopi di Angkola (Sipirok) yang kebetulan adalah mantan anak buah Netscher ketika mereka sama-sama memulai karir di Tapanoeli.

Hubungan kedekatan serupa ini pernah terjadi di era sipil-militer sebelumnya antara Gubernur Sumatra’s Westkust yang pertama Kolonel AV Mischiels (sejak 1834) dengan mantan anak buahnya Majoor A. van der Hart yang sukses dalam Perang Bondjol dan Perang Pertibie. Pada tahun 1845 kedua jagoan militer yang humanis ini sama-sama naik pangkat. AV Michiels menjadi Majoor Generaal dan A van der Hart menjadi Luitenant Colobel yang bersamaan dengan dirinya menjadi Resident Tapanoeli pertama. Pada tahun 1847 anak buah terbaik A van der Hart, controleur AP Godon (mantan controleur di Bondjol dan Singkel) langsung dipromosikan menjadi asisten residen di afdeeling Mandailing dan Natal, Residentie Tapanoeli.  

Untuk merealisasikan tambang batubara Ombilin ini Netscher dan WA Hennij di lapangan dibantu oleh L.B. van Polanen Petel (Asiten Residen sejak 1868). Entah serba kebetulan, Polanen Petel yang kini berdinas di Padangsche Bovenlanden juga memulai karir sebagai controleur di Angkola pada tahun 1846 (WA Hennij memulai karir sebagai controleur di Angkola tahun 1858).

WH de Greve yang bekerja keras di pedalaman Padangsche Bovenlanden keras didukung habis oleh trio asal Tapanoeli: Netscher, Hennij dan Petel. WH de Greve. Geolog penerus alm. Junghuhn in tampaknya ingin sukses seperti yang diraih Junghuhn. Junghuhn di Preanger sebagai pionir pengembang perkebunan kina dan teh. WH de Greve ingin menjadi sebagai pionir pengembang pertambangan batubara di Padangsche. Netscher yang lama di atas kapal uap di Riau ingin anggaran negara dihemat dengan pengadaan batubara sendiri (tidak tergantung Inggris) yang menurut pengujian batubara Ombilin lebih efisien dari batubara produksi Inggris. Proses pengujian batubara Ombilin ini dilakukan dibawah koordinasi WA Hennij. Setali tiga uang, WA Hennij ingin tambang (batubara) dan pertanian (kopi) berdampingan dan saling mendukung. Tentu saja Polanen Patel mengharapkaan adanya akses yang lebih cepat dan murah (kereta api). L.B. van Polanen Petel adalah orang pertama yang menginisiasi membuka akses jalan dari Angkola ke (pelabuhan) Loemoet untuk membuka jalan kopi Angkola yang sudah mulai berbuah dapat terangkut ke Padang via Loemoet.  

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar