Selasa, 06 Maret 2018

Sejarah Jakarta (22): Sejarah KADIN, Kamar Dagang Industri; Parada Harahap Pimpim Pengusaha Pribumi ke Jepang 1933

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini


Sejarah organisasi kamar dagang dan industri Indonesia sejatinya memiliki sejarah yang panjang, bahkan sudah ada sejak lebih dari satu abad yang lalu. Oganisasi kamar dagang dan industri orang-orang pribumi saat itu secara sadar telah mempelopori kebangkitan bangsa. Organisasi dagang dan industri pribumi ini tetap konsisten dalam pergerakan bangsa hingga tercapainya kemerdekaan bangsa Indonesia. 

De Indische courant, 29-12-1933
Seakan ada anggapan bahwa pengusaha Indonesia baru lahir dan memulai organisasi pada zaman Orde Baru. Ini dapat dibaca di dalam Sejarah Kadin Indonesia. Disebutkan pembentukan organisasi Kadin Indonesia pertama kali dibentuk tanggal 24 September 1968 atas prakarsa Kadin Jakarta. Faktanya, Kadin Indonesia di era Belanda sudah eksis yang disebut Inheemsche Middenstands Vereeniging (1929). Jika mundur lagi kembali akan ditemukan kadin-kadin yang lebih tua: Sarikat Dagang Islam di Solo (1911) dan Sjarikat Tapanoeli di Medan (1907),

Bagaimana para pengusaha pribumi tersebut berkiprah? Itu yang menjadi pertanyaannya. Sejarah organisasi dagang dan industri pribumi meski ada yang menulis tetapi tidak memadai. Anehnya, sejarah organisasi dagang dan industri para pengusaha pribumi ini sejak era kolonial Belanda tidak disertakan dalam sejarah Kadin Indonesia masa kini. Sejarah organisasi para pengusaha pribumi ini sudah barang tentu menarik untuk diperhatikan. Mari kita telusuri.

Pembentukan Kadin Pribumi Batavia

Di Batavia terdapat empat pasar: Pasar Senen, Pasar Tanabang, Pasar Bidara Tjina dan Pasar Baroe. Pada tahun 1927 Pasar Senen, pasar tertua adalah pasar terbesar di Batavia. Pasar Senen sejak dihuni oleh para pedagang Eropa/Belanda, Tionghoa, Arab dan Jepang. Lalu kemudian lambat laun bemunculan para pedagang pribumi. Pasar Senen yang awalnya hanya di jalan Pasar Senen yang sekarang semakin meluas ke jalan Kwitang (Westernweg) dan jalan Kramat (Oosternweg). Sementara itu, para pengusaha pribumi tidak hanya berusaha di bidang perdagangan (ritel) tetapi juga di bidang industri (seperti mebel, sepatu, percetakan dan media). Meski demikian, pusat bisnis (transaksi) utama tetap berada di seputar Pasar Senen.   

Pada era VOC hanya satu pasar yang paling ramai yakni pasar di Weltevreden. Wilayah pasar ini berada di jalur jalan utama sisi timur sungai Tjiliwong antara Batavia (Casteel Batavia) dengan Buitenzorg. Seiring dengan perkembangan pada era Pemerintahan Hindia Belanda, masa pemerintahan Daendels jalan kuno di sisi barat sungai Tjiliwong ditingkatkan. Lalu jalan sisi timur yang menjadi jalan pos trans-Java disebut Oosterbweg dan sisi barat disebut Westernweg. Jalan Westernweg ini dari Buitenzorg berujung di Kwitang (dibangun jembatan Kwitang). Sejak itu Pasar Gambir yang mulai populer dengan nama Pasar Weltevreden semakin berkembang pesat. Ini mengindikasikan Pasar Weltevreden adalah pasar tertua di Batavia. Pasar Weltevreden saat itu adalah pasar elit, yang umumnya orang-orang Eropa (sebagai perluasan pedagang-pedagang Eropa/Belanda di pusat perdagangan Kali Besar. Pasar ini awalnya buka pada hari Senen (Senin) lalu kemudian namanya disebut Pasar Senen. Pasar Senen dalam perkembangannya buka tiga kali sepekan dan lalu kemudian buku setiap hari.

Jumlah pengusaha pribumi yang semakin banyak di Batavia yang pusat transaksinya di Pasar Senen mulai diarahkan untuk bersatu. Surat kabar berbahasa Melayu, Bintang Timoer (yang didirikan tahun 1926) kerap menggagas di dalam editorialnya perlunya persatuan di kalangan pribumi di berbagai bidang. Parada Harahap, pemimpin dan editor Bintang Timoer tidak hanya mempersatukan para jurnalis juga para pengusaha pribumi di dalam berbagai forum. Gerakan Parada Harahap ini beriringan dengan anggota dewan pusat (Volksraad) golongan pribumi yang menyuarakan rakyat yang dimotori oleh dua ‘vokalis’ di Pedjambon (kini gedung dewan di Senayan): Mr. Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon (dari dapil Oost Sumatra) dan Dr. Alimoesa Harahap (dari dapil Tapanoeli/Atjeh).

Parada Harahap (1927)
Pada tahun 1927 Parada Harahap, pendiri surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean tahun 1919, yang menjabat sebagai sekretaris Sumatranen Bond mempelopori pertemuan para pemimpin pribumi (organisasi kebangsaan, Volksraad, akademisi dan lainnya). Lalu diadakan pertemuan di rumah Mr. Husein Djajadiningrat (dosen di Rechtschool) yang juga dihadiri oleh Soetan Casajangan (Direktur Normaal School). Dua tokoh ini adalah senior. Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan adalah pendiri dan sekaligus presiden pertama perhimpunan mahasiswa Indonesia (Indische Vereeniging) di Belanda tahun 1908; sekretarisnya adalah Husein Djajadiningrat. Selain itu, dalam pertemuan ini juga turut hadir anggota Volksraad Managaradja Soeangkoepon dan MH Thamrin. Hasil keputusan: Pertama, pembentukan organisasi supra kebangsaan yang disebut Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI. Kedua, penetapan pengurus yang mana MH Thamrin didaulat sebagai ketua dan sekretarisnya adalah Parada Harahap. Ketiga, penyusunan AD/ART dan pembangunan gedung kantor. Dalam pembentukan supra organisasi PPPKI ini perwakilan dari Boedi Oetomo tidak hadir.    

MH Thamrin dan Parada Harahap adalah dua pengusaha pribumi kelas kakap di Batavia. Mereka berdualah yang sebelumnya kerap mempersatukan para pengusaha pribumi di dalam berbagai forum bisnis. Dalam Kongres PPPKI yang pertama yang akan diadakan pada tahun 1928, Parada Harahap menginisiasi agar para pemuda dari berbagai organisasi juga bersatu yang kemudian muncul Persatoean Pemuda dan Pelajar Indonesia (PPPI). Ini berbeda dengan PPI di Belanda (suksesi Indische Vereeniging) pimpinan M. Hatta. Lalu muncul gagasan baru agar Kongres PPPKI diadakan bersamaan pada bulan yang sama dengan Kongres Pemuda (PPPI) yakni pada bulan Oktober 1928. Panitia Kongres Pemuda dibentuk. Pembina Panitian Kongres Pemuda (junior) adalah Parada Harahap mewakili PPPKI yang menjadi ketua Kongres PPPKI (senior). Sokongan dana untuk kegiatan Kongres Pemuda bersumber dari forum pengusaha pribumi Batavia (MH Thamrin dan Parada Harahap). Untuk posisi bendahara Panitia Kongres Pemuda ditunjuk Amir Sjarifoeddin Harahap. Mengapa?

Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemuda (junior) berjalan lancar. Dalam kongres PPPKI sudah hadir perwakilan Boedi Oetomo, sedangkan perwakilan Minahasa dan Ambon tidak ada hadir (De Indische courant, 01-09-1928). Salah satu hasil kongres PPPKI adalah pembangunan gedung PPPKI yang lokasinya di jalan Kenari (lahan yang disediakan oleh MH Thamrin). Hasil keputusan Kongres Pemuda adalah: Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Gedung PPPKI ini masih eksis hingga ini hari yang dikenal sebagai Gedung MH Thamrin di Jalan Kenari Jakarta. Hari Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 kemudian diperbaiki menjadi Hari Sumpah Pemuda.  

Bataviaasch nieuwsblad, 16-09-1929
Pada tahun 1929 giliran para pengusaha pribumi (Indonesia) benar-benar bersatu tidak hanya dalam forum tetapi juga telah membentuk wadah (organisasi) pengusaha yang disebut Inheemsche Middenstands Vereeniging (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 16-09-1929). Pertemuan pengusaha pribumi ini diadakan di gedung PPPKI di Gang Kenari. Dalam pertemuan ini disahkan berdirinya Perhimpoenan Pengusaha Pribumi Indonesia (Inheemsche Middenstands Vereeniging). Pertemuan juga berhasil menyusun struktur organisasi yang mana sebagai ketua adalah Parada Harahap dari percetakan Bintang Hindia yang menerbitkan surat kabar Bintang Timoer. Untuk posisi wakil ketua adalah Abdoel Gani (pengusaha mebel) dan sebagai sekretaris adalah Haroen Harahap, pemilik Toko Haroen di Pasar Senen. Sementara untuk posisi bendahara dijabat oleh Dachlan Sapi’ie, pemilik toko sepatu Sapi’ie. Beberapa komisaris diangkat yakni MJ Moehammad, Tarbin Moehadjilin dan Djelani Salihoen. Sebagai penasehat adalah MH Thamrin (Ketua PPPKI).

Parada Harahap adalah seorang yang  cerdas dan pemberani. Karena itu dia sangat sukses secara finansial dan sosial. Pada saat umur 16 tahun (1918) ketika menjadi krani di perusahaan perkebunan di Deli berani membongkar kasus poenalie sanctie (tindakan kekerasan terhadap kuli oleh pengusaha) dan megirim laporannnya ke surat kabar di Medan. Karena itu dia dipecat. Pada tahun 1919 Parada Harahap pulang kampung dan mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Pada tahun 1920 menjadi ketua Sumatranond di Tapanoeli dan ikut kongres di Padang. Pada tahun 1923 Parada Harahap hijrah ke Batavia lalu mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Pada tahun 1925 mendirikan kantor berita pribumi Alpena dengan merektur seorang editor WR Supratman. Pada tahun 1926 terbit bukunya yang pertama. Pada tahun ini juga Perada Harahap mendirikan surat kabar yang lebih revoluisioner, Bintang Timoer (Bataviaasch nieuwsblad, 07-08-1926). Ir. Soekarno kerap mengirim tulisan ke Bintang Timoer. Tidak hanya itu Parada Harahap juga mendirikan surat kabar berbahasa Belanda (De Indische courant, 25-09-1930). Parada Harahap tidak punya hutang terhadap Belanda, karena itu Parada Harahap memiliki keberanian berseberangan dengan Belanda. Parada Harahap sudah puluhan kali ke meja hijau karena delik pers (sejak di Medan) dan beberapa kali harus dibuai. Kini untuk kesekian kali harus dipanggil ke pengadilan.  Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-12-1930: ‘Mr Parada Harahap berdiri untuk keseratus kalinya di meja hijau. Kali ini Parada Harahap dipanggil ke pengadilan karena korannya memuat iklan tagihan hutang. Si penagih hutang digugat karena dianggap mencemarkan nama baiknya dan juga editor Bintang Timoer, Parada Harahap juga diseret. Ketika dituduhkan kepada Parada Harahap bahwa ikut bertanggungjawab karena iklan itu menjadi pendapatannya (sumber penerimaan).
Hakim: ‘Saya sudah mengenal Anda dari hal lain, Anda adalah Parada Harahap dari Bintang Timur?’
Parada Harahap: Mengangguk seperti petani yang sakit gigi.
Hakim: ‘Anda telah menghina (si Penggugat) lewat iklan di media Anda’
Parada Harahap: ‘Bagaimana saya bertanggungjawab?’.
Djaksa (kemudian mencecar): ‘Anda kan direktur editor?’.
Parada Harahap: ‘Iya betul, tapi saya hanya bertanggungjawab untuk bagian jurnalistik’ (dengan suara enteng, lalu menandaskan). ‘Bagian administrasi bertanggungjawab untuk iklan’.
Djaksa (terus mencecar): ‘Ah’ (reaksi si Djaksa). ‘Tanya sekarang, setuju bahwa di koran Anda muncul iklan cabul, apakah Anda akan mengatakan tidak bertanggung jawab?’.
Parada Harahap (spontan menjawab): ‘Oh, kalau soal itu tanggungjawab saya’.

Pers pribumi semakin sering ditekan. Tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh pers Eropa/Belanda (Bataviaasch nieuwsblad, 26-11-1930). Oleh karena mengalami sendiri dan juga apa yang dirasakan oleh rekan-rekannya yang lain, Parada Harahap kembali menggagas perlunya para jurnalis pribumi semakin bersatu. Pada bulan Juli 1931 para jurnalis pribumi melakukan kongres di Semarang. Dari kongres ini diputuskan organisasi wartawan dibentuk dan Mr Saeroen di daulat sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris merangkap bendahara (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 18-07-1931).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Parada Harahap Pimpim Pengusaha Pribumi ke Jepang

Tunggu deskripsi lengkapnya

NV Sjarikat Tapanoeli 1907

Tunggu deskripsi lengkapnya

Rencana Pembangunan Lima Tahun Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar