Jumat, 25 Mei 2018

Sejarah Kota Medan (72): Tokoh Nasional Amir Sjarifoeddin, Dibunuh Oleh Bangsa Sendiri. 1948; Mengapa Jadi Kontroversi?


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini 

Salah satu tokoh terpenting dari Medan di Indonesia adalah Amir Sjarifoeddin Harahap. Lantas mengapa namanya enggan disebut di Medan padahal Amir Sjarifoeddin adalah ‘anak Medan’, lahir dan besar di Kota Medan. Amir Sjarifoeddin tipikal ‘anak Medan’, cerdas pembelajar, berani dan sangat terbuka. Karakter ‘anak Medan’ ini juga dijumpai dalam diri Chairil Anwar.

Amir Sjarifoeddin, semasih remaja di Belanda
Amir Sjarifoeddin pemilik banyak peran yang kerap salah dipersepsikan dan salah penempatannya. Anehnya, dalam sejarah masa kini, peran Amir Sjarifoeddin jika tidak dihilangkan kerap dikerdilkan. Boleh jadi hal ini dikarenakan Amir Sjarifoeddin selalu dibenturkan antara dua hal yang dianggap bertentangan: Anti Jepang vs Anti Belanda, Beragama vs Atheis, Islam vs Kristen, Komunis vs Nasionalis dan lain sebagainya. Yang jelas Amir Sjarifoeddin adalah tokoh penting Kongres Pemuda, sarjana hukum (Mr), pendiri Partai Politik (Gerindo), berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dari dalam penjara, Menteri Informasi, Menteri Keamanan Rakyat, Menteri Pertahanan dan Perdana Menteri RI (kedua). Bahkan portofolio Amir Sjarifoeddin jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Soetan Sjahrir (yang juga anak Medan).  

Lantas mengapa Amir Sjarifoeddin disebut tokoh kontroversi? Nanti dulu, sebelum kita gali habis riwayatnya sejak awal hingga kematiannya. Siapa sejatinya Amir Sajarifoeddin? Pertanyaan inilah yang akan kita telusuri hingga ke awal dan selengkap-lengkapnya. Dengan cara begini, setiap pembaca baru dapat menyimpulkannya sendiri. Mari kita lacak.

Artikel ini dibuat panjang lebar secara kontekstual supaya memudahkan mendapatkan uraian yang komprehensif bagaimana Amir Sjarifoeddin mengawali kiprahnya dan bagaimana akhir perjalanannya di dalam empat era yang berbeda: era kolonial Belanda, era pendudukan Jepang, era proklamasi kemerdekaan RI dan era perang kemerdekaan. Dengan pendekatan kontekstual dimungkinkan untuk melihat relasi Amir Sjarifoeddin dengan pendahulu dan penerusnya yang memiliki visi nasional. Untuk studi sejarah nasional, pengujian terhadap relasi itu lebih penting dari hanya sekadar mendeskripsikan event atau figur yang terpisah-pisah. Dengan pendekatan analisis kontekstual (relasi) dengan sendirinya setiap event atau figur menjadi dapat dipahami (terjelaskan). Dalam hubungan ini, sebagai bagian dari upaya pejuangan nasional (persatuan dan kemerdekaan), sosok Amir Sjarifoeddin akan sendirinya tampak menjadi bagian tidak terpisahkan dari barisan tokoh-tokoh nasional yang terdapat di berbagai tempat di Indonesia. Seperti kata pepatah: Semua tidak lahir secara tiba-tiba, tidak ada yang hadir sendiri. Sebagaimana artikel-artikel lainnya di dalam blog ini, sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman. Sumber buku dan majalah hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena buku dan majalah pada dasarnya juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari ‘sumber primer’. Adakalanya informasi yang terdapat dalam buku dan majalah sudah ‘masuk angin’. Dalam hal ini tidak semua sumber primer disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel yang lain dalam blog ini. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Artikel ini akan mendeskripsi sejarah Amir Sjarifoeddin dan sejarah Indonesia apa adanya sehingga para pembaca dapat membandingkan apa yang selama ini telah ditulis oleh para sejarawan.

Sekolah Menengah di Leiden dan Haarlem

Sangat jarang siswa pribumi yang masih belia melanjutkan sekolah menengah ke Belanda. Umumnya, siswa pribumi melanjutkan studi ke Belanda untuk perguruan tinggi, umur sudah cukup dewasa. Amir Sjarifoeddin, salah satu diantara yang sangat jarang itu. Amir Sjarifoeddin setelah lulus ELS di Medan berangkat tahun 1921 pada usia 14 tahun.

Siswa remaja lainnya yang melanjutkan sekolah menengah ke Belanda adalah Egon Hakim dari Padang. Egon Hakim adalah anak seorang anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang, Abdoel Hakim Nasution. Egon Hakim berangkat ke Belanda tahun 1924 (De Gooi- en Eemlander: nieuws- en advertentieblad, 05-07-1924). Egon Hakim menyusul saudara sepupunya Ida Loemongga yang setahun sebelumnya (1923) berangkat studi kedokteran di Belanda. Lantas mengapa Amir Sjarifoeddin yang masih belia harus melanjutkan studi menengah jauh ke negeri Belanda. Ini diduga terkait dengan peran sepupunya Mr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenong Moelia. Ini bermula pada tahun 1905 Soetan Casajangan sudah berada di Belanda dan lulus studi tahun 1911. Lalu menyusul Soetan Goenoeng Moelia berangkat studi ke Belanda tahun 1911. Pada tahun 1913 Soetan Casajangan pulang ke tanah air dan tidak lama kemudian Sorip Tagor di tahun yang sama (1913) berangkat studi ke Belanda. Soetan Casajangan, Soetan Goenoeng Moelia dan Sorip Tagor adalah kelahiran Padang Sidempoean. Pada tahun 1919 Soetan Goenong Moelia lulus sarjana hukum (Mr) dan kembali ke tanah air. Pada tahun 1920 Soetan Goenoeng Moelia diangkat menjadi direktur sekolah HIS yang baru dibuka di Kotanopan (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1921). Dalam perkembangannya, untuk mengisi kekosongan 'kursi' dewan yang ditinggalkan, untuk sidang di Volksraad, terhitung 17 Mei 1921 Soetan Goenoeng Moelia juga akan menjadi Volksraad di Batavia (lihat juga Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1921). Pada saat situasi dan kondisi inilah Amir Sjarifoeddin yang baru lulus ELS di Medan melanjutkan studi menengah ke Belanda. Saat itu sudah cukup banyak ‘anak Padang Sidempoean’ yang studi di Belanda seperti Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi.

Amir Sjarifoeddin memasuki sekolah menengah di Leiden dan dilanjutkan di Haarlem (lihat Limburgsch dagblad, 04-07-1947). Amir Sjarifoeddin lulus di Haarlem, Gem. Gymnasium tahun 1927 (Algemeen Handelsblad, 10-07-1927).

Gymnasium Haarlem adalah sekolah swasta yang terbilang tua di Belanda. Di sekolah ini tahun 1857-1861 Sati Nasution alias Willem Iskander menyelesaikan studinya untuk mendapatkan akte guru. Setelah Amir Sjarifoeddin lulus, di sekolah elit ini menyusul Soeltan Hamengkoeboewono IX dari Djogja.  

Segera setelah lulus di Gymnasium Haarlem, Amir Sjarifoeddin pulang kampong karena alasan terkait dengan masalah yang dihadapi oleh ayahnya, Djamin Harahap gelar Baginda Soripada. Djamin Baginda Soripada diberhentikan dari layanan negara sebagai Djaksa dalam Rapat di Sibolga yang berlaku efektif 30 April 1927 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-04-1927).

Pada tanggal 10 Desember 1925 Djamin gelar Baginda Soripada yang status sebagai kepala jaksa di Sibolga ditangkap atas permintaan hakim dan lalu diamankan ke Padang. Djamin masuk bui selama menunggu persidangan. Djamin dituduh karena menangkap luitenant  China bernama Loei Tjoen Tjoea dan dianggap menyalahi procedural. Dalam persidangan Mei 1926, Djamin Baginda Soripada membantah, bahwa penangkapan yang dilakukan justru berdasarkan instruksi lisan dari hakim. Total saksi yang dihadirkan dalam persidangan sebanyak 17 orang. Djamin lahir di Sipirok tahun 1885. Ayahnya Sjarif Anwar gelar Soetan Goenoeng Toea, djaksa di Sipirok dipindahkan ke Medan 1887 (djaksa pertama di Medan). Setelah menyelesaikan Europeesche Lagere School (ELS) di Medan tahun 1893 dan lulus 1900, Djamin Harahap kemudian magang di kantor pemerintah di Medan. Setelah beberapa tahun sebagai calon pegawai, akhirnya Djamin gelar Baginda Soripada diangkat sebagai pegawai di kantor Residentie di Medan (De Sumatra post, 27-02-1911). Di lingkungan residenti ini, kemudian Djamin diangkat menjadi mantri polisi. Pada bulan Mei 1914, Djamin diangkat sebagai Adj-hoofddjaksa di Tanjoeng Poera (Bataviaasch nieuwsblad, 12-05-1914). Lalu kemudian pada tahun 1915 Djamin Baginda Soripada dipindahkan ke Sibolga sebagai Hoofddjaksa.

Permasalahan yang dihadapi ayahnya diduga kuat yang menyebabkan Amir Sjarifoeddin meninggalkan studinya di Belanda dan pulang kampung di Sibolga. Namun dalam perkembangan meski nasi sudah jadi bubur (terlanjut dipecat), Djamin Baginda Soripada ternyata tidak terbukti bersalah. Amir Sjarifoeddin tidak kembali ke Belanda, tetapi masih pada tahun yang sama (1927) Amir Sjarifoeddin mendaftar di Rechts Hoogeschool di Batavia. Pada bulan Juli 1928 Amir Sjarifoeddin naik ke tingkat dua, het candidaats examen eerste (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 10-07-1928).

Atas kesalahan tuduhan dan tidak terbukti salah di pengadilan, nama Djamin kemudian direhabilitasi. Koran Bataviaasch nieuwsblad, 30-05-1929 melaporkan bahwa Djamin Baginda Soripada mantan djaksa di Sibolga diangkat menjadi komisi di kantor Binnenlandsch Bestuur Tapanoeli di Sibolga. Satu dasawarsa kemudian Djamin Baginda Soripada diangkat menjadi komisi-3 di Kantor Pelayanan Pegawai Negeri Sipil Luar Jawa (Buitengewesten), yang mana yang bersangkutan sekarang sementara berugas sebagai komisi kelas-3 di kantor tersebut (Bataviaasch nieuwsblad, 24-05-1939).

Lantas mengapa Amir Sjarifoeddin memilih dan memasuki Rechts Hoogeschool Batavia. Boleh jadi karena latar belakang keluarga yang bekerja di bidang hukum apalagi baru-baru ini ayahnya Djamin Soripada difitnah orang dan harus ditahan dan prosesnya di pengadilan masih berlangsung. Tentu saja, Amir Sjarifoeddin ingin mengikuti langkah sepupunya Mr. Soetan Goenoeng Moelia.

Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia diangkat menjadi guru. Soetan Goenoeng Moelia mungkin tidak keberatan karena ayahnya Hamonangan Harahap di Padang Sidempoean adalah seorang guru. Padahal sesungguhnya Soetan Goenoeng Moelia adalah seorang sarjana hukum lulusan di Belanda (1919). Soetan Goenoeng Moelia adalah sarjana hukum pertama orang Batak, tetapi pers Belanda lebih mengakui Alinoedin Siregar sebagai ahli hukum pertama orang Batak. Mungkin alasannya karena Todoeng sendiri tidak intensif berkiprah di lapangan hukum walau bergelar sarjana hukum. Todoeng lebih banyak menggeluti bidang pendidikan (pengajaran). Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi kelahiran Batangtoru, Padang Sidempuan meraih gelar doktor (PhD) bidang hukum di Universiteit Leiden tahun 1925. Sebelum melanjutkan studi ke Belanda, Alinoedin Siregar adalah lulusan Rechtschool Batavia tahun 1918. Soetan Goenoeng Moelia pada tahun 1927 diangkat (kembali) anggota dewan Volksraad dari golongan pendidikan (Bataviaasch nieuwsblad, 15-03-1927). Masih pada tahun 1927, Soetan Goenoeng Moelia diangkat sebagai pejabat sementara Direktur Normaal School di Meester Cornelis, Batavia (Bataviaasch nieuwsblad, 26-07-1927). Hal ini karena Soetan Casajangan yang telah lama menjabat Direktur di sekolah tersebut telah meninggal dunia pada bulan April 1927. Pada bulan Mei 1929 Soetan Goenoeng Moelia resmi diangkat menjadi Direktur Normaal School di Meester Cornelis (lihat Soerabaijasch handelsblad, 29-05-1929).

Kongres Pemuda, 1928

Pada tahun 1928 diadakan dua kongres: Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemoeda (junior). Ketua Panitia Kongres PPPKI adalah Dr. Soetomo. Sedangkan panitia Kongres Pemoeda adalah sebagai berikut: Ketua, Soegondo; Sekretaris, Mohammad Jamin; dan Bendahara, Amir Sjarifoeddin (lihat De Indische courant, 08-09-1928). Pengasas dua kongres ini adalah Parada Harahap.

Pada tahun 1927 Parada Harahap berinisiatif untuk mengumpulkan semua organisasi kebangsaan. Pertemuan dilakukan di rumah Husein Djajadiningrat yang juga dihadiri Soetan Casajangan, Dr. Abdoel Rivai dan Mangaradja Soeangkoepon (Bataviaasch nieuwsblad, 26-09-1927). Pertemuan ini menghasilkan persatuan organisasi kebangsaan yang disebut Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI. Ketua didaulat MH Thamrin dan sekretaris adalah Parada Harahap. Radjieon Harahap gelar Soetan Casajangan, Dr. Abdoel Rivai dan Husein Djajadiningrat adalah tiga pendiri inti perhimpunan Indonesia di Belanda, Indisch Vereeniging tahun 1908. Ketika Kongres PPPKI akan diadakan pada bulan September 1928, juga diparalelkan dengan penyelenggaraan Kongres Pemuda (bulan Oktober). MH Thamrin dan Parada Harahap adalah pengusaha. Parada Harahap dengan Percetakan Bintang Hindia (bersama Dr. Abdoel Rivai) dan editor surat kabar beroplah paling tinggi di Batavia adalah ketua pengusaha pribumi Batavia (semacam Kadin pada masa ini). Pembiayaan dua kongres ini bersumber dari pengusaha pribumi. Inilah alasan mengapa Parada Harahap menempatkan Amir Sjarifoeddin sebagai bendahara panitia kongres pemuda. Soetan Casajangan saat itu adalah direktur Normaal School di Meester Cornelis sedangkan Husein Djajadiningrat adalah guru besar Rechts Hoogeschool, tempat dimana Soegondo, Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin kuliah hukum. Mangaradja Soeangkoepon adalah anggota Indisch Vereeniging di Belanda (1910-1915) dan kini menjadi anggota Volksraad dari dapil Province Oostkust Sumatra. Parada Harahap sebelum hijrah ke Batavia adalah editor surat kabar Poestaha di Padang Sidempoean yang didirikan oleh Soetan Casajangan tahun 1915. Di Padang Sidempoean, Parada Harahap tahun 1919 juga mendirikan surat kabar baru, Sinar Merdeka. Parada Harahap adalah ketua Sumatranen Bond wilayah Tapanoeli yang berpusat di Sibolga (1919-1922). Pada tahun-tahun inilah Parada Harahap mengenal baik Djamin Harahap, djaksa di Sibolga, ayah Amir Sjarifoeddin. Pada saat pendirian PPPKI di Batavia, Parada Harahap adalah sekretaris Sumatranen Bond dan juga anggota Bataksch Bond.  Bataksch Bond didirikan tahun 1919 oleh Dr. Abdoel Rasjid Siregar (adik Mengaradja Soeangkoepon). Dalam kepengurusan panitia Kongres Pemoeda, meski ketiganya berada di kampus yang sama, tetapi organisasinya berbeda: Soegondo dari PPI; Mohammad Jamin dari Jong Sumatranen Bond; dan Amir Sjarifoeddin dari Jong Bataksch.   

Hasil Kongres Pemoeda 1928 yang terpenting adalah Poetoesan Kongres yakni satoe noesa, satoe bangsa dan satoe bahasa, Indonesia. Putusan kongres ini dibacakan pada kongres hari ketiga yang diadakan di gedung PPPKI di Gang Kenari. Dalam kongres pemuda ini tidak hanya menghasilkan keputusan juga diperdengarkan lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman. Kelak, lagu Indonesia Raya ini menjadi lagu kebangsaan Indonesia.

Wage Rudolf Supratman adalah ‘anak buah’ Parada Harahap. Pada tahun 1925, Parada Harahap mengajak WR Supratman dari Bandoeng untuk membantunya dalam rangka pendirian kantor berita pribumi (pertama), Alpena. WR Supratman menjadi editor sekaligus merangkap wartawan Alpena.
 
Kepala kantor/gedung Permoefakatan di Gang Kenari adalah Parada Harahap. Di dalam kantor PPPKI hanya tiga foto yang dipajang Parada Harahap di dinding, yakni: Diponegoro. Soekarno dan Mohammad Hatta.

Parada Harahap sudah lama mengenal Soekarno dan Mohammad Hatta. Parada Harahap (wakil Sumatranen Bond Tapanoeli) dua kali bertemu dengan Mohammad Hatta (Jong Sumatranen Bond) di kongres Sumatranen Bond di Padang tahun 1919 dan tahun 1921. Ketua Panitia/Pembinan kongres Sumatranen Bond di Padang adalah Dr. Abdoel Hakim Nasution, anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang. Dr. Abdoel Hakim adalah ketua Indisch Partij wilayah West Sumatra dan Dr. Abdoel Karim adalah ketua Indisch Partij wilayah Tapanoeli. Indisch Partij didirikan oleh Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dkk di Bandoeng. Dr. Abdoel Hakim dan Dr. Abdoel Karim yang sama-sama lulusan ELS Padang Sidempoean adalah teman sekelas Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo di Docter Djawa School (cikal bakal STOVIA). Setelah Indisch Partij dilarang, di Bandoeng pada tahun 1926 (setelah Soekarno lulus THS) muncul Algemeene Studieclub yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Pertemuan publik pertama diadakan pada tanggal 7 November 1926 di Bandoeng. Saat-saat inilah Ir. Soekarno kerap mengirim tulisan ke surat kabar Bintang Timoer (milik Parada Harahap). Parada Harahap kemudian meminta Soekarno mendirikan organisasi kebangsaan yang disebut Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI), dimana salah satu anggotanya Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo (lihat Algemeen Handelsblad, 24-06-1927). Dalam pembentukan PPPKI sejumlah organisasi hadir, selain Sumatranen Bond, Batakch Bond, Kaoem Betawi dan Pasoendan juga hadir PNI. Sebelumnya Boedi Oetomo enggan bergabung, tetapi (karena organisasi besar?), Parada Harahap meminta Dr. Radjamin Nasution agar Dr. Soetomo ikut bergabung dan ‘mewakili’ Boedi Oetomo’. Dr. Radjamin Nasution adalah alumni ELS Padang Sidempoean, teman sekelas Soetomo ketika kuliah di STOVIA. Dalam Kongres PPPKI, Parada Harahap meminta Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta berbicara. Ir. Soekarno bersedia tetapi Mohammad Hatta tidak bisa hadir. Mohammad Hatta, ketua Perhimpoenan Indonesia di Belanda (suksesi Indisch Vereeniging) mengutus Ali Sastroamidjojo. Perhimpoenan Indonesia (PI) meski tergolong organisasi pemuda/peladjar, tetapi Parada Harahap tidak memposisikannya di Kongres Pemoeda melainkan di Kongres PPPKI. Inilah cara Parada Harahap ‘mengangkat’ posisi Mohammad Hatta di level senior (Kongres PPPKI), bukan di level junior (Kongres Pemoeda).     

Parada Harahap adalah simpul antara senior dan junior, simpul organisasi senior PPPKI yang menyelenggarakan Kongres PPPKI dan organisasi junior PPPI yang menyelengarakan Kongres Pemoeda. Para senior dalam hal ini antara lain Dr. Abdoel Rivai, Soetan Casajangan, Husein Djajadiningrat, Mangaradja Soeangkoepon, MH Thamrin dan Dr. Soetomo. Sedangkan para junior, dan yang terpenting, sebagaimana kita lihat nanti adalah Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mohamamd Jamin dan Amir Sjarifoeddin.

De Indische courant, 01-09-1928: ‘Pertemuan publik pertama PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-perhimpoenan Politiek Kebangsaan Indonesia) utuk melakukan kongres di Batavia. Berbagai delegasi sudah hadir dalam pertemuan ini. Tjokroaminoto dari PSI sudah hadir. Delegasi dari Sumatera Bond, Mr. Parada Harahap, managing editor Bintang Timoer, di sini hari sebelum kemarin tiba dengan mobilnya. Kongres dibuka jam delapan di tempat terbuka yang dihadiri lebih dari 2.000 orang. Di antara mereka yang hadir kami melihat Tuan Gobee dan Van der Plas dari Kantor Urusan Pribumi. Perwakilan dari asosiasi dan istri kongres perempuan berlangsung di aula tengah bangunan situs. Untuk membuka sekitar pukul 9:00 Dr. Soetomo atas nama panitia menerima peserta kongres. Soetamo mengatakan bahwa ini hasil dari diskusi pada konferensi berlangsung di Bandung pada tanggal 17 Desember 1927, ketika PPPKI disahkan. Pada konferensi bahwa rancangan undang-undang (semacam AD/ART) diadopsi dan disepakati PSI, PN1, BO, Pasoendan, Sumatranen Bond, Studi Indonesia, Kaoem Betawi dan Sarekat Madura sebagai anggota. Organisasi dalam pembentukan PPPKI berdasarkan nasionalis. Dengan seru: ‘Hidoeplah Persatoean Indonesia’  pembicara dalam sambutannya. Kesempatan untuk PPPKI. untuk mengucapkan selamat kongres pertamanya. Ir. Soekarno, yang berbicara atas nama PNI (Perserikatan Nasional Indonesia) bersukacita dalam realisasi PPPKI karena pemisahan antara sana dan sini akan ditentukan lebih tajam. Delegasi dari Sumatranen Bond, Mr. Parada Harahap, menyesalkan sikap pasifnya Minahassiscbe dan Amboineesche sebagai sebangsa..’.

Pada bulan September, sebelum PPPKI diirikan, di Djogjakarta diadakan pertemuan PNI (De Indische courant, 13-09-1927). Dalam pertemuan ini Soekarno menjadi salah satu pembicara. Apa yang menjadi tujuan PNI mulai terbuka. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-09-1927 melaporkan bahwa Mr. Iskaq telah secara luas menjjelaskan bahwa tujuan dari PNI adalah untuk memperoleh Kebebasan Hindia (Vryheid van Indie te verkrijgen). Parada Harahap mulai tersenyum. Parada Harahap sudah sejak lama merindukan suara-suara kemerdekaan ini, sebagaimana pada tahun 1919 Parada Harahap dengan sadar mendirikan surat kabar yang diberi nama Sinar Merdeka. Saat Soekarno dan PNI telah mencoba ‘membuka belenggu penjajah’ kebebasan Hindia (baca: kemerdekaan Indonesia), Parada Harahap terus berpolemik di media melawan pers Belanda. Inti dari pelemik Parada Harahap tersebut adalah Hindia bukan milik nenek moyang Belanda.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 08-11-1927 (Wat Gisteren in de Krant stond!...): ‘Diskusi tentang mayoritas Indonesia, bahwa Indonesia adalah warisan nenek moyang, sebagai protes keras Parada Harahap dari Bintang Timur. ‘Jika Indonesia warisan nenek moyang, KW cs menganggap sebagai pemberontakan.. Jadi saya memahami komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah, bermain aman! Dan Anda? K.W’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 03-01-1928 (Wat Gisteren in de Krant stond!...): ‘Artikel utama pada Benih Timoer di Medan pada tanggal 15 Desember membahas lebih lanjut usulan tentang mayoritas penduduk pribumi, yaitu pertanyaan, apa yang harus terjadi jika tidak diterima oleh Staten General. Menurut editorial tersebut, Indonesia tidak duduk diam, tapi protes, dimana Regeering (PPPKI) di belakang mereka. Dan sebagai wakil dari opini publik memberikan opini editor itu lagi, bahwa Pemerintah di sini dan Belanda akan memahami karena suara rakyat adalah suara Tuhan. Sekarang, yang terjadi adalah non-cooperative! Tapi sepertinya yang satu jari tidak diberikan sekali dan untuk semua satu menangkap seluruh tangan. Benih Timoer ingin di semua dewan kota, mayoritas Indonesia.  Pewarta Dcli edisi 12 Desember mengatakan. ‘Ketika editor menyatakan setelah kekuasaan di tangannya, mereka dengan Indonesia mengatakan mereka sudah matang, dan Belanda harus menjadi menonton. Editor menyebut [Abdullah] Lubis, [Mohammad] Samin, Soekirman; Tjokroaminoto, [Agoes] Salim, Ibrahim Lubis, Mohamad Joenoes di daerah dan Parada Harahap di pusat’ KW’. De Indische courant, 06-02-1928: ‘Di gedung Indonesische Studieclub diadakan pertemuan propaganda Perserikatan Nasional Indonesia yang dihadiri sekitar 600 orang. Sejumlah pembicara tampil ke podium. Ir. Soekarno berbicara menjelaskan gagasan Indonesia tentang persatuan dan dalam hubungan ini merujuk pada PPPKI yang baru dibentuk. Dalam berita ini disebut PPPKI adalah Permoefakatan Partai Politiek Kebangsaan Indonesia dimana berbagai partai politik bergabung, termasuk PNI. Ir. Soekarno memulai pembicaraan yang dimulai dengan memberikan gambaran tentang perkembangan politik di Indonesia, dari pendirian Boedi Oetomo pada tahun 1908 hingga termasuk pembentukan serikat baru ini [PNI] dimana PNI memohon [kepada Boedi Oetomo] untuk bekerja sendiri. untuk melayani eksistensi Indonesia.

Dalam situasi yang semakin memanas inilah Amir Sjarifoeddin mulai memainkan peran penting di dalam barisan para revolusioner nasional. Soekarno tidak (lagi) mewakili Boedi Oetomo (kedaerahan) tetapi telah mewakili PNI sendiri (yang bersifat nasionalis). Jalan inilah yang menyebabkan kemudian antara Parada Harahap di satu pihak, Soekarno dan Mohammad Hatta di pihak lain yang memiliki visi sama yang berada di barisan paling depan. Parada Harahap sebagai sekretaris PPPKI, Soekarno sebagai Ketua Perserikatan Nasional Indonesia dan Mohammaad Hatta sebagai Ketua Perhimpoenan Indonesia (di Belanda). Dan tentu saja: Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin di dalam organisasi pemoeda/peladjar yang baru PPPI.

De Indische courant, 08-09-1928: ‘Organisasi pemuda. Surat kabar Bintang Timoer melaporkan bahwa PPP1, federasi organisasi pemuda, terdiri dari Jong lslamieten Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Batak dan Pemoeda Kaoem Betawi, dalam pertemuan di Weltevreden, memutuskan pada bulan Oktober untuk mengadakan kongres pemuda di sana [Batavia] untuk membahas tentang isu-isu mengenai organisasi pemuda’.

Pada saat Mohammad Hatta, Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin masih terus kuliah dan semakin kritis di dalam organisasi masing-masing, Ir. Soekarno atas desakan Parada Harahap mengubah organisasi kebangsaan Perhimpoenan Nasional Indonesia menjadi partai yang diberi nama sama: Partai Nasional Indonesia. Hasil kongres PNI di Soerabaja telah memutuskan bahwa Perserikatan Nasional Indonesia (organisasi kebangsaan) menjadi Partai Nasional Indonesia sebuah partai politik (De Indische courant, 20-06-1928). Sementara, Parada Harahap setelah Kongres PPPKI memperluas jangkauan medianya.

De Indische courant, 13-09-1928: ‘De Indische courant, 13-09-1928: ‘Koran Melayu. Oleh NV Percetakan Bintang Hindia, Mr Parada Harahap direktur dan pemimpin redaksi dari Batavia mengeluarkan surat kabar Melayu Bintang Timoe, untuk Jawa Tengah di Semarang dan Jawa Timur di Surabaya sebagai edisi daerah. Mr Parada Harahap telah melakukan pertemuan lokal dalam rangka tujuan konferensi PPPKI. Selama perjalanan dan tinggal dengan tokoh terkemuka di daerah sangat antusias. Bintang Timoer sudah datang di sebuah iklan untuk kebutuhan yang staf diminta untuk kedua edisi tersebut’.

Partai Indonesia

Sementara Sukarno semakin kencang suaranya, Parada Harahap sebaliknya sangat sibuk mengadministrasikan semangat pergerakan. Parada Harahap ke dalam (semacam kemendagri), MH Tamrin ke luar (kemenlu). MH Tamrin sebagai ketua PPPKI juga duduk sebagai ketua Dewan Dana Nasional dan ketua Dewan Pers. Sukarno, yang jago berpidato terus berpidato kemana-mana. Dalam pertemuan PPPKI di Djogja, tema utama adalah Poenale Sanctie. Sebagaimana diketahui masalah poenale sanctie kali pertama dibongkar oleh Parada Harahap di Deli tahun 1918. Dalam beberapa kesempatan perttemuan PPPKI, Parada Harahap masih menyoroti masalah ini karena ia masih terhubung dengan rekan-rekannya di Medan.

Soerabaijasch handelsblad, 02-09-1929: ‘Pertemuan PPPKI. Di Djokja malam Minggu ada pertemuan PPPKI yang dihadiri oleh 1500 orang. Ketua adalah Mr. Sujoedi, yang juga pembicara pertama. Dia berbicara tentang kontak antara PPPKI, Perhimpoenan Indonesia dan Liga (oragansiasi-organiasi kebangasaan) melawan tekanan dibawah imperialisme dan kolonial. Pembicara kedua, Ali memberikan pendapat hukum tentang poenale sanctie dan menyimpulkan bahwa ini adalah sisa perbudakan. Pembicara, Dr. Soekiman memberi pendapat politik tentang poenale sanctie. Sosro Soegondo mengajukan pertanyaan sugestif tentang imperialisme dan penindasan oleh pemerintah, yang mendorong polisi untuk turun’.

Pidato terakhir Sukarno sebelum ditangkap untuk kali pertama adalah pada Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 25-27 Desember 1929 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-01-1930).

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-01-1930: ‘Kongres PPPKI. Seperti yang kita baca di Java Bode, pada malam kedua dari Kongres Permoefakatan Perhimpoenan2 Politiek Kebangsaan Indonesia di Solo - pertemuan publik kedua – publik bahkan lebih besar dari hari pertama dan meskipun hujan. Penonton berkumpul di depan aula klub... Dr. Soetomo, Soekarno, Mr. Sartóno dan Ki Hadjar Dewantoro berjalan ke bagian depan aula... Soekarno, sekali lagi dengan suara keras, suara yang memekakkan telinga datang untuk menyapa Indonesia, yang dimulai dengan terima kasih kepada para wanita untuk urunan yang hasilnya tidak dari sumbangan dari kapitalis, tetapi dari sumbangan dari orang Indonesia yang miskin, yang menurut perhitungannya hanya hidup menderita dengan 8 sen per hari...’. Delftsche courant, 02-01-1930: ‘Tindakan otoritas.Sehubungan dengan pencarian, diambil di seluruh Hindia, dengan pemimpin Partai Nasional Indonesia, dengan segerobak penuh kertas disita dan menangkap banyak pemimpin, beberapa lembar apa yang mungkin telah terbukti sejauh ini sejak penangkapan Mr. Kusoema Soemantri... Bataviaasch Nieuwsblad menulis bahwa pemerintah tampaknya berhasil meyakinkan bahwa propaganda ekstremis sekarang secara kualitatif dan kuantitatif sudah mengancam...Tindakan pemerintah telah benar-benar mengejutkan para agitator. Di tempat-tempat utama di Java dan di Deli, penggerebekan dilakukan dan penangkapan dilakukan.. Pesan-pesan yang diterima oleh polisi menyebutkan beberapa tanggal di mana gerakan perlawanan akan digunakan secara merata di tempat yang berbeda...(pesan itu adalah) bahwa pemberontakan akan dimulai pada malam hari Sabtu 28 pada hari Minggu 29 Desember atau di malam Tahun Baru. Polisi di Jawa Timur menerima laporan tentang tanggal yang dicurigai..'..

Pada tanggal 29 Desember 1929 Soekarno dikabarkan ditangkap di Djogjakarta. Penangkapan ini hanya berselang dua hari setelah usai Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 27 Desember 1929. Ir. Soekarno kemudian ditahan di Bandoeng.

Atas penangkapam Soekarno, anggota Volksraad bereaksi dengan membentuk fraksi nasional di Volksraad pada tanggal 27 Januari 1930. Fraksi nasional ini diketuai oleh MH Thamrin. Para anggota fraksi ini sebanyak 10 orang saja, tiga dari Sumatra yakni: Mangaradja Soeangkoepoen dari dapil Oostkust Sumatra; Dr. Abdoel Rasjid dari dapil Tapanoeli; Mochtar dari dapil Zuid Sumatra. Catatan: Abdoel Firman gelar Mangaradja Soeangkoepon dan Dr. Abdoel Rasjid adalah abang-adik

Sukarno baru disidang pada 18 Juni 1930 di pengadilan negara di Bandung. Sukarno dituntut empat tahun penjara (di Sukamiskin, Bandung). Ada sembilan belas sesi dan permohonan Sukarno "Indonesia Menggugat" sepotong terkenal, diterbitkan dalam bahasa Belanda maupun dalam bahasa Indonesia (Nieuwsblad van het Noorden, 11-01-1969).

Saat ini Sukarno masih di penjara, isu-isu baru agak tenggelam. Parada Harahap juga tidak banyak mendapat amunisi baru dalam surat kabarnya. Sukarno yang masih di penjara terus mengolah pikirannya di balik jeruji di penjara Sukamiskin. Parada Harahap beralih ke isu yang mana para wakil rakyat di parlemen (Volksraad) sangat penakut dan kurang greget. Saat ini Sukarno masih di penjara, isu-isu baru agak tenggelam. Parada Harahap juga tidak banyak mendapat amunisi baru dalam surat kabarnya. Sukarno yang masih di penjara terus mengolah pikirannya di balik jeruji di penjara Sukamiskin. Parada Harahap beralih ke isu yang mana para wakil rakyat di parlemen (Volksraad) sangat penakut dan kurang greget.

Sejak penangkapan Soekarno pasca Kongres PPPKI di Solo. Kegiatan politik sedikit kendor. Semua pihak perhatiannya diarahkan terhadap sidang-sidang Soekarno di pengadilan. Kantor PPPKI di gang Kenari juga sedikit merana karena kegiatan yang selama ini ramai menjadi fokus kepada Soekarno.

Dalam ketidakhadirannya PNI telah hancur. Partai ini secara resmi dibubarkan (pada saat Kongres kedua PNI 25 April 1931). Sebagai gantinya didirikan Partai Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Sartono. Parada Harahap sebagai kepala kantor PPPKI tentu sangat menyesalkan tindakan Sartono sementara Soekarno berada di penjara. Parada Harahap lalu mengajak Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin membicarakan soal nasib PNI. Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1931 melaporkan PPPI melakukan pertemuan publik di Gedoeng Permoefakatan (PPPKI) di gang Kenari dengan tema ‘beschouwingen betreffende het PNI vonnis (Pertimbangan Mengenai Keputusan PNI). Salah satu pembicara adalah Parada Harahap.

Saat ada pemberitaan bahwa hukuman Soekarno dikurangi, Parada Harahap seakan ingin mempersiapkan ruangan bagi Soekarno di gang Kenari. Namun apa yang terjadi, Parada Harahap kaget melihat kantor PPPKI (yang sudah lama terabaikan).

De Indische courant, 27-11-1931 (De nationalist Hatta):’Di antara pemimpin cemerlang, Hatta, seorang Sumatra, dianggap oleh banyak kalangan, setelah Ir Soekarno sebagai yang paling sesuai sebagai pemimpin Inlandsch baik saat ini maupun masa datang. Di dalam gedung pertemuan permufakatan di gang Kenari, potret Ir. Soekarno dan Diponegoro telah dipajang bertahun-tahun, diambil dari dinding dan disembunyikan di bawah. Tindakan ini telah membawa banyak keributan di antara penduduk pribumi, bahkan wartawan Parada Harahap di majalahnya menulis dalam ‘Surat Terbuka’ telah menginformasikan bahwa, saat melihat tempat pajangan telah kosong, air mata menangis dan pelaku  diduga telah melakukan tindakan kejahatan keji ini dan akan dicari di kalangan partai. Mr. Sartono menyangkal semua itu tindakan partainya dan menolak untuk menaruh sendiri potret itu (kembali) ke tempat asalnya. Dan sekarang bahkan potret Hatta telah berdebu di bawah meja’.

Dalam berita ini terkesan bahwa Sartono tidak menginginkan kembali Ir. Soekarno maupun Mohammad Hatta. Namun kenyataannya tidak semua eks anggota PNI setuju pembubaran PNI (Soekarno) dan juga tidak mengikuti partai baru (Sartono). Mereka ini menyebut diri sebagai ‘golongan merdeka’.  Golongan ini kemudian yang diinisiasi oleh Sjahrir dan kawan-kawan menjadi partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI). Ini terjadi pada tanggal 25-27 Desember 1931 dalam sebuah konferensi yang diadakan di Jogjakarta dengan Soekemi sebagai ketuanya.

Nama Soetan Sjahrir tidaklah terlalu dikenal. Nama Sjahri baru muncul pada tahun 1930 di Belanda dalam pengurus baru Perhimpoenan Indonesia sebagai wakil ketua. Seementara yang menjadi ketua adalah Roesbandi (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-04-1930). Kepengurusan baru ini menggantikan kepengurusan sebelumnya yang dipimpin oleh Mohammad Hatta (1926-1930). Nama Amir Sjarifoeddin sudah jauh lebih dikenal sebagai mahasiswa rechthoogeschool di Belanda (1926-1927) dan transfer menjadi mahasiswa Rechthoogeschool di Batavia)1927). Pada tahun 1928, Amir Sjarifoeddin sebagai anggota PPPI yang kemudian duduk sebagai bendahara panitia Kongres Pemuda 1928. Pada tahun 1928, Sjahrir masih duduk di sekolah menengah (AMS) di Bandoeng. Lalu nama Sjahrir muncul di Bandoeng pada tahun 1931 (Het volk: dagblad voor de arbeiderspartij, 18-02-1931). Sjahrir ikut dalam gerakn protes terhadap pemerintah Hindia Belanda yang mengkampanyekan buruh untuk melawan pemerintah dan menyampaikan rasa simpatik kepada eks pemimpin PNI yang telah menyuarakan melawan imperialis dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.   

Hukuman Soekarno benar-benar dikurangi dan Soekarno dibebaskan pada 31 Desember 1931. Parada Harahap sumringah, karena tidak hanya Soekarno yang dibebaskan, tetapi Mohammad Hatta juga dikabarkan akan pulang ke tanah air, Parada Harahap adalah orang yang merasa pertama kehilangan Soekarno selama di penjara. Parada Harahap merasa tidak cukup dengan hanya Mohammad Hatta. Parada Harahap masih konsisten membutuhkan Soekarno. Sejak penangkapan Soekarno pasca Kongres PPPKI di Solo. Kegiatan politik sedikit kendor. Semua pihak perhatiannya diarahkan terhadap sidang-sidang Soekarno di pengadilan. Kantor PPPKI di gang Kenari juga sedikit merana karena kegiatan yang selama ini ramai menjadi fokus kepada Soekarno.

Dalam ketidakhadirannya PNI telah hancur. Partai ini secara resmi dibubarkan (pada saat Kongres kedua PNI 25 April 1931). Sebagai gantinya didirikan Partai Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Sartono. Parada Harahap sebagai kepala kantor PPPKI tentu sangat menyesalkan tindakan Sartono sementara Soekarno berada di penjara. Parada Harahap lalu mengajak Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin membicarakan soal nasib PNI. Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1931 melaporkan PPPI melakukan pertemuan publik di Gedoeng Permoefakatan (PPPKI) di gang Kenari dengan tema ‘beschouwingen betreffende het PNI vonnis (Pertimbangan Mengenai Keputusan PNI). Salah satu pembicara adalah Parada Harahap.

Saat ada pemberitaan bahwa hukuman Soekarno dikurangi, Parada Harahap seakan ingin mempersiapkan ruangan bagi Soekarno di gang Kenari. Namun apa yang terjadi, Parada Harahap kaget melihat kantor PPPKI (yang sudah lama terabaikan).

De Indische courant, 27-11-1931 (De nationalist Hatta):’Di antara pemimpin cemerlang, Hatta, seorang Sumatra, dianggap oleh banyak kalangan, setelah Ir Soekarno sebagai yang paling sesuai sebagai pemimpin Inlandsch baik saat ini maupun masa datang. Di dalam gedung pertemuan permufakatan di gang Kenari, potret Ir. Soekarno dan Diponegoro telah dipajang bertahun-tahun, diambil dari dinding dan disembunyikan di bawah. Tindakan ini telah membawa banyak keributan di antara penduduk pribumi, bahkan wartawan Parada Harahap di majalahnya menulis dalam ‘Surat Terbuka’ telah menginformasikan bahwa, saat melihat tempat pajangan telah kosong, air mata menangis dan pelaku  diduga telah melakukan tindakan kejahatan keji ini dan akan dicari di kalangan partai. Mr. Sartono menyangkal semua itu tindakan partainya dan menolak untuk menaruh sendiri potret itu (kembali) ke tempat asalnya. Dan sekarang bahkan potret Hatta telah berdebu di bawah meja’.

Dalam berita ini terkesan bahwa Sartono tidak menginginkan kembali Ir. Soekarno maupun Mohammad Hatta. Namun kenyataannya tidak semua eks anggota PNI setuju pembubaran PNI (Soekarno) dan juga tidak mengikuti partai baru (Sartono). Mereka ini menyebut diri sebagai ‘golongan merdeka’.  Golongan ini kemudian yang diinisiasi oleh Sjahrir dan kawan-kawan menjadi partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI). Ini terjadi pada tanggal 25-27 Desember 1931 dalam sebuah konferensi yang diadakan di Jogjakarta dengan Soekemi sebagai ketuanya.

Nama Soetan Sjahrir tidaklah terlalu dikenal. Nama Sjahri baru muncul pada tahun 1930 di Belanda dalam pengurus baru Perhimpoenan Indonesia sebagai wakil ketua. Seementara yang menjadi ketua adalah Roesbandi (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-04-1930). Kepengurusan baru ini menggantikan kepengurusan sebelumnya yang dipimpin oleh Mohammad Hatta (1926-1930). Nama Amir Sjarifoeddin sudah jauh lebih dikenal sebagai mahasiswa rechthoogeschool di Belanda (1926-1927) dan transfer menjadi mahasiswa Rechthoogeschool di Batavia)1927). Pada tahun 1928, Amir Sjarifoeddin sebagai anggota PPPI yang kemudian duduk sebagai bendahara panitia Kongres Pemuda 1928. Pada tahun 1928, Sjahrir masih duduk di sekolah menengah (AMS) di Bandoeng. Lalu nama Sjahrir muncul di Bandoeng pada tahun 1931 (Het volk: dagblad voor de arbeiderspartij, 18-02-1931). Sjahrir ikut dalam gerakn protes terhadap pemerintah Hindia Belanda yang mengkampanyekan buruh untuk melawan pemerintah dan menyampaikan rasa simpatik kepada eks pemimpin PNI yang telah menyuarakan melawan imperialis dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.   

Dalam ketidakhadirannya PNI telah hancur. Partai ini secara resmi dibubarkan (pada saat Kongres kedua PNI 25 April 1931). Sebagai gantinya didirikan Partai Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Sartono. Parada Harahap sebagai kepala kantor PPPKI tentu sangat menyesalkan tindakan Sartono sementara Soekarno berada di penjara. Parada Harahap lalu mengajak Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin membicarakan soal nasib PNI.

Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1931 melaporkan PPPI melakukan pertemuan publik di Gedoeng Permoefakatan (PPPKI) di gang Kenari dengan tema ‘beschouwingen betreffende het PNI vonnis (Pertimbangan Mengenai Keputusan PNI). Salah satu pembicara adalah Parada Harahap.

Hukuman Soekarno benar-benar dikurangi dan Soekarno dibebaskan pada 31 Desember 1931. Parada Harahap sumringah, karena tidak hanya Soekarno yang dibebaskan, tetapi Mohammad Hatta juga dikabarkan akan pulang ke tanah air, Parada Harahap adalah orang yang merasa pertama kehilangan Soekarno selama di penjara. Parada Harahap merasa tidak cukup dengan hanya Mohammad Hatta. Parada Harahap masih konsisten membutuhkan Soekarno. Setelah keluar dari penjara, sempat tidak terdengar nama Soekarno. Parada Harahap lalu kemudian ‘memanggil’ kembali Ir. Soekarno. Inilah ‘panggilan’ kedua Parada Harahap kepada Soekarno, Panggilan pertama adalah ketika Soekarno di Algemeene Studieclub untuk membentuk organisasi kebangsaan: Perserikatan Nasional Indonesia.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-04-1932  (Ir. Soekarno en zijn Wederoptreden): ‘Tunggu tindakan saya’. Ini pernyataan mahasiswa pribumi Ir. Soekarno yang telah secara khusus meminta untuk meluangkan waktu belajar tentang partai yang nantinya apakah akan memilih atau apakah harus tetap di belakang layar, sebagaimana dikonfirmasinya di Bintang Timoer. Ir. Soekarno telah menulis surat kepada editor Bintang Timoer yang diterbitkan kemarin, yang menunjukkan bahwa Soekarno bahwa mereka (siswa) tengah mempelajari ‘teori gerakan rakyat’. Saya perlu untuk belajar teori, karena saya ingin mengambil tindakan. Selanjutnya Soekarno menulis: "Ketika saya lagi kemauan politik yang aktif? Aku tahu itu saja. Aku hanya pada jawaban rakyat. Segera itu akan terlihat bahwa orang itu sendiri, yang sekarang aku ekspor. Saya tidak ingin bermain. Dengan nasib rakyat, politik bagi saya adalah bukan olahraga tapi masalah serius, yang membuat saya hidup.  Soekarno meminta kepada Mr Parada Harahap, editor Bintang Timoer komentar, ‘Ir. Soekarno bukan seseorang yang berasal untuk Rakyat?’.

Rupanya Soekarno tengah belajar dan memikirkan apakah berikutnya terlibat langsung dengan partai atau hanya berada di belakang layar. Dalam tulisan Soekarno dan komentar Parada Harahap yang dimuat di Bintang Timoer tampak bahwa Soekarno masih berpolitik dan Parada Harahap terus mendorongnya tetap aktif.

Soekarno lalu menetapkan tanggal 1 Juli untuk batas penentuan baginya untuk memilih partai, yakni Partai Indonesia atau Pendidikan Nasional Indonesia (De Indische courant, 20-06-1932). Ini adalah hari yang ditentukan oleh Ir Soekarno untuk memutuskan masuknya ke dalam beberapa organisasi politik pribumi. Beberapa media memprediksi Soekarno akan memilih PI, bukan PNI. Jika Soekarno memilih PI, diharapkan bahwa PNI akan hancur berantakan, karena kemudian para pendukung Ir. Soekarno akan meluap ke Partai Indonesia. Ini juga menunjukkan bahwa ada sedikit peluang bagi Muhammad Hatta yang dikabarkan dalam waktu dekat akan kembali ke Indonesia.

Kolaborasi Soekarno, Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin

Amir Sjarifoeddin kuliahnya belum selesai, sedangkan Mohammad Jamin sudah lulus di Rechts Hoogeschool pada tahun 1932. Parada Harahap sudah mengetahui bahwa Mohammad Hatta dan Soetan Sjahrir berkolaborasi di dalam partai Pendidikan Nasional Indonesia, lalu Parada Harahap mengarahkan dan mengharapkan munculnya kolaborasi antara Soekarno dengan Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin. Soekarno akhirnya memilih Partindo (Partai Indonesia), yang didirikan oleh Mr. Sartono. Soekarno lalu mulai membangun kolaborasi dengan Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin. Mereka ini mendirikan organ Partai Indonesia.

Bataviaasch nieuwsblad, 19-10-1932: ‘Di Batavia, atas prakarsa para pemimpin gerakan politik pribumi, sebuah perusahaan baru (sebuah kantor percetakan) akan dibentuk, yang akan disebut ‘Oesaha Kita’. Ini adalah niat dari para organisator untuk mencetak dan menerbitkan surat kabar harian nasionalis radikal mereka sendiri. Nama yang akan diberikan adalah ‘Indonesia Berdjoeang’...Redaksi adalah Ir. Soekarno, Abdul Manaf dan Mohammad Jamin....dan para pendukung adalah Amir Sjaifoeddin, Dr. Samsi, Mr, Ali Sastroamidjojo dan lainnya’.

Nama Ir. Soekarno mulai mengemuka kembali setelah masuk Partai Indonesia. Juga nama Amir Sjarifoeddin mulai menonjol dalam bidang politik. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 27-12-1932: ‘Pertemuan publik Partai Indonesia. Melawan Wilde-Scholen-Ordonnantie, kenaikan harga garam, dll. Minggu pagi, 25 di Gedong Permoefakatan, Gang Kenari, ada rapat umum Partindo untuk memprotes berbagai langkah Pemerintah. Pertemuan dibuka oleh ketua Partindo Batavia, D. Winoto, yang lalu para peserta menyanyikan lagu Indonesia Raja...dari pertemuan ini oleh Dewan Pusat Partindo untuk mengirim delegasi ke Buitenbezitten untuk melakukan protes. Delegasi yang telah ditunjuk adalah Ir. Sukarno dan Amir Sjarifoedin. Dalam pertemuan ini Amir Sjarifoeddin yang mendapat giliran setelah istirahat berbicara (yang intinya) sebagai berikut (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 27-12-1932):

‘Amir Sjarifuddin memprotes pajak lahan (landrente) yang tinggi. Dia mulai mengurai tentang sejarah kepentingan tanah di Hindia, di mana dia membahas masalah hak milik tanah. Tidak hanya di Djokja dan Solo, menurut Amir ‘tanah bukan milik raja, tetapi oleh desa; di seluruh Indonesia itu terjadi...bahwa bunga tanah tidak harus dikurangi dengan 20 persen, seperti yang telah diusulkan, tetapi setidaknya 40 persen...penduduk menderita semakin banyak dan berbagai jenis pajak langsung dan tidak langsung. Hal ini tidak dapat diselesaikan dengan memenangkan kursi di majelis tinggi atau majelis rendah, dan oleh karena itu menurut Amir mendesak diperjuangan oleh rakyat dan untuk rakyat..’.

Soekarno dan Amir Sjarifoeddin Harahap kembali berbicara dan bergetar tetapi di sisi lain menjadi perhatian serius intel/polisi Belanda. Menurut surat kabar Bintang Timoer bahwa Soekarno telah menjadi target dan dalam daftar tunggu menyusul nama Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin. Parada Harahap mengisyaratkan wait and see.

De Sumatra post, 24-02-1933 memberitakan bahwa di Tjilentah [Bandoeng] Ir. Soekarno ikut berbicara di dalam suatu pertemuan publik Partai Indonesia yang dihadiri 3.000 orang. Dalam pembukaan pertemuan itu lebih dahulu dinyanyikan lagu Indonesia Raja. Setelah dibuka oleh ketua PI dilanjutkan dengan orasi para pembicara. Pembicara kedua tampil Amir Sjarifoeddin (ketua PI Batavia) Menurut Amir imperialisme adalah bahan bakar dari gerakan nasional. Tentu saja kebijakan Nasionalisme dan imperialisme tidak bisa bekerja bersama, jadi non-cooperative juga harus menjadi pondasi perjuangan. Non-cooperative, bagaimanapun, tidak berarti duduk kosong, karena PI berusaha untuk membangkitkan kesadaran nasional. Kebebasan hanya dapat diperoleh oleh orang-orang, itulah sebabnya aksi massa diperlukan. Pembicara terakhir adalah Ir. Soekarno. Menurut Soekarno imperialisme dan kapitalisme adalah lagu lama. Kebebasan adalah jembatan mencapai kesejahteraan. PI mengedepankan demokrasi dalam politik dan ekonomi. Gerakan nasional adalah bersumber dari perut orang-orang yang berderak-derak. Mengenai aksi massa, bahwa PI akan dapat menghadirkan 60 juta orang ke Indonesia Merdika. Pertemuaan berakhir pada pukul 12 sesuai batasan polisi.

Amir Sjarifoeddin sebelum bergabung ke Partai Indonesia adalah anggota Indonesia Moeda. Organisasi pemuda ini merupakan gabungan dari pemuda-pemuda yang tergabung dalam Jong Java, Jong Sumatra, Jong Batak, Pemoeda Indonesia dan lainnya yang didirikan pada tahun 1930. Salah satu anggota Pemoeda Indonesia adalah Soetan Sjahrir (yang saat itu sudah di Belanda dan menjadi pengurus PI). Saat Sjahrir sudah di Belanda, Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin adalah dua diantara pemuda yang mendirikan organisasi trans nasional Indonesia Moeda (mirip proses pendiria PPPKI). Kini, Amir Sjarifoeddin, meski masih tergolong mahasiswa tetapi bukan lagi anggota Indonesia Moeda, Amir Sjarifoeddin sudah menjadi anggota Partai Indonesia.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-03-1933: ‘Politie Sluit Vergadering van ‘Indonesia Moeda’. Derde Jaars-herdenking- De Politie treedt Streng op. Pada hari Minggu, tanggal 26, di Gedong Permoefakatan di GangKenari, sebuah pertemuan publik diadakan untuk memperingati ulang tahun ketiga dari kelompok pemuda ‘Indonesia Moeda’. Pertemuan ini dihadiri oleh 1000 orang remaja laki-laki dan perempuan, yang mana manajemen berada di tangan ketua dewan setempat, Abdoe1 Wahab. Dalam pidato pembukaannya, ketua menyatakan bahwa peringatan tiga tahun keberadaan serikat berlangsung tanpa perayaan atau hiburan, karena ada ribuan warga negara yang sakit di luar sana. Pembicara sekali lagi percaya untuk dapat menetapkan bahwa IM adalah persatuan murid dari setiap jenis sekolah, dari tinggi ke rendah, yang karenanya menahan diri dari politik. Namun, ini tidak boleh dipahami dengan mengatakan bahwa IM tidak tertarik pada isu-isu politik. Ini adalah tulang punggung dari gerakan rakyat pada umumnya, dan anggotanya adalah penerus yang terdekat dari para pemimpin saat ini. Namun, pertanyaan-pertanyaan politik akan ditelaah dari sudut pandang ilmiah, sehingga para anggota dapat, di masa depan, diperlengkapi secara memadai, dalam gerakan politik. (Polisi melarang pembicara berbicara tentang politik)...(setelah mahasiswa Mokoginta dan mahasiswa S Roekmi berbicara) Amir Sarifoeddin berbicara, salah satu mantan pendiri IM, sekarang anggota HB van (pengurus) Partai Indonesia, mahasiswa dalam bidang hukum Amir Sjarifoeddin memulai pembicaraan bahwa dalam pertemuan publik ini, untuk memperingati ulang tahun serikat yang berumur tiga tahun, dia ingin memberikan laporan yang lebih rinci dan rinci tentang ‘Nasionalisme dan Demokrasi’ Pembicaraan oleh pembicara diselingi dengan politik, dari awal hingga akhir. Dia berbicara tentang ‘Badai di Atas Asia’yang juga telah menyulitkan Hindia Belanda, dan mengatakan bahwa Nasionalisme hanya dapat diekspresikan jika seluruh bangsa menunjukkan satu kehendak, dan ensemble vouloir d'être harus bersifat umum, karena itu mengarah pada praktik praktis nasionalisme dan pembentukan kewarganegaraan. IM telah menyebar, menyebar dan dengan hati-hati menumbuhkan kehendak ini, dan pembicara sangat senang dengan itu. Nasionalisme akan membuat orang-orang dari negara yang diserang merengkuh senjata sebagai satu orang....(Di sini pembicara harus memutuskan pidatonya, karena polisi berpikir sudah waktunya untuk memisahkan diri dari perkumpulan komunitas murid ini, ini bukan untuk lagi pembelajaran politik, tetapi telah mengganggu untuk berbicara tentang perampasan senjata).Pertemuan itu hanya berlangsung satu jam karena telah dibatasi’.

Isi pidato Soekarno dan Amir Sjarifoeddin Harahap makin hari makin bergetar. Sementara intel/polisi Belanda terus memperhatikan gerak-gerik para revolusioner. Menurut Parada Harahap dari surat kabar Bintang Timoer bahwa Soekarno telah menjadi target dan dalam daftar tunggu menyusul nama Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin. Parada Harahap mengisyaratkan wait and see.

Seperti yang dikhawatirkan surat kabar Bintang Timoer, akhirnya tak terelakkan dan Soekarno pada bulan Agustus ditangkap kembali yang dianggap pemerintah sebagai tokoh yang berbahsya di Partai Indonesia. Dalam kasus kedua Soekarno ini pemerintah langsung membuat resolusi untuk kemudian mengasingkan Soekarno (ke Ende, Flores).

Parada Harahap tidak berdaya untuk menghalangi/meringankan hukuman Soekarno. Parada Harahap akhirnya kehilangan Soekarno (karena akan dibuang ke Flores). Namun demikian, Parada Harahap tidak mau kehilangan lebih banyak. Amir Sjarifoeddin yang masuk dalam daftar tunggu harus diselamatkan. Parada Harahap berteriak kembali.

De Gooi- en Eemlander : nieuws- en advertentieblad, 18-08-1933: ‘Het optreden tegen de PI. ‘Djangan boeangl’. Surat kabar ‘Bintang Timoer’ berisi editorial dengan judul ‘Djangan boeang!’ (‘Jangan diasingkan!’), Dimana permohonan dibuat untuk kepentingan Mr. Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin mengikuti berita bahwa pengasingan juga dianggap bagi dua pemimpin PI ini. Setelah mengetahui majalah itu, tentang pengasingan Ir. Soekarno hampir tidak diragukan lagi bahwa dia 99% yakin dan dilakukan setelah penyelidikan, yang sekarang dilakukan oleh Mr. PHC Jongmans. Mr. Mohamad Jamin baru-baru ini selesai dalam studinya [di Rechts Hoogeschool]. Mahasiswa Amir Sjarifoeddin hanya menyelesaikan bagian kedua dari program gelar doktornya dan akan mendapatkan gelar master (Mr) bulan ini. Yang terakhir berasal dari keluarga pegawai negeri sipil di Tapanoeli. Amir juga sepupu Mr. ]Soetan] Goenoeng Moelia, mantan anggota Volksraad.  Surat kabar ‘Bintang Timoer ’ memberi argumen bahwa dua pemuda dari pemimpin PI, berbeda dengan pembuangan yang dimaksud untuk Ir. Soekarno dan surat kabar ini juga mengacu pada pendapat almarhum Prof. Mr. Treub, yang mengatakan bahwa mereka ini masih muda belum agak merah dan mereka ini baru  di kemudian hari menjadi pemimpin akan datang ke kedepan. Surat kabar kemudian menyoroti pengasingan akan sulit bagi dua orang muda seperti Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin yang hidup sebenarnya harus dipotong bahkan sebelum mereka memasuki kehidupan nyata’.

Parada Harahap sangat piawai dalam soal argumentasi. Itu karena Parada Harahap sudah berpengalaman banyak berurusan dengan intel/polisi dan pemerintahan Belanda. Dari ratusan kali dimejahijaukan kerap lolos dan jika tidak lolos berani bayar denda dan kemudian bertarung lagi dengan intel/polisi. Parada Harahap sudah seakan ahli hukum, bagaikan jaksa, yang kerap membantu pihak lain dalam argumen hukum. Namun dalam soal Ir. Soekarno, Parada Harahap melihat pemerintah sudah melampaui batas sehubungan dengan pengasingan Ir. Soekarno. Parada Harahap lalu membuat rencana akan ke Jepang.

De Sumatra post, 16-10-1933: ‘Pada 16 Oct. (Aneta). Pemimpin Bintang Timoer, Mr. Parada Harahap berangkat 7 November disertai sejumlah guru pribumi dan pengusaha ke Jepang. Rombonga akan kembali melalui Manila’.[Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933: ‘Jumlah yang wisata ke Jepang sebanyak tujuh orang. Tiga wartawan, satu orang guru, satu orang  kartunis, dua pengusaha (Batavia da Solo). Tiga orang diantaranya dari pulau-pulau luar (Jawa)]

Dalam situasi ini Parada Harahap semakin geram. Parada Harahap berpikir sudah waktunya untuk mencari negara lain untuk berkolaborasi. Kunjungan Parada Harahap ke Jepang adalah semacam perlawan bentuk lain kepada pemerintahan Belanda. Parada Harahap akan memimpin tujuh revolusioner Indonesia ke Jepang. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 17-11-1933 melaporkan: ‘..Inlanders naar Japan telah meninggalkan Priok dengan kapal Jepang, Nagoya Maru yang dipimpin Mr. Parada Harahap, editor dari Bintang Timoer’.

Jepang berutang kepada Parada Harahap. Pada tahun 1918 Parada Harahap membongkar ksus prostitusi wanita Jepang di hotel kelas-kelas mewah di Medan yang dilakukan para germo di Singapoera. Wanita-wanita Jepang ini menjadi penghibur para pejabat Belanda dan para planter. Keberanian Parada Harahap ini diapresiasi oleh konsulat Jepang di Medan. Sejak itu, Parada Harahap di Batavia boleh dikatakan sangat dekat dengan konsulat Jepang. Siapa yang akan diajak Parada Harahap ke Jepang adalah para revolusioner, yakni: Abdoellah Lubis, pemimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan. Editor Pewarta Deli adalah Adinegoro, abang dari Mr. Mohammad Jamin (sebelum ke Pewarta Deli, Adinegoro adalah editor surat kabar Bintang Timoer di Batavia, milik Parada Harahap; Drs. Mohammad Hatta yang baru selesai studi di Belanda dan telah kembali ke tanah air (yang kini menjadi pengurus partai Pendidikan Nasional Indonesia); Dr. Samsi Sastrawidagda, guru di Bandoeng, pendiri Partai Nasional Indonesia sebelum dibubarkan oleh Mr. Sartono saat Ir. Soekarno dipenjarakan di Bandoeng;

Sementara Parada Harahap ke Jepang, Ir. Soekarno sebelum berangkat ke pengasingan telah meminta di PI diadakan reorganisasi. Amir Sjarifoeddin diangkat menjadi wakil ketua PI. Keberangkatan Parada Harahap dan kawan-kawan revolusioner ke Jepang dan keberangkatan Ir. Soekarno ke tempat pengasingan serta perubahan pengurus di PI dimana Amir Sjarifoeddin sebagai Wakil Ketua bukanlah berjalan sendiri-sendiri, melainkan strategi perlawanan terhadap Belanda yang dilakukan secara kolektif. Parada Harahap dalam ini menjadi semacam sutradara aktif.

Bataviaasch nieuwsblad, 21-11-1933: ‘Soekarno pergi! Berputar kembali pada politik. Manajemen pusat Partai Indonesia mengumumkan bahwa telah menerima surat dari Ir. Soekarno yang menyatakan bahwa Soekarno menarik diri dari gerakan politik. Sehubungan dengan hal tersebut, dan pengunduran diri Gatot sebagai anggota dewan (dia tetap anggota partai), struktur pengurus PI diubah sebagai berikut: Ketua, Mr. Sartono, Wakil Ketua I, Amir Sjarifoeddin, Wakil Ketua II merangkap bendahara, Soewirjo, Sekretaris I, Njonoprawoto, Sekretaris II, Soleman, Komisaris: Sidik, Djojosoekarto, Djauhari, Salim dan Toembel.

Parada Harahap dan rombongan tiba di Kobe tanggal 4 Desember (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 05-12-1933). Sementara itu, Amir Sjarifoeddin di Batavia tengah berada di pengadilan.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-12-1933: ‘Kasus terhadap Amir Sjarifoeddin. Melawan kejahatan ‘Banteng’. Ratusan orang yang tertarik, kata Aneta, memadati hari-pagi untuk pintu masuk aula kecil di gedung negara di Molenvliet sehubungan dengan sidang editor ‘Banteng’, organ dari Partai Indonesia, Amir Sjarifoeddan bin Baginda Soripada, yang dituduh telah memberikan pernyataan publik atas perasaan permusuhan terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Presiden pengadilan, Mr. Dutry van Haeften sangat cemas karena banyaknya pengunjung yang hadir meski polisi lekaukan pengawalan yang ketat di sekitar gedung pengadilan. Ratusan orang berada di luar menunggu, dan sebagai di dalam mengikuti persidangan. Terdakwa dibela oleh Mr. Soerjadi. Presiden bertanya dalam bahasa Melayu menurut nama dan profesi. Panitera membacakan tindakan tuduhan, dimana bagian-bagian dari sebuah artikel di ‘Banteng’ yang menyebabkan penuntutan disertakan. Menguraikan perlunya aksi massa dan berpendapat perlu dicatat bahwa imperialis masih dalam mobil bagus, duduk di rumah-rumah besar dan itu hanya mungkin untuk mengakhiri dengan membawa massa bergerak. Dalam generasi ke aksi massa juga ditentukan, yang di bawah ‘musuh’ harus dipahami. Pembela: ‘Apakah terdakwa, sebagaimana telah dinyatakan, menyuarakan permusuhan publik sebagaimana dalam Banteng 30 Maret tahun ini’. Presiden: Lihat isi dakwaan Pembela: Mengerti, tapi menganggap dirinya bersalah dengan cara apapun. Presiden: Harus dilihat semua selama tiga bulan sebagai pemimpin redaksi ‘Banteng’. Majalah ini merupakan publikasi komite pers ‘Partindo’. Orang bisa membelinya karena dijual dalam jumlah besar. Sirkulasi sebanyak 3000 eksemplar. Pembela: Selalu semua hasilnya diperiksa oleh panitia pers, baru mengirim dokumen ke percetakan, kemudian semuanya kembali ke panitia pers sebelum didistribusikan. Presiden: Apakah Anda, dengan demikian, memiliki hak untuk mencari tahu dokumen yang memenuhi syarat untuk penempatan?’. ‘Ya’. Presiden: ‘Kamu sendiri?’. Pembela: ‘Tidak, bahkan anggota komite pers kadang-kadang menulis’. Presiden: ‘Tapi pengeditan terakhir, penyusunan dokumen dan tata letak adalah yang dipegang oleh terdakwa? Kemudian beberapa salinan ‘Banteng’ diperlihatkan kepada terdakwa. Artikel ‘Aksi Massa’ diterima dari luar. Presiden: Apakah Anda membacanya dulu? Pembala: Ya, saya membacanya dulu. Menurut saya, itu cocok karena tidak ada apa pun di dalamnya yang bertentangan dengan kepentingan umum. Presiden: Siapakah penulisnya? Pembela: Saya tidak ingin memanggilnya. Presiden: Keberatan apa yang ada melawan? Pembela: Penulis tidak ingin namanya terungkap. Itu sebabnya artikel itu hanya ditandatangani dengan beberapa huruf saja. Presiden: Apakah penulis mungkin sudah merasa bahwa dia bisa dianiaya? Pembela: Tidak, dia tidak memiliki kecurigaan itu. Presiden: Sebagian besar waktu, penulis masih ingin menyebutkan nama mereka. Pembela: Tersenyum. Setelah ini, artikel dianggap secara keseluruhan dalam bahasa Melayu. Ini menunjukkan bahwa pembaca sangat antusias tentang hal itu untuk mencapai ‘titik didih politik’. Selama ini tidak tercapai, lokomotif dapat gerakan tidak berlanjut, dan selama penjajah akan memiliki perasaan yang nyaman untuk duduk di sebuah sedan, dll. Kemudian, terjemahan untuk saksi diadakan. Jadi kata ‘kaki belaka’ diterjemahkan ‘untuk ditarik’. Menurut lukisan, ini harus diterjemahkan ‘menaklukkan’. Dengan demikian, kalimat: ‘Kebebasan Indonesia harus dibaca: ‘kebebasan Indonesia harus ditaklukkan’. Presiden percaya bahwa ‘mereboet’ diterjemahkan baik memang. Terdakwa berpendapat bahwa ‘model belaka’ atau dengan benda-benda sebagai ‘merebut’ bisa menerjemahkan, tapi tidak dalam hubungan digunakan hadir. Selanjutnya, terdakwa masih keberatan dengan terjemahan dari kata ‘segenap’ (benar-benar), yang kata ‘setiap’ digunakan memiliki tanda kutip juga pergi. beberapa hal tidak makna dasar. Terdakwa juga keberatan dengan terjemahan dari kata ‘moesoeh’ oleh musuh. Artinya: lawan politik. Presiden ‘Tapi Terdakwa mengakui bahwa itu terjemahan normal’.

Persidangan Amir Sjarifoeddin belum berakhir, pengadilan belum menemukan bukti bersalah. Selama proses penyidikan Amir Sjarifoeddin tetap mengikuti kuliah. De Indische courant, 08-12-1933 memberitakan bahwa Amir Sjarifoeddin lulus untuk bagian kedua dari ujian doktor (geslaag is voor het doctoraal examen tweede gedeelte). Amir Sjarifoeddin sambil kuliah juga adalah pendiri dan guru di sekolah Pergoeroean Ra’jat yang beralamat di Gedong Permoefakatan di Gang Kenari No.15 (Haagsche courant, 18-12-1933).

Apa yang membuat Amir Sjarifoeddin mengalami hal tersebut? Parada Harahap melalui surat kabar Bintang Timoer terus menerus mempengaruhi pemerintah. Boleh jadi Parada Harahap telah meminta Prof. Husein Djajadingrat di Rechts Hoogeschool agar Amir Sjarifoeddin mendapat dispensasi. Tentu saja Parada Harahap meminta para anggota Volksraad, seperti Dr. Abdoel Rasjid Siregar (dari dapil Tapanoeli), Mr. Mangaradja Soeangkoepon (dari dapil Oostkust Sumatra) dan MH Thamrin dari dari dapil Batavia. Belum selesai kasus yang satu lalu muncul lagi tuduhan intel/polisi kepada Amir Sjarifoeddin dan kawan-kawan tentang artikel-artikel di majalah Indonesia Raja yang diterbitkan sebanyak 350 eksemplar (Algemeen Handelsblad, 02-01-1934).

Sementara itu, Parada Harahap kembali dari Jepang dan tiba di tanah air. Rombongan tidak langsung ke Tandjong Priok, Batavia tetapi turun di Tandjong Perak, Soerabaja. Diduga karena khawatir ditangkap intel/polisi Belanda, Pilihan turun di Tandjong Perak, Soerabaja karena ada dua tokoh revolusioner yakni Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution (pendiri Partai Bangsa Indonesia/PBI). Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution sudah kenal sejak lama, satu kelas di STOVIA. Saat ini, Radjamin Nasution selain anggota dewan kota (gemeenteraad) Soerabaja adalah pimpinan sarikat buruh pelabuhan Tandjong Perak. Cukup aman sambil menunggu perkembangan di Batavia. Sebab di Batavia dalam situasi panas jelang pengasingan Ir. Soekarno. Parada Harahap dan kawan-kawan telah menjadi target intel/polisi Belanda.

Soerabaijasch handelsblad, 11-01-1934 (De Javasche Perskoning. Keert terug.): ‘Dengan kapal ‘Panama Maru, yang hari Sabtu kapal diharapkan merapat di Tandjong Perak, akan kembali Mr. Parada Harahap, Editori Chief dari Bintang Timoer, yang selama tinggal di Jepang memiliki kesan menjadi poster sebagai  tokoh jurnalieme Hindia Belanda. Kapal meninggalkan hari berikutnya ke Batavia, belum diketahui apakah di sini The King of Java Press akan pergi ke darat dengan Panama Matu akan terus berlanjut ke Batavia’. De Indische courant, 13-01-1934 (Parada Harahap. Kembali dari Jepang. Wawancara): ‘Wartawan  pribumi Mr. Parada Harahap telah tiba disini pagi ini dengan Panama Maru dari Osaka Shosen Khaisa. Dia tinggal di sini selama beberapa hari, dan kemudian ke Batavia...’.

Di Batavia, Ir. Soekarno diberangkatkan ke tempat pengasingan di Flores pada tanggal 14 Januari 1934. Tidak diketahui secara jelas mengapa Soekarno diberangkatkan sehari setelah dipastikan Parada Harahap dan rombongan telah mendarat di Soerabaja. Apakah dimaksudkan untuk segera menyelesaikan Soekarno dan segera membuka tuntutan baru terhadap Parada Harahap dan kawan-kawan?

Tidak lama setelah di Batavia Parada Harahap dan kawan-kawan ditangkap. Parada Harahap berhasil lolos karena tidak terbukti tuduhan setelah Konsulat Jepang memberikan kesaksian. Sementara Mohammad Hatta tidak bisa lolos karena intel/polisi melancarkan tuduhan lain (soal politik). Mohammad Hatta ditangkap pada bulan Februari1934. Pada tanggal 16 November 1934 ditetapkan resolusi untuk diasingkan (ke Digoel). Pada akhir Januari 1935 Mohammad Hatta diberangkatkan ke Digoel.  

Soekarno, Mohammad Hatta dan Sjahrir telah diasingkan. Parada Harahap merasa khawatir juga akan menyusul target polisi/intel Belanda kepada Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin. Masalah penuntutan kepada Amir Sjarifoeddin masih belum selesai di pengadilan.

Parada Harahap meski aktivis di dalam berbagai organisasi, tetapi tidak pernah terlibat dalam partai politik. Parada Harahap yang non-cooperative dengan Belanda bertindak dengan caranya sendiri. Parada Harahap berpolitik melalui jalur media dengan pena-pena yang tajam (berita investigasi dan kolom editorial yang radikal). Parada Harahap dan MH Thamrin adalah pengusaha. Parada Harahap berbeda dengan Soekarno yang arsitek dan guru, Mohammmad Hatta, Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin yang akademisi (suka membaca). Parada Harahap juga berbeda dengan Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution yang juga masih bekerja untuk pemerintah. Karena itu Soetomo dan Radjamin Nasution lebih mengambil jalan tengah: untuk satu hal coopearative dan untuk hal lain non-cooperatif. Meski demikian, tujuan mereka semua sama: kemerdekaan Indonesia.

Dalam perkembangannya di Soerabaja sebagaimana kita lihat nanti, Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution merasa perlu untuk memperbesar partai PBI. Cara yang mungkin dilakukan adalah menggerakkan Boedi Oetomo berafiliasi dengan partai politik. Lalu muncullah gagasan pembentukan Partai Indonesia Raja yang disingkat Parindra. Partai Parindra didirikan tahun 1935 dengan tujuan yang sama dengan organisasi revolusioner yang lain seperti Partindo dan PNI. Akan tetapi strategi Parindra berbeda dengan mengambil jalan tengah, yakni tetap mengusung demokrasi dan nasionalisme. Dalam hal ini Parindra bersifat pro-aktif: Parindra untuk satu hal cooperative tetapi untuk hal lain non-cooperative. Parindra berjuang lewat parlemen. Hal ini sudah dijalankan oleh Radjamin Nasution di Soerabaja atas sokongan sobatnya Dr. Soetomo (sejak 1931). Prinsip demokrasi parlemen ini juga diamini oleh MH Thamrin di Batavia.

Parada Harahap Marah, Memimpin Tujuh Revolusioner Indonesia Pertama ke Jepang

Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin Mendirikan Partai

Amir Sjarifoeddin Non-cooperative dengam Belanda; Mengapa Amir Sjarifoeddin Juga Non-Cooperative dengan Jepang?

Amir Sjarifoeddin Lahir Islam; Apakah Amir Sjarifoeddin Berganti Agama?

Amir Sjarifoeddin Nasionalis Sejati; Apakah Amir Sjarifoeddin Berhaluan Komunis?

Amir Sjarifoeddin Ditangkap; Mengapa Harus Ditembak Mati?

Sejarah Besar Amir Sjarifoeddin Dikerdilkan Secara Ramai-Ramai

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar