Selasa, 09 April 2019

Sejarah Bandung (42): Mengenal Letnan Kolonel Lembong, Nama Jalan di Bandung; TNI Desersi KNIL Dibunuh oleh KNIL


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Ada nama jalan di Bandung disebut Jalan Lembong. Adolf Gustaaf Lembong adalah Letnan Kolonel TNI yang terbunuh di Bandung 23 Januari 1950 oleh pasukan KNIL di bawah komando  Raymond Westerling. Atas permintaan keluarga, kuburun Letnan Kolonel Lembong dipindahkan dari Bandung ke Djakarta. Juga atas permintaan keluarga kepada pemerintah Kota Bandung nama Adolf Gustaaf Lembong dijadikan nama jalan.

Nieuwsblad van het Zuiden, 18-07-1945
Sebelum pendudukan militer Jepang banyak pemuda Indonesia yang menjadi tentara Belanda (KNIL), Adolf Gustaaf Lembong termasuk diantaranya. Sejarah Lembong berlika-liku. Lembong sebagai pasukan Amerika Serikat bergerilya melawan militer Jepang di Filipina. Ketika Belanda kembali ke Indonesia, Lembong kembali bergabung dengan KNIL. Dalam perkembangannya Lembong membelot ke RI dan menjadi TNI. Sebagai perwira TNI pasca pengakuan kedaultan Indonesia ditugaskan ke Bandung. Lembong termasuk korban dari pembunuhan pasukan KNIL di bawah komando Westerleing.

Adolf Gustaaf Lembong adalah tentara yang langka. Kisahnya yang berlika-liku membuat Letnan Kolonel Lembong semakin langka. Itulah alasan artikel ini dibuat. Untuk memahami sejarah Letnan Kolonel Lembong mari kita telusuri sumber-sumber tempo dulu.  

Kisah Letnan Adolf Lembong di Filipina

Kisah Adolf Lembong kali pertma muncul di surat kabar Nieuwsblad van het Zuiden, 18-07-1945 yang merilis berita dari kantor berita ANP-Aneta yang bersumber dari Arnold Vas Dias (direktur pelaksana Aneta). Disebutkan Letnan Adolf Lembong bersama sembilan temannya (semuanya sersan) melarikan diri dari kamp konsentrasi Jepang di Filipina lalu bergabung dengan pejuang gerilya Filipina. Disebutkan gerilya Filipina ini berada di bawah komando Amerika. Adolf Lembong dan pasukan kecilnya dalam bergerilya melawan militer Jepang di Filipina tetap menggunakan bendera Belanda (merah putih biru). Bendera itu dibuat oleh istri Lembong, Asuncion Angel.

Satu hal yang menarik di dalam berita ini, ketika pasukan Amerika mendarat di Teluk Lingay pada tanggal 9 Januari 1945 gerilyawan ini menyambutnya. Diantara kelompoj gerilyawan yang menyambut tersebut terdapat 10 orang yang mengibar-ngibarkan bendera tri color Belanda. Sang komandan Amerika sempat mengira pasukan kecil   Adolf Lembong adalah pasukan yang dikirim Belanda: ‘Ketika kami melihatmu berdiri disana dengan warna merah putih dan biru itu, kami berpikir sejenak bahwa Belanda telah mendahului kam’, kata komandan Amerika itu kepada Lembong setelah mendarat. Tiga hari sebelum Lembong dan gerilyawan bertemu dengan orang Amerika, mereka telah terlibat pertempuran sengit dengan konvoi truk Jepang dalam perjalanan mereka ke San Leon. Dalam pertempuran itu 27 orang Jepang terbunuh sementara gerilyawan tanpa mengalami kerugian yang berarti.

Asuncion Angel adalah seorang perempuan muda Filipina, Asuncion Angel adalah seorang pejuang gerilya Filipina yang telah berulang kali menembus garis demarkasi Jepang dan tiga kali ia dipenjara oleh Jepang.  Asuncion Angel menikah dengan Lembong pada tanggal 26 Oktober 1944 dalam usia 24 tahun lahir di Manado, Sulawesi.

Arnold Vas Dias menceritakan sebelum perang (pendudukan) Jepang Lembong dipekerjakan Pemerintah Hindia Belanda sebagai tentara KNIL. Setelah pendudukan militer di Jawa Lembong termasuk yang diinternir dan berlangsung selama berbulan-bulan di kamp konsentrasi Jepang. Awalnya dibawa ke Rabaul di Nieuw Brittanie dan kemudian pada bulan Mei 1943 dipindahkan ke Filipina. Dengan teman-temanya berakhir di sebuah kamp di Gonzalez, Provinsi Pangaison. Di kamp ini Lembong dan kawan-kawan menemukan koneksi antara gerilyawan dan tahanan di kamp. Gerilyawan membawa pesan dari komandan Amerika mereka Mayor Robert B. Lapham, dimana Lembong dan teman-temannya diberitahu bahwa mereka harus bersiap untuk melarikan diri. Lembong dan teman-temannya benar-benar melarikan diri pada tanggal 6 Agustus 1943 dan tiba setelah 2 hari dua malam di kamp gerilya. Di kamp gerilya ini Lembong dan teman-teman diterima oleh komandan Amerika, Dalam bergerilya Lembong dan teman-teman masih memakai seragam yang lama karena tidak ada pakaian lain yang tersedia.Setelah beberapa saat, Lembong diangkat menjadi perwira gerilyawan, Dalam perkembangannya Lembong ditangkap oleh militer Jepang pada bulan Januari 1944 tetapi empat bulan kemudian Lembong dapat melarikan diri dengan bantuan Asuncion Angel.

Pada tanggal 12 April 1945, Lembong dan bersama sembilan temannya meninggalkan Filipina dan selanjutnya kembali bergabung dengan KNIL yang ingin menguasai kembali Indonesia (pasca Proklamasi RI 17 Agustus 1945). Itulah kisah terakhir Adolf Lembong di Filipina. Setelah itu tidak diketahui kemana Lembong dan teman-temannya pergi. Juga tidak diketahui apakah langsung dan dimana Lembong bergabung (kembali) dengan KNIL.

Adolf Gustaaf Lembong tidak sendiri. Banyak pemuda Indonesia yang sebelumnya menjadi bagian dari KNIL apakah dari Ambon, Manado, Madura, Jawa dan Sumatra. Namun hanya sebagian yang diinternir Jepang, termasuk Lembong dan teman-temannya. Diantara pemimpin Indonesia yang juga diinternir militer Jepang adalah Amir Sjarifoeddin Harahap, seorang revolusioner yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sejak era kolonial Belanda. Amir Sjarifoeddin Harahap yang di tahan di kamp Jepang di Malang baru dibebaskan pasca Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 saat mana Presiden Soekarno membentuk kabinet RI pertama. Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap diangkat menjadi Menteri Penerangan, suatu portofolio penting karena Amir Sjarifoeddin Harahap memiliki portofolio tertinggi saat itu diantara pemimpin Indonesia (memiliki riwayat melawan Belanda dan menentang Jepang). .
Letnan KNIL Adolf Lembong dan Menteri Pertahanan RI Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap

Kota Hirosima dan Nagasaki di bom oleh Amerika menjadi alasan Kerajaan Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutunya. Penyerahan Jepang ini pula yang memicu proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk melucuti tentara Jepang dan membebaskan para interniran Belanda di Indonesia dilakukan oleh Inggris yang berbasis di Singapoera. Namun kemudian di belakang Sekutu/Inggris muncul Pemerintah (Kerajaan) Belanda yang disebut NICA yang juga melakukan konsolidasi terhadap kekuatannya (KNIL) dari berbagai tempat. Dalam situasi inilah Adolf Gustaaf Lembong bergabung kembali dengan KNIL (dari KNIL ke KNIL).

Semakin meningkatnya KNIL pasukan Belanda/NICA di Djakarta dan sekitar dan semakin intensnya perlawanan yang digalang rakyat Indonesia (Tentara Rakyat Indonesia) menyebabkan Presiden Soekarno mengangkat Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai Menteri Keamanan Rakyat (baca: Menteri Pertahanan (tetap merangkap sebagai Menteri Penerangan). Hal ini sehubungan dengan Tentara Rakjat Indonesia yang mengumumkan Proklamasi Perang pada tanggal 13 Oktober 1945 (lihat Keesings historisch archief: 14-10-1945). Markas Tentara Rakjat Indonesia berada di Bandung (Provinciale Drentsche en Asser courant, 17-10-1945). Markas ini dipimpin oleh Abdul Haris Nasution. Pengumuman yang bersumber dari Markas TRI dan pengumuman perang dilakukan melalui hanya satu-satunya saluran pemberitaan yang masih dikuasai kalangan nasionalis Indonesia yakni Radio Indonesia Bandoeng (lihat De Patriot, 18-10-1945). Salah satu penyiat yang juga pernah membacakan teks Proklamasi RI pada malam hari tanggal 17 Agustus 1945 adalah Sakti Alamsjah Siregar (kelak menjadi pendiri surat kabar Pikiran Rakyat Bandung). Dalam perkembangannya karena situasi yang semakin krisis di Djakarta, Pemerintah RI di Djakarta dipindahkan ke Jogjakarta secara bertahap yang dimulai awal Januari 1946. Rombongan terakhir Pemerintah RI evakuasi dari Djakarta pada bulan Maret 1946 dipimpin oleh Mr. Arifin Harahap.

Pemerintah RI dan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) terus bahu membahu membangun kekuatan, mengkonsolidasi tentara rakyat dan melakun perlawanan terhadap pasukan Sekutu/Inggris di depan dan militer NICA KNIL di garis belakang. Ketika TRI melakukan pertempuran dengan KNIL di Djakarta, TRI melakukan perlawanan dengan tentara Sekutu/Inggris di Bandoeng. Klimaks perlawanan di Bandoeng yang dipimpin Kolonel Abdul Haris Nasution terjadi apa yang disebut aksi bumi hangus di area Bandoeng Selatan pada Maret 1946 (Bandoeng Laoetan Api). Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin Harahap bergegas dengan kereta api menuju Bandoeng untuk berdiskusi dengan Kolonel Abdul Haris Nasution. Pada bulan Mei Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap mulai merapikan struktur kekuatan tentara Indonesia sehubungan dengan perubahan namanya dari Tentara Rakyat Indonesia (TRI) menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).  

Nieuwe courant, 29-05-1946: ‘Perubahan dan penunjukan pada posisi baru TRI telah diterbitkan. Dalam penunjukkan ini terlihat keterlibatan orang-orang muda dan perwakilan dari tentara rakyat di Jawa. Soedirman dipromosikan menjadi Panglima tertinggi dengan pangkat Jenderal. Ketua Pengadilan Tinggi Militer ditunjuk Mr. Kasman Singodimedjo. Kepala Staf diangkat Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo. Kolonel Soetjipto diangkat menjadi Kepala Dinas Rahasia; Kolonel TB Simatoepang sebagai Kepala Organisasi TNI; Kolonel Hadji Iskandar sebagai Kepala Departemen Politik; Kolonel Soetirto sebagai Kepala Urusan Sipil; Kolonel Soemardjono sebagai Kepala Hubungan dan Kolonel Soejo sebagai Kepala Sekretariat. Sudibjo diangkat menjadi Direktur Jenderal Departemen Perang yang mana Didi Kartasasmita sebagai Kepala Infantri. Di dalam Departemen Perang juga diangkat: Kepala Departemen Artileri Letnan Kolonel Soerjo Soermano; Kepala Departemen Topografi Soetomo (bukan penyiar radio); Kepala Geni Kolonel Soedirjo; Kepala Persenjataan Mayor Jenderal Soetomo (juga bukan penyiar radio) dan Kepala Polisi Militer Mayor Jenderal Santoso (bukan penasihat Dr. Van Mook). 'Mayor Jenderal Abdoel Haris Nasution ditunjuk sebagai Panglima Divisi-1 (Siliwangi) dengan Letnan Kolonel Sakari sebagai Kepala Staf. Panglima Divisi-2 Mayor Jenderal Abdulkadir (bukan penasihat Dr. Van Mook) dengan Letnan Kolonel Bambangkoedo sebagai Kepala Staf; Panglima Divisi-3 Mayor Jenderal Soedarsono (bukan menteri) dan Letnan Kolonel Pari sebagai Kepala Staf; Panglima Divisi-4 Mayor Jenderal Sudiro dengan Letnan Kolonel Fadjar sebagai Kepala Staf; Panglima Divisi-5 Mayor Jenderal Koesoemo dengan Letnan Kolonel Bagiono sebagai Kepala Staf; Panglima Divisi-6 Mayor Jenderal Songkono (Brawidjaja) dengan Letnan Kolonel Marhadi sebagai Kepala Staf, dan Panglima Divisi-7 Mayor Jenderal Ramansoedjadi dengan Letnan Kolonel Iskandar Soeleiman sebagai Kepala Staf’.

Dalam struktur organisasi tentara yang baru ini kali pertama diperkenalkan pangkat tertinggi yang disebut jenderal (Soedirman, sebagai Panglima). Pangkat di bawahnya Letnan Jenderal (Oerip Soemohardjo, sebagai Kepala Staf). Lalu kemudian pangkat Mayor Jenderal disematkan kepada tujuh Panglima Divisi plus Kepala Persenjataan dan Kepala PM. Pangkat di bawahnya sejumlah Kolonel dan sejumlah Letnan Kolonel.

Saat-saat situasi dan kondisi inilah Adolf Gustaaf Lembong, letnan KNIL (Belanda/NICA) melakukan desersi dan bergabung dengan TRI. Tidak ada kata terlambat memang. Paling tidak dengan desersinya Lembong dari kesatuannya membuat kekuatan KNIL NICA berkurang satu dan memuat kekuatan TRI bertambah satu.   

Letnan Kolonel Lembong Menyerahkan Diri ke Belanda di Jogjakarta Januari 1949

Tunggu deskripsi lengkapnya

Letnan Kolonel Lembong Terbunuh oleh KNIL Belanda di Bandoeng Januari 1950

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar