Rabu, 21 Agustus 2019

Sejarah Tangerang (27): Kisah Cinta Letnan Moody dan Ratu Helena Kabur dari Banten ke Batavia 1682; Semalam di Tangerang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini

Cornelis Vincent van Mook sudah sejak 1678 berada di Tangerang untuk membangun pertanian. Pada tahun 1680 di Kesultanan Banten terjadi perseteruan antara ayah dan anak. Sultan Agoeng Tirtajasa digulingkan oleh anaknya sendiri, Sultan Hadji. Situasi di Banten membuat  Cornelis van Mook di Tangerang terganggu.

Dari Banten ke Batavia via Tangerang
Wilayah Tangerang di tengahnya mengalir sungai Tjisadane. Wilayah barat bagian dari Banten dan wilayah timur sungai Tjisadane bagian dari Batavia (VOC/Belanda). Cornelis van Mook mulai memikirkan untuk membangun kanal dengan menyodet sungai Tjisadane ke arah timur menuju Batavia. Untuk membangun kanal ini, membuat  Cornelis van Mook membutuhkan banyak tenaga kerja. Daghregister mencatat bahwa tanggal 10 April 1680 Sera Mangale ‘mengambil’ (roven) orang Indermayoe sebanyak 7.000 orang dan membawanya ke Tangerang. Sera Mangale adalah salah satu pimpinan benteng Tangerang di Kampong Baroe. Menurut catatan Daghregister tanggal 1 Juni 1680 Sultan Banten (Agoeng Tirtajasa) yang tersingkir dari kraon telah menetapkan tanah Tanara, Pontang dan Tangerang di bawah pemerintahannya. Pada tanggal 21 September 1680 tiba di Tangerang 1.000 orang untuk menjaga properti bangunan Cornelis van Mook. Pada tanggal 5 November 1680 para pekerja Cornelis van Mook mengungsi dari benteng karena orang-orang Banten sudah berada di sisi barat sungai. Pada tanggal 6 Juni 1681 dicatat di dalam Daghregister suatu release dari landdrost Cornelis Vincent van Mook terhadap pembantaian orang Jawa oleh orang Banten di Tangerang.

Dalam perkembangannya, tahun 1682 Sultan Agoeng Tirtajasa meminta bantuan kepada pihak Inggris dan Denmark untuk melawan Sultan Hadji yang berada di benteng yang kuat. Sultan Hadji dapat dikalahkan dan Sultan Agoeng Tirtajasa berkuasa kembali. Sultan Hadji kemudian mengutus Hendrik Lucasz Cardeel ke Batavia untuk meminta bantuan. Gubernur Jenderal mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Kapitein Jonker, namun gagal. Pasukan Jonker sebagian tewas, sebagian ditawan dan sebagian yang lain berhasil melarikan diri. Untuk membebaskan tawanan, Gubernur Jenderal Speelman mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Sersan Saint Martin untuk bernegosiasi dengan Sultan Agoeng. Cornelis Vincent van Mook kembali bekerja dengan tenang di Tangerang.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pada saat Cornelis Vincent van Mook tengah berada di landhuisnya, warga Tangerang yang umumnya adalah pekerja Cornelis Vincent van Mook dan para pasukan yang menjaga wilayah heboh dengan kedatangan pemuda dan seorang gadis di atas satu kuda mendekati sungai Tjisadane. Gadis itu tetap berada di atas pelana sementara pemuda itu turun membimbing kuda untuk menyeberangi sungai Tjisadane. Para warga mengerumuni dua orang muda Eropa lalu membawanya ke rumah Cornelis Vincent van Mook.

Pemuda dan gadis tiba di rumah Cornelis Vincent van Mook dalam kondisi kelelahan setelah satu hari satu malam di atas kuda tanpa pernah berhenti dan dalam pakain yang compang-camping berdebu dan berlumpur. Tampak tidak karuan. Pemuda Eropa itu kemudian diketahui adalah Letnan Moody, salah satu tawanan yang dibebaskan oleh Saint Martin sedangkan gadis itu adalah putri dari Hendrik Lucasz Cardeel. Cornelis Vincent van Mook cepat paham. Lalu Cornelis Vincent van Mook menyiapkan pelayanan yang baik bagi dua orang muda itu dan juga menyediakan satu kamar untuk berdua untuk tempat istrahat.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar