Rabu, 22 Januari 2020

Sejarah Kota Sibolga (3): Asal Usul Nama dan Hari Jadi Kota; Sibolga, Sibogha, Siboga, Sibogah, Sibalga dan [Sie]bolga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini

Nama Sibolga dijadikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1843 sebagai nama ibu kota Residentie Tapanoeli. Nama ibu kota ini mengambil nama kampong Sibolga, karena kota baru dibangun di dekat kampong Sibolga. Sebelum ibu kota dipindahkan ke Sibolga, ibu kota berada di (kampong) Tapanoeli. Nama kampong Tapanoeli, meski tidak lagi menjadi ibu kota, tetapi namanya ditabalkan sebagai nama Residentie tahun 1843.

Sibolga, Residentie Tapanoeli berada di wilayah Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda di Pantai Barat Sumatra tahun 1821, ibukota berada di (kampong) Tapanoeli, suatu kampong yang sudah eksis sejak era Inggris. Lalu kemudian ibu kota direlokasi ke (kampong) Padang di kaki gunung Padang sisi timur sungai Batang Araoe. Dalam perkembangannya, nama ibu kota (Padang) dijadikan nama wilayah: Residentie Padangsche Benelanden (ibu kota di Padang) dan Residentie Padangsche Bovenlanden (ibu kota di Fort de Kock). Pada tahun 1837 wilayah Pantai Barat Sumatra dibentuk menjadi provinsi dengan mengangkat AV Michiels sebagai Gubernur. Pada tahun 1845 Provinsi Sumatra’s Westkust terdiri dari tiga residentie: Padangsche Benelanden (ibu kota di Padang), Residentie Padangsche Bovenlanden (ibu kota di Fort de Kock) dan Tapanoeli (ibu kota di Sibolga). Kelak tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Provinsi Sumatra’s Westkust menjadi berdiri sendiri. Pada tahun 1915 Provinsi Sumatra’s Westkust dilikuidasi dan dua residentie yang tersisa digabung lalu dijadikan setingkat residentie dengan nama baru: West Sumatra (bukan Sumatra’s Westkust) beribu kota di Padang.

Lantas bagaimana asal-usul nama Sibolga? Itu satu hal. Hal lain lagi yang sangat penting adalah soal penulisan nama Sibolga. Nama Sibolga pada era Inggris sudah eksis. Namun dalam era Pemerintah Hindia Belanda, penulisan nama Sibolga banyak ragamnya. Keragaman penulisan nama Sibolga ini sangat penting. Hal ini karena mempengaruhi dalam pencarian data dalam penulisan sejarah Sibolga. Sehubungan dengan itu, kapan hari jadi Kota Sibolga? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Sibolga

Nama (kampong) Sibolga (ditulis: Sibolga) sudah dicatat sejak era Inggris. Paling tidak sudah terdapat dalam buku W Marsden (edisi 1811). Nama Sibolga baru ditemukan catatannya pada tahun 1843 yang ditulis sebagai Sibogha (lihat Dagblad van 's Gravenhage, 25-12-1843). Dalam hal ini nama Sibolga sudah lama eksis, tetapi tidak diketahui sejak kapan persisnya. Catatan tertulis sejaman menjadi penting.

Tanggal 2 April ditetapkan sebagai hari jadi Kota Sibolga. Pada tahun 2019 adalah hari jadi (ultah) ke 319. Tidak ada bukti yang menyatakan apakah tahun 1700 sudah tercatat nama yang ditulis sebagai Sibolga. Pertanyaan ini dapat ditambahkan: Tidak diketahui apakah tahun 1700 kampong Sibolga didirikan; tidak diketahui juga apakah kampong Sibolga pada tahun 1700 tepat berada di Kota Sibolga yang sekarang.

Secara lingusitik tidak ada perbedaan penulisan dengan Sibolga dan Sibogha. Ini hanya soal pelafalan ketika mengkoding dari bahasa lisan ke bahasa tulisan. Perbedaan ini hanya penting untuk kode entri dalam penelusuran data. Dalam perkembangannya juga muncul penulisan sebagai Siboga, Sibogah, Sibalga, Siebolga, Siebogha dan Sieboga. Secara keseluruhan dari aspek teknis (lingusitik) pengucapan/penulisan koding tersebut tidak ada perbedaan. Namun penulisan yang kerap muncul adalah Sibolga (yang pertama hingga yang terakhir ini hari) dan pemulisan dengan Siboga.

Dalam sumber surat kabar berbahasa Belanda yang tersedia, penulisan dengan Sibolga sebanyak 19.915 surat kabar. Surat kabar tertentu yang menulis Sibolga pada tarih 1895 (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 17-05-1895). Sebelumnya hanya ditemukan penulisan Sibogha. Penulisan tertua Sibogha pada tahun 1843 yang secara keseluruhan terdapat sebanyak 1.712 surat kabar. Dalam hal ini ada perbedaan koding antara Inggris (Sibolga) dengan Belanda (Sibogha). Penulisan dengan Siboga seumur dengan Sibogha. Penulisan Siboga terdapat sebanyak 20.900 surat kabar. Dalam hal ini penulisan Siboga dengan Sibogha kurang lebih sama secara pelafalan. Penulisan dengan Sibogah hanya ditemukan pada dua surat kabar (relatif sedikt dan dapat dibaikan). Penulisan dengan Sibalga beru ditemukan sejak 1912 (secara keseluruhan hanya 29 surat kabar dan ini juga dapat diabaikan). Sementara pelafalan Si diganti dengan Sie hanyalah soal masalah fonetik (yang tidak terlalu penting). Jadi, hanya ada dua penulisan yang dominan yakni dengan ditulis sebagai Sibolga dan Siboga. Dua bentuk penulisan ini terus eksis. Lantas apa yang membedakan? Siboga diduga mengacu pada ucapan orang setempat, sementara Sibolga meniru ucapan orang asing/pedatang.

Persoalan dikotomis ini kurang lebih sama antara penulisan Sidimpoean (orang setempat) dan Sidempoean (orang asing). Oleh karena nama Sibolga dan Sidempoean dicatat dalam bahasa hukum (beslit dan sebagainya) maka penulisan Sibolga dan Sidempoean yang cenderung dianggap lebih resmi (seperti dalam peraturan dan perundang-undangan masa kini). Persoalan serupa ini juga terdapat pada Jogjakarta vs Yogyakarta. Diskusi tentang penulsian dikotomis di Jogjakarta or Yogyakarta ini pernah muncul pada tahun 1884 (lihat De locomotief, 26-08-1884).

Hari Jadi Kota Sibolga

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar