Jumat, 29 Mei 2020

Sejarah Yogyakarta (36): Raden Soemitro, Sekretaris Indische Vereeniging di Leiden 1908; Pembuka Jalan Keluarga Kolopaking


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini 

Nama Reden Soemitro mungkin tidak seterkenal Soenario Kolopaking. Namun ada satu hal yang menjadi penting tentang Raden Soemitro: membuka jalan bagi keluarganya (Kolopaking) untuk mencapai pendidikan setinggi-tingginya. Satu yang penting lagi sosok seorang Raden Soemitro yang masih belia, ketika pembentukan organisasi mahasiswa pertama di Leiden 1908 Raden Soemitro adalah pemimpin rapat dalam pembentukan tersebut. Ketua terpilih senior Soetan Kasajangan dan yang menjadi sekretaris adalah junior Raden Soemitro. Inilah perpaduan ideal antara mahasiswa senior dan junior di awal dunia kemahasiswaan Indonesia.

Nama Kolopaking sudah tentu sangat terkenal. Yang paling muda adalah Novia Kolopaking, istri tercinta dari budayawan terkenal Emha Ainun Nadjib, penulis artikel di majalah Tempo tempo doeloe. Yang lebih senior adalah Prof. Soenario Kolopaking, dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia yang pertama (1950-1951). Tentu saja yang paling senior dari keluarga Kolopaking adalah Raden Soemitro yang menjadi sekretaris Indische Vereeniging pertama di Belanda tahun 1908. MH Ainun Nadjib dalam hal ini meneruskan garis sejarah kehebatan keluarga Kolopaking (saya ingat tempo doeloe ketika sering membaca artikel Emha, dosen Ilmu Sosiologi saya ‘bermarga’ Kolopaking sementara istrinya bermarga Nasution).

Lantas apa hebatnya Raden Soemitro? Nah, itu dia. Boleh jadi sudah banyak yang menulis riwauat Raden Soemitro, namun mungkin masih ada yang terlupakan. Apa, itu? Tentu saja kita tidak mengetahuinya jika belum melacak seluruh riwayatnya. Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.  

Raden Soemitro dan Indische Vereeniging

Raden Soemitro menjadi salah satu kandidat yang mengikuti ujian masuk sekolah elit di Batavia Gymnasium Willem III (lihat De Preanger-bode, 02-05-1901). Dari 148 kandidat, sebanyak 22 perempuan, tiga orang pribumi dan satu orang Cina. Dua pribumi lainnya adalah Mohamad dan Soemarsono. Mereka bertiga lulus ujian masuk. Hanya seperti kandidat yang diterima, tiga pribumi semuanya lolos ujian masuk. Ini mengindikasikan Raden Soemitro siswa yang pintar. Perlu dicatat, sekolah paling elit ini tidak mengenal ketebelece: Seleksinya ketat, hanya saja kuota pribumi dan Cina dibatasi.

Kandidat masuk sekolah Gymnasium Willem III harus lulus sekolah dasar Eropa (ELS). Program studi yang dapat diikuti HBS tiga tahun (setingkat SMP) atau HBS lima tahun (setingkat SMA). Sekolah Gymnasium Willem III meski sudah berumur (dibuka tahun 1860, awalnya tiga tahun) belum berstandar internasional, sehingga lulusannya tidak eligible untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi di Eropa-Belanda. Harus terlebih dahulu mengikuti ujian persamaan di Belanda. Lokasi sekolah Gymnasium Willem III (yang kemudian dikenal sebagai Koning Willem III dengan menambah studi menjadi lima tahun) ini kini berada di area Perpustakaan Nasional di jalan Salemba, Jakarta.

Raden Soemitro dalam studi lancar-lancar saja. Pada tahun 1903 Raden Soemitro termasuk salah satu siswa yang naik kelas dari kelas dua ke kelas tiga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-05-1903). Tiga temannya non-Eropa juga naik kelas. Raden Soemitro menyelesaikan studinya di Gymnasium Willem III pada tahun 1906. Setelah lulus Raden Soemitro berangkat ke Belanda.

Verzameling van verslagen N Staatscourant, 01-01-1907
Raden Soemitro paling tidak sudah diketahui berada di Belanda pada bulan Januari 1907 (lihat Verzameling van verslagen en rapporten behoorende bij de Nederlandsche Staatscourant, 01-01-1907). Raden Soemitro termasuk dalam daftar siswa yang mengikuti ujian akhir di Leiden (ujian persamaan). Disebutkan Raden Mas Sumitro, lahir 14 Juni 1887 di Papringan. Raden Soemitro diberitakan lulus ujian HBS di Leiden pada bulan Juli 1907 (lihat Het vaderland, 17-07-1907). Dua bulan kemudian Raden Soemitro mendaftar untuk kandidat Indisch Ambtenaar (lihat De courant, 07-09-1907). Raden Soemitro adalah anak dari Bupati Koetoardjo (lihat De Telegraaf, 15-08-1908). Raden Soemitro mengikuti ujian pendahuluan (eerste examens) untuk layanan administrasi Hindia Belanda (lihat RK dagblad het huisgezin, 13-10-1908).

Mahasiswa senior, Soetan Kasangan menginisiasi pembentukan organisasi mahasiswa pribumi di Belanda. Soetan Kasajangan meminta Raden Soemitro untuk membantunya dalam persiapan pembentukan organisasi mahasiswa. Raden Soemitro mulai mengirim undangan kepada seluruh pelajar dan mahasiswa yang studi di Belanda.

Radjioen Harahap gelar Soetan Kasajangan adalah anak kepala koeria Batoenadoea di Padang Sidempoean. Soetan Kasajangan lulus sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1887. Soetan Kasajangan adalah salah satu murid terbaik Charles Adrian van Ophuijsen di Kweekschool Padang Sidempoean. Setelah mengabdi sebagai guru di Padang Sidempoean selama 13 tahun, Soetan Kasajangan berangkat tahun 1903 dan bekerja sebagai salah satu ediot majaah berbahasa Melayu yang terbit di Amsterdam Bintang Hindia. Pada tahun 1905 melanjutkan studi di Belanda untuk mendapatkan akte guru sekolah dasar Eropa (ELS). Soetan Kasajangan lulus pada tahun 1907 di Rijkskweekschool te Haarlem (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 23-05-1907). Soetan Kasajangan kembali melanjutkan studi di Belanda di perguruan tinggi untuk mendapatkan akta guru sekolah menengah (setingkat IKIP sekarang).

Alamat mahasiswa Indonesia di Belanda, 1910
Empat mahasiswa paling senior saat pembentukan organisasi mahasiswa ini adalah Soetan Kasajangan, Dr. Abdoel Rivai (Bengkoelen), Dr. WK Tehupelory (Ambon) dan Raden Kartono (Semarang). Soetan Kasajangan lahir di Padang Sidempoean 1874 dan menyelesaikan pendidikan sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1887 dan kemudian melanjutkan studi pendidikan guru di Belanda pada tahun 1905. Abdoel Rivai lahir tahun 1871, alumni Docter Djawa School tahun 1894 yang kemudian melanjutkan studi kedokteran di Belanda pada tahun 1906. Raden Kartono (abang dari RA Kartini) setelah lulus HBS di Semarang tahun 1896 berangkat studi ke Belanda. Sempat gagal di tahun ketiga di Universiteit Delft, tetapi tidak patah arang mendaftar kembali untuk mengikuti pendidikan Indologi. Dari semua mahasiswa pribumi yang ada saat pembentukan ini yang lulus pertama adalah Soetan Kasajangan (tingkat akte guru sekolah dasar Eropa) tahun 1907. Sebagai yang pertama surat kabar berpengaruh di Belanda De Telegraaf mewawancarai Soetan Kasajangan yang dimuat pada edisi 03-06-1907. Setelah Soetan Kasajangan lalu menyusul lulus Dr. Abdoel Rivai dan WK Tehupelory pada bidang kedokteran pada tahun 1908. Raden Kartono juga menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1908. Soetan Kasajangan dan Raden Kartono bersahabat karib (satu tempat kost).

Inisiasi Soetan Kasajangan muncul sebagai upaya untuk memperjuangkan pendidikan untuk bangsanya sendiri dengan mendidirikan sebuah organisasi mahasiswa. Gagasan pendidirian organisasi mahasiswa ini dapat diwujudkan dengan berdirinya Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) yang disahkan pada tanggal 25 Oktober 1908 di Leiden. Soetan Casajangan menjadi presiden pertama dan sebagai sekretaris Raden Soemitro.

De nieuwe vorstenlanden, 01-02-1909: 'Indische Vereeniging. Di Belanda, telah dibentuk persatuan orang-orang Hindia yang belajar disana, R Soetan Casajangan menulis tentang hal ini di Koloniaal Weekblad sebagai berikut: Tiga tahun lalu saya sudah merencanakan untuk membentuk sebuah sarikat untuk orang-orang Hindia di Belanda. Karena saya terlalu sibuk pada saat itu, saya tidak dapat melaksanakan rencana saya segera. Pada bulan Juni tahun ini [Juni 1908, red], Mr. JH Abendanon datang mengunjungi saya dan bertanya apakah saya pernah berpikir untuk memberikan bantuan kepada orang Hindia. Saya menjawab pertanyaan ini dalam persetujuan dan kemudian dia mendorong saya untuk melanjutkan rencana yang bermanfaat ini. Mengenai hal ini langkah pertama yang saya lakukan meminta salah satu orang Hindia sebagai staf saya, namanya R. Sumitro. Lalu kami mengirim undangan ke semua orang Hindia yang belajar di Belanda untuk menghadiri pertemuan. Pada tanggal 25 Oktober, kami, sebanyak lima belas orang Hindia, berkumpul di tempat saya, di Leiden, dan pertemuan pertama diadakan. Saya meminta Soemitro untuk memimpin pertemuan, R. Hussein Djajadiningrat ditunjuk sebagai sekretaris sementara. Statuta sementara disetujui yang pada prinsipnya berisi dasar Indische Vereeniging yang diputuskan secara prinsip. Kemudian kami melanjutkan untuk memilih pengurus. Pemimpin terpilih: R. Soetan Casajangan Soripada, Sekretaris dan merangkap bendahara  RM Soemitro. Komite terdiri dari R. Soetan CS, RM Soemitro, RMP Sosro Kartono dan R. Hoesain Djajadiningrat yang diangkat untuk menyusun AD dan peraturan lebih lanjut (ART). Pada tanggal 15 November pertemuan kedua diadakan di Den Haag Vereeniging Hindia. Kita dapat membaca AD tersebut sebagaimana surat kabar Bat. Nbld menulis, antara lain, bahwa Vereeniging menyandang nama Indische Vereeniging dan berkedudukan di Den Haag. Tujuannya adalah untuk mempromosikan kepentingan bersama orang Hindia di Belanda dan untuk tetap berhubungan dengan Hindia. Orang Hindia sebagai penduduk asli Hindia Belanda. Vereeniging berusaha mencapai tujuan ini dengan: mempromosikan asosiasi antara orang Hindia di Belanda, mendorong orang Hindia untuk belajar di Belanda. Untuk menjelaskan yang terakhir, peraturan internal (ART) menyatakan: Asosiasi berusaha mendorong orang Hindia untuk belajar di Belanda dengan melakukan hal berikut: dengan memberikan informasi untuk memberikan informasi tentang studi dan tinggal di Belanda, dengan membantu orang-orang Hindia yang baru tiba dan dengan memberikan semua informasi yang mungkin tentang Belanda berdasarkan permintaan. Anggota biasa hanya bisa orang Hindia yang tinggal di Belanda. Kami berharap asosiasi pemuda ini berhasil’.

Raden Soemitro menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1914. Raden Soemitro yang beralamat di Leiden diangkat menjadi pegawai Pemerintah Hindia Belanda (lihat Algemeen Handelsblad, 19-12-1914). Raden Soemitro setelah tujuh tahun di Belanda kembali ke tanah air untuk mengabdi. Pada tahun 1915 Raden Soemitro dipindahkan menjadi adjuct administrasi di kantor pegadaian pemerintah.

Soetan Kasajangan lulus pada tahun 1911. Namun Soetan Kasajangan tidak langsung pulang dan bekerja di Belanda. Sempat membantu mantan gurunya Charles Adriaan van Ophuijsen di Kweekschool Padang Sidempoean yang sejak 1904 menjadi guru besar di Universiteit Lediden. Soetan Kasajangan menjadi asisten Prof van Ophuijsen dalam pengajaran bahasa Melalyu. Pada tahun 1913 Soetan Kasajangan pulang ke tanah air. Sambil menunggu penempatan sebagai direktur sekolah guru Kweekschool Fort de Kock, beberapa bulan menjadi ditempatkan sebagai guru ELS di Buitenzorg. Jabatan terakhir Soetan Kasajangan adalah sebagai Direktur sekolah guru Normaalschool di Meester Cornelis (kini Jatinegara) pada tahun 1927 (sebelum meninggal dunia).

Sementara itu, sejak tahun 1924 Indische Vereeniging oleh Mohamad Hatta dkk telah mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI). Perubahan nama ini sesuai dengan perkembangan sosial-politik yang terjadi di Hindia Belanda (Indonesia). Dalam hal ini, Raden Soemitro, anak bupati Bandjarnegara (Banjoemas) telah turut memberi kontribusi aktif dalam pembentukan awal organisasi mahasiswa pertama Indonesia di Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Soenario Kolopaking dan Emha Ainun Nadjib

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar