Senin, 08 Juni 2020

Sejarah Pulau Bali (6): Kota Singaraja Buleleng di Bali Utara; Ketika Denpasar Masih Kampung, Singaradja Sudah Kota


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Nama Buleleng adalah nama yang sudah tua. Namanya paling tidak sudah diiedentifikasi sebagai Bouleleng dalam peta pada tahun 1720 (Peta 1720). Dalam peta ini juga sudah diidentifikasi nama Sangsit [Sansijt]. Hanya dua nama tempat ini di pantai utara (pulau) Bali, keduanya masing-masing berada di muara sungai. Nama Buleleng [Boulengleng] juga masih eksis pada Peta 1750. Belum teridentifikasi nama Singaraja. Nama Buleleng mewakili wilayah sekitar.  .

Pelabuhan Boeleleng dan Kota Singaradja (Peta 1885)
Ketika ekspedisi Cornelis de Houtman tahun 1597 melintas di perairan Bali utara, tidak ada suatu pusat keramaian (perdagangan) yang penting. Ahli geografi dan landmeter hanya menggambarkan dalam peta ekspedisi sebagai tinggi permukaan tanah sepanjang pulau Bali. Tim ekspedisi ini kemudian berlabuh di suatu teluk, yang diduga kini berada di Kloengkoeng. Radja Bali menemui Cornelis de Houtman di pantai. Di pantai hanya berlabuh tiga kapal, sementara satu kapal lagi tengah melakukan ekspedisi mengelilingi pulau.

Lantas kapan nama Singaraja muncul (teridentifikasi)? Pertanyaan ini menjadi penting karena nama Buleleng ditabalkan sebagai nama suatu wilayah administratif (lanskap menjadi afdeeling), sedangkan nama Singaraja menjadi nama tempat yang terus tumbuh dan berkembang. Ketika Denpasar masih suatu kampong, Singaradja sudah menjadi kota. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Singaraja? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Boeleleng dan Singaradja

Tidak pernah diberitakan nama Singa Radja dan juga tidak ada buku yang ditulis menyebut nama Singa Radja. Yang ada adalah Singa Poera, Kota Radjadan Radja Singa di Ceylon. Tentu saja nama Singaradja sudah ada di Bali dan sudah ada orang Eropa/Belanda yang berkunjung ke tempat itu. Nama Singaradja baru muncul pada tahun 1846, tahun terjadi Perang Bali.

Nama Bali sudah lama dikenal (1597), nama Boeleleng sudah diidentifikasi pada peta-peta lama (tertua Peta 1720). Setelah berakhir Perang Bali (1846) yang singkat lalu mulai bermunculan tulisan yang menyebut nama Singaradja. Paling tidak ada tiga sumber pada tahun 1846 yang menulis nama Singaradja. Pertama surat kabar Javasche courant, 07-07-1846 yang mana pada edisi ini semuanya berisi tentang perang di Boeleleng dan Singaradja. Di dalam edisi ini juga memuat surat-surat resmi sebagai berikut: surat Kapitein Luitenant ter Zee, komandan divisi pendaratan Bali De Smit van den Broecke; surat komandan angkatan laut Hindia Belanda Insp. Mar, EB van den Bosch; surat komandan ekspedisi Bali, Luit. Kolonel J Bakker; surat komandan militer Hindia Belanda, Luit. Generaal Cochius, dan surat Gubernur Jenderal Rochussen (untuk Radja Belanda); kedua, buku Kaleidoskoop yang diterbitkan oleh Pemerintah Hindia Belanda; ketiga, meski buku ini tidak diterbitkan tahun 1846 dapat dianggap sumber sejaman. Buku ini ditulis oleh Heinrich Zollinger dengan Verhaal eener reis over de eilanden Bali en Lombok gedurende de maanden mei tot september 1846 (diterbitkan di Utrecht, tanpa tahun). Dari isinya, Heinrich Zollinger telah mengunjungi Singaradja pada tahun 1846. Satu lagi tulisan yang terkait adalah laporan riset van Hoevel tentang Pulau Bali yang dimuat pada Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, 1846.

Disebutkan ekspedisi gabungan (land en zeemagt) dimulai dengan pendaratan di (pelabuhan Buleleng) pada tanggal 28 Juni untuk melawan kekuatan Boeleleng yang diperkuat orang Bali dari pedalaman. Artileri laut tidak sulit memukul mundur lawan di Buleleng. Kemudian pasukan keesokan harinya merangsek ke pedalaman di Singaradja. Radja Boeleleng telah melarikan diri. Penduduk yang oposisi telah membakar istana Radja Boeleleng di Singaradja. Dari penduduk diperoleh keterangan bahwa radja telah melarikan diri ke gunung.

Javasche courant, 07-07-1846
Disebutkan pangkal perang perang ini adalah Goesti Ngoerah Made Karang Asem, Radja Boeleleng telah melanggar perjanjian yang dibuat dengan Pemerintah Hindia Belanda yang ditandatanganinya sendiri dilanggar dan ditandatangani sendiri. Perjanjian itu dibuat pada tanggal 26 November 1841 dan tanggal 8 Mei 1843. Pelanggaram lainnya adalah penduduk Djembrana (di bawah kekuasaan Radja Boeleleng) pada bulan Januarij 1844 bersalah karena menjarah kapal yang berlayar di bawah bendera Belanda di atas kapal milik warga negara Hindia dan bahwa kompensasi yang dijanjikan belum diberikan; bahwa Radja tidak menerima dan memperlakukan utusan-utusan Pemerintah dengan penghargaan yang harus dibayar dan sebagai wakil dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda tetapi disikapi sebagai musuh. Juga disebutkan surat Gubernur Jenderal tidak dijawab, dan tidak menampilkan bendera Belanda sebagaimana mestinya. Oleh karena pintu negosiasi sudah tertutup lalu diputuskan diadakan ekspedisi (militer). Sebelum dilakukan pendaratan, surat ultimatum telah dikirimkan kepada Radja dengan tempo 3X24 jam. Catatan: Setelah adanya perjanjian (placaat) antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Radja Boelleng pada tahun 1840 Pemerintah Hindia Belanda membuka pos perdagangan di Bali (lihat Algemeen Handelsblad, 20-03-1840). Tidak disebutkan dimana di Bali tetapi diduga kuat pos tersebut berada di (pelabuhan) Boeleleng. Sebelum ekspedisi sudah ada perkebunan orang Eropa di Boeleleng.

Dari keterangan ini Buleleng adalah kota pelabuhan, sementara Singaradja adalah ibu kota tempat dimana istana Radja Boeleleng berada. Untuk menjaga keamanan pasca perang, di kampong Singa Radja didirikan benteng (benteng ini sudah diidentifikasi pada Peta 1850). Lokasi benteng umumnya menjadi cikal bakal suatu kota, Itulah riwayat awal Singaraja yang kemudian menjadi kota (besar). Nama Buleleng yang tempo doeloe sebuah kampong telah bertransfotrmasi menjadi nama wilayah.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Singaradja, Ibu Kota Residentie Bali en Lombok

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar